Tanpa menunggu matahari benar-benar terbenam, Beam segera kembali ke hotel. Alih-alih beristirahat seperti yang sebelumnya ia katakan, Beam bergegas membereskan semua barangnya dan memesan tiket pesawat untuk penerbangan terakhir hari ini. Ia sudah menyelesaikan tugasnya, Tae dan Sawana akan turun dari yacht sebagai sepasang kekasih dan itu berarti kehadirannya tidak lagi diperlukan di sini. Beam yakin Tae pasti tidak akan keberatan kalau ia memutuskan untuk pulang lebih dulu.
Setelah meninggalkan pesan untuk Tae dan Sawana pada resepsionis hotel, Beam menyeret kopernya menuju lapangan terbang yang memuat pesawat-pesawat kecil yang akan mengantarkan para tamu keluar dari pulau Fata. Selama perjalanannya, Beam sedikit menikmati pemandangan laut saat matahari telah terbenam. Sisa-sisa dari cahaya senja yang berada di ujung lautan, cukup membuat Beam terhibur dan berhasil mengalihkan pikirannya akan Tae, juga dari pandangan menusuk yang ia rasakan sejak menjejakkan kakinya di lapangan terbang.
Berusaha menghindari tatapan itu, Beam memutuskan untuk menikmati sisa perjalanan dengan menyumpal kedua telinganya dengan earphone. Agar tidak ada yang mengganggunya lagi, Beam bahkan sengaja menutup kedua matanya, berpura-pura tidur.
Namun tak berapa lama ia duduk, perasaan akan seseorang yang mengamatinya semakin terasa intens. Berkali-kali Beam mengubah posisi duduknya untuk membuat dirinya nyaman, namun semakin ia melakukannya Beam semakin merasa tatapan itu terus mengikuti gerak-geriknya.
Merasa tak tahan lagi, dengan tiba-tiba Beam membuka matanya dan menemukan seorang gadis yang duduk di depannya tengah menatap ke arah Beam tanpa berkedip. Tak merasa terintimidasi oleh tatapan tajam yang Beam berikan ke arahnya, gadis itu malah semakin memutar tubuhnya ke arah Beam.
"Kupikir aku salah lihat, ternyata kau benar-benar, Tee" seru gadis itu. Sejujurnya Beam merasa cukup bingung menghadapi gadis ini, dari ekspresi dan reaksinya Beam langsung tahu bahwa gadis ini bukan lah salah satu penggemarnya.
"Iya, aku Tee . . ." sahut Beam sambil tersenyum, ia memutuskan untuk menunggu reaksi berikutnya sebelum berkata lebih jauh. Namun, diluar dugaan Tee, gadis itu malah tertawa terbahak-bahak mendengar jawabannya yang begitu singkat.
"Jadi kau betul-betul melupakanku, nih? wah... kau benar-benar memenuhi janjimu ya", tanpa mengurangi senyuman, gadis itu menyodorkan tangan kanannya ke arah Beam "Kalau begitu mari kita berkenalan lagi. Aku Val, Malivalaya Thansanit. Teman sekelasmu sejak tenth grade, dan pernah menjadi pacarmu selama 2 tahun berikutnya"
Beam mengerjapkan matanya, walau tidak tahu apakah gadis ini berbohong atau tidak, tapi Beam bersyukur ia sudah memperkenalkan diri dan tidak membuat Beam harus memutar otak bagaimana cara menghadapinya.
Hmm, mantan pacar ya . . .
"Senang bisa bertemu denganmu lagi di sini. Walau pertemuan kita singkat semoga kau juga menikmati perjalananmu" Beam kembali menyumpal kedua telinganya dengan earphone dan menutup mata. Syukurlah gadis ini adalah mantan Tee, ia tidak perlu bersikap ramah pada mantan pacar, kan?
Tapi tak berapa lama, Beam merasakan lengannya ditepuk oleh sesosok tangan. Dengan gusar Beam membuka mata untuk melihat layar ponsel yang menunjukkan sebaris nomor yang begitu familiar tengah disodorkan ke arahnya, "Apa kau masih menggunakan nomor ini?"
Sebagai jawaban, Beam memandang Val dengan datar. Nomor itu memang nomor yang sekarang ia gunakan, Beam tidak tahu kalau sekarang ia tetap menggunakan nomor lama Tee karena orang tua Tee lah yang mengurus semuanya setelah kecelakaan. Walau Val baru saja membuktikan dirinya sebagai seseorang yang memang mengenal Tee, dan Beam tidak tahu bagaimana sikap Tee yang seharusnya saat menghadapi mantan kekasihnya, tapi Beam tidak peduli lagi. Gadis ini membuatnya kesal.
"Oke.. oke.. aku tidak akan mengganggumu lagi. Aku hanya merasa senang karena bertemu teman lama, menurutku ini kebetulan yang sangat menakjubkan. Kita tak pernah berpapasan saat berada di pulau Fata, dan baru bertemu saat pulang menuju rumah. Bukankah ini takdir yang sangat menarik?" celoteh Val, Beam pun harus menahan diri untuk tidak memutar bola matanya karena mendengarnya. Gadis ini pasti membaca pamflet perkenalan pulau Fata, itulah mengapa ia menyebut-nyebut kata takdir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Give Me Back My Life As Beam!!!
FanfictionDisclaimer: - This story is work of fiction. The story does not depict how the actors/actress live their lives nor does it reflect their personality in real life; - Any similarities of the story to real persons, places, and events is purely coincide...