Bab 43

10.2K 862 61
                                    

Sudah dua hari berpisah ruangan dengan bang Hendra dan mas Fajar, dan sudah dua hari satu ruangan dengan dokter Naja di poli spesialis penyakit dalam, dan sudah lima hari di setiap pukul enam pagi hingga pukul tujuh satu ruangan bersama beliau di tempat praktek rumah dokter Naja.

Pasien dokter Naja di tempat praktek rumah belum cukup ramai, memang karena beliau baru saja membukanya karena selama ini beliau di setiap malam praktek di salah satu apotek sebelum masuk di rumah sakit tempat kami bekerja.

Syukur Alhamdulillah dari hasil interview kemarin, akhirnya namaku lah yang di panggil oleh mama dokter Naja untuk membantu sang putra melayani pasien, dan satu orang lainya membantu beliau untuk berada di apotek tempat praktek.

Alasan beliau adalah karena pengalamanku yang sudah lumayan banyak bekerja disana sini, dibandingkan dengan pelamar lainya.

"Makan bakso di depan yuk sebelum pulang"

"Boleh yuk dok"

Di poliklinik spesialis penyakit dalam sendiri asisten dokter Naja ada dua orang, dan semua nya perempuan selain diriku ada perawat senior yaitu bu Sulis.

Dan saat kami berjalan menuju warung bakso yang berada di seberang jalan, bu Sulis tiba-tiba membatalkan untuk ikut serta bersama kami.

"Duh, maaf ya dokter Naja dan Sinta itu suami sudah jemput"

Akhirnya tinggal kami berdua, dan tak mungkin juga aku ikut menolak ajakan dokter Naja yang tadi berniat ingin mengenal ku dan Bu Sulis lebih dekat.

[Sudah makan yang?]

Pesan dari bang Hendra baru kubaca yang mana telah dikirim sepuluh menit yang lalu.

[Ini makan bakso sama dokter Naja]

[Hmm]

Selanjutnya tak kubalas lagi pesan bang Hendra yang hanya berisi gumanan.

"Makan dulu Sin"

"Iya dok"

Kuletakan ponselku di samping mangkok, menikmati bakso panas yang baru saja di sajikan.

Mungkin posesif tingkat tinggi itu seperti ini, seorang pria tua, kata halusnya pria dewasa yang menjalin hubungan dengan wanita lebih muda yang berjarak begitu jauh, dan sekarang wanita telah bekerja bersama laki-laki lain yang juga lebih muda dari dirinya, maka setiap aktivitas yang kujalani selalu menimbulkan banyak pertanyaan dari pemikiran negatif yang di buat oleh bang Hendra sendiri.

Ponselku sudah berdering kembali, ini lebih tepatnya panggilan suara dari bang Hendra ketika aku baru saja menyuapkan satu butir bakso kemulutku.

"Assalamualaikum bang"

"Makan bakso dimana?"

"Bakso barokah depan rumah sakit abang"

"Duduknya sebelahan apa hadap-hadapan?"

"Enggak semuanya bang, depanku bangku kosong yang di isi tas, dan sampingku juga bangku kosong yang kuisi tas"

Sedikit lirih aku menjawab pertanyaan bang Hendra, karena merasa tak enak juga dengan dokter Naja yang tak jauh dariku.

"Coba videoin terus kirim, habis ini abang lewat situ awas kalau bohong"

"Iye, mau di pesanin sekalian nggak?"

"Nggak kolesterol abang naik kalau lihat kamu dekat cowok lain"

Lucu sangatlah menggemaskan ketika bang Hendra sedang cemburu, dan pastinya aku semakin yakin kalau beliau benar-benar tulus menyayangiku.

Cinta LokasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang