Bab 14

12.3K 1K 98
                                    

Efek obat yang kukonsumsi begitu manjur untuk membuat ku tertidur pulas, hingga aku baru saja membuka mata di saat tiba-tiba rasa dingin di pipiku, yang ternyata adalah tangan dokter Hendra yang membangun ku.

Dan lebih kagetnya, aku berbaring di atas tempat tidur yang bukan berada di dalam kamarku.

"Astaghfirullah"

Aku seketika bangkit untuk duduk, memeriksa pakaianku yang Alhamdulillah masih utuh.

"Nggak aku apa-apain, tenang aja"

Malu sendiri ketika dokter Hendra melihat diriku yang ketakutan akan pemikiran ku sendiri.

"Kamu aku bangunin susah semalam, akhirnya aku bawa kerumah"

"Hah?"

"Subuhan yuk, mama sama papa sudah nunggin di mushola"

Semakin kaget mendengar apa yang disampaikan dokter Hendra, apa yang dipikirkan oleh kedua orangtuanya, kami yang baru saja kenal sudah menginap di rumah beliau, pagi hari pun bangun terlambat.

"Kacau kau Sinta"

"Kamar mandinya situ, ini di kasih pinjam mukena sama mama"

Kubersihkan badanku secepat mungkin, bisa tambah malu aku jika keluar kamar dan bertemu dengan kedua orang tua dokter Hendra masih dalam keadaan berbau, karena kemarin subuh terakhir aku mengguyur badan ku.

Keluar dari kamar dengan mengenakan mukena, dokter Hendra bermain ponsel dan duduk pada sofa, yang kurasa ruang tengah dan kamar yang kutempati adalah kamar tamu.

"Sudah? Yuk jamaah"

Mengangguk, berjalan mengikuti beliau, yang ternyata saat sampai di ruangan yang merupakan mushola keluarga, tak ada orang tua dokter Hendra yang katanya menunggu ku untuk jamaah.

"Mama sama papa di Yogyakarta kok, jenguk keluarga adik"

Dasar duda, aku hanya bisa memaki di dalam hatiku, sudah membuat ku takut bukan main, eh tapi tunggu dulu, kalau orang tuanya tak di rumah berarti semalam kita cuma berdua dong di rumah ini.

"Terus dirumah cuma kita?"

"Tenang, ada asisten rumah tangga mama kok"

Mungkin apa yang kutunjukan terlalu kentara, hingga dokter Hendra kembali bersuara.

"Takut banget aku apa-apain"

*****

P

ulang terlebih dahulu ke tempat kost untuk berganti baju, serta mengambil keperluan diriku yang akan kubawa ke Solo.

Dokter Hendra kuminta menunggu ku di depan gang, agar aku bisa bersiap lebih cepat.

Tak ada setengah jam aku sudah kembali masuk kedalam mobil dokter Hendra.

"Lari ya?"

Bukan lari hanya saja berjalan cepat, agar tak tertinggal pesawat, karena ini sudah pukul enam lebih, sedangkan pesawat kami pukul setengah sembilan, belum lagi kita di perjalanan yang mana jalanan macet.

Kuminum air mineral yang di berikan dokter Hendra, kembali kupejamkan mataku setelah nya.

"Tidur lagi? Semalam kurang?"

Usapan lembut di pipiku membuat ku kembali membuka mata.

"Nggak, cuma merem aja"

Perjalanan pertama kali bersama dokter Hendra, status yang kurasa semalam di jelaskan oleh dokter Hendra, jika beliau kini adalah kekasih ku.

Cinta LokasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang