Bab 45

11.3K 923 57
                                    

Pagi ini ketika kumembuka mata rasanya ada sesuatu yang terasa plong, mengingat kemarin sore sehabis mandi dan sholat ashar kami semua duduk pada teras belakang rumah, berkumpul disana ada papa mama dan kedua adikku, yang tentunya adanya diriku dan bang Hendra.

Berawal obrolan biasa yang membahas kabar hingga tanaman, akhirnya bang Hendra kembali mengutarakan niatnya pada papa yang pernah tertolak dengan halus.

Masih kuingat jelas momen sore kemarin ketika papa mengatakan yang akhirnya membuat ku merasakan kebahagiaan ini.

"Papa sudah tahu kok maksud kalian datang, kan kakak katanya pulang kerumah minggu depan terus tiba-tiba pulang ajak Hendra, mana ada sekedar main kalau nggak ada keperluan, kakak pasti juga sudah tahu gimana kakak kalau kakak bawa teman cowok pulang"

Memang selama ini aku tak pernah mengajak pacar ku pulang kerumah jika tak ada kepentingan, seperti halnya bang Hendra yang kesini pertama kali bersama keluarga nya untuk melamar ku dan yang kedua kalinya adalah ketika aku keceplosan mengatakan tinggal di apartemen bang Hendra, jadi pastinya papa sangat mengerti.

"Jadi gimana om?"

Sedikit bergetar sore kemarin suara bang Hendra untuk menunggu jawaban papa.

"Iya"

"Beneran pa? Nanti boleh dong Sinta kenalin ke keluarga kalau bang Hendra calon suami Sinta?"

"Boleh, dikenalin sebagai bapak kos juga boleh"

Jawaban papa membuat mama serta kedua adikku terkekeh, begitupun dengan papa, tetapi berbeda dengan ku dan bang Hendra yang begitu malu mengingat beberapa waktu lalu papa marah ketika ketahuan aku tinggal di apartemen bang Hendra.

Dan yang lebih membahagiakan adalah ketika keluarga besar mampu menerima bang Hendra dengan tangan terbuka, tanpa adanya nyinyiran meskipun status bang Hendra seorang duda anak satu dan usia yang jauh diatasku.

"Sinta, Astrid bangun nak"

Suara tante Mia mengetuk pintu kamar milik putrinya, semalam aku menginap disini karena Astrid yang katanya ingin tidur dengan ku sebelum pindah ke Malang Jawa timur, karena selama aku bekerja di Jakarta sangat jarang kami bertemu.

"Iya tan, Sinta sudah bangun kok"

"Subuhan dulu, tolong bangunin Astrid, tadi dek Hendra sudah ke masjid"

Sedikit lucu semalam, tante Mia yang usianya hanya selisih lima tahun dari bang Hendra, memprotes ketika bang Hendra mengikuti ku memanggil tante sehingga demi kenyamanan bersama bang Hendra memanggil tante Mia dengan teteh.

Begitupun dengan anak-anak dari tante Mia, yang memanggil bang Hendra om bukan kakak, abang, atau akang seperti mereka memanggilku teteh.

Selesai aku sholat subuh dan membangunkan bocah kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar, yaitu Astrid yang begitu menyayangi ku karena dirinya begitu mengidolakan kakak perempuan bukan laki-laki seperti sang kakak yang hobi menjailinya.

"Tan, sudah siap semua barang-barangnya?"

"Sebagian sudah tante kirim kok ke Malang, ini tinggal beberapa sisanya nanti beli disana aja"

"Jadi orang Ngalam ya tan nanti? "

"Ngalam apa sih? "

"Malang itu di balik tan cara ngomong nya"

"ohhh,  tante sih nggak ngerti trend nya anak muda"

Saat ini aku telah membantu tante Mia membuat sarapan di dapur,  hingga Rifat putra pertama dari tante Mia masuk kedalam dapur untuk mencariku.

Cinta LokasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang