Bab 18

12.4K 1.1K 77
                                    

Tenang tetap update kok, vote itu kan keikhlasan 😉



Tok,tok, tok

Ketukan pintu kamarku terdengar samar, antara sadar dan masih di dalam dunia mimpi.

Hari sabtu ini aku libur, alias meliburkan diri karena paksaan bang Hendra, dan sejak pagi aku sudah beberes kamar kost, menunggu beliau yang masih ada operasi hingga aku tertidur, karena operasi yang molor, tau sendiri jika operasi bedah tulang cukup lama.

"Sayang"

Seketika aku terbangun, ternyata itu nyata ketukan pintu kamarku serta suara itu adalah bang Hendra.

Saat kubuka pintu kamar, benar saja bang Hendra sudah berdiri di depan pintu.

"Tidur ya?"

Dengan sabar tanpa amarah mengusap kepalaku lembut, dan ikut masuk kedalam kamar ku, mungkin jika ini mama pasti sudah bertanduk ketika aku lama membuka pintu karena ketiduran.

"Sinta cuci muka dulu ya"

Keluar kamar menuju kamar mandi yang berada di ujung rumah kost.

Saat aku kembali, bang Hendra sudah terlentang santai di atas kasur kamarku.

Ini pertama kalinya kalau dirinya masuk kamar kost ku, karena selama ini hanya berada di teras kost.

"Capek?"

Kudekati bang Hendra yang menutupi matanya dengan lengan tanganya.

"Mau pijitin kalau aku capek?"

"Nggak lah"

"Belajar lah, kalau nantinya Abang capek kan Sinta yang pijitin"

Selalu saja menggodaku akan nanti jika menjadi istrinya, bahkan beberapa hari yang lalu ketika kami makan malam bersama keluarga dokter Sachi, aku habis karena malu godaan dari pak Satria dan bang Hendra yang selalu berusaha menggombaliku di depan sahabatnya.

Dan akhirnya di makan malam itu, aku luluh akan masalah yang dua minggu membuat ku mendiami bang Hendra, penjelasan yang kuinginkan akhirnya terdengar dari mulut bang Hendra, jika beliau bukan karena obsesi masa lalu untuk menyukaiku, dan berkat dokter Sachi yang sejak awal mengetahui sang sahabat menyukai ku, ikut menjelaskan kesalah pahaman kami.

Hingga tiba-tiba tanganku di tariknya, dan ikut tertidur di atas kasur, berada di kungkungan bang Hendra, yang seketika membuat jantungku berdetak tak karuan.

Mataku terpejam ketika bibir itu semakin mendekat, dan beberapa detik kutunggu bibir bang Hendra tak juga melekat pada bibirku.

"Nungguin ya?"

Pertanyaan yang di ajukan dengan terkekeh, membuat ku semakin malu, karena aku yang selama ini selalu menolak akan tetapi kali ini bisa dengan mudah memejamkan mata dan menunggu bang Hendra mengecupku.

"Ih, resek"

Kucubit perut bang Hendra, dan dirinya mengaduh berjalan menuju pintu kamarku yang masih terbuka, untuk di tutup nya.

Dan kali ini, di saat aku sudah kembali terduduk dan menyalakan televisi, bang Hendra benar-benar memberikan ciuman panas di bibirku.

Aku tak munafik jika pernah berciuman dengan mantan kekasih ku sebelumnya, kali ini aku pun ikut membalas lumatan bibir duda yang kini berstatus kekasih ku.

Lama aku tak berciuman, lama tak merasakan keintiman dari sebuah nafsu yang terselimuti rasa cinta, sehingga ketika ciuman itu turun ke leher, dan tangan bang Hendra mulai meraba punggung ku, membuat ku tanpa sadar mendesah.

Cinta LokasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang