Bab 17

12.6K 1.1K 109
                                    

Sudah dua minggu aku tak bercanda dengan dokter Hendra, hanya kami tetap profesional dalam menjalankan tugas kami, dan mas Fajar pun yang merasakan interaksi kami yang tak bercanda membuat dirinya ikut mencoba biasa saja kepada kami tanpa ikut campur atau menggodaku yang dahulu selalu di lakukan.

"Sinta apa kabar?"

Bang Andi seorang perawat di ruang rawat inap bagian bedah, dimana semua pasien post operasi dirawat di ruangan bang Andi.

"Sehat bang"

Pasien yang dibawanya dari ruangan hari ini akan tindakan di ruang poli bersama dokter Hendra dan mas Fajar, sehingga tiga laki-laki itu akan berkolaborasi.

"Tambah cantik aja, lama nggak ketemu"

"Masak?"

"Iye, susah sih lu di ajak nongkrong"

"Next deh bang, Sinta ikut"

"Beneran ya? Jangan main sama Fajar aja, kagak gaul lu"

Obrolan kami berdua di sela oleh mas Fajar yang meluku kepala bang Andi.

"Gue anak baek-baek ya"

Aku ikut tertawa bersama mereka, karena bang Andi dan geng nya memang terkenal dengan teman nongkrong anak jaman sekarang yang kadang kala tempat dugem juga tujuan mereka.

"Andi nih, balik sana"

Dokter Hendra menunjukan status pasien yang beliau lengkapi, sedangkan pasien sudah di bawa lebih dulu oleh pak Ridwan, pegawai yang membantu para tenaga medis memindahkan pasien darai IGD ke ruangan, IGD ke poli, dan seperti ini yang dari poli untuk kembali keruangan, sedangkan bang Andi masih menunggu dokter Hendra yang melengkapi status pasien, serta memberikan resep selanjutnya.

"Siap dok, Sin itu WhatsApp gue yang baru"

Benar pesan baru dari nomor yang belum kuberi nama, yang ternyata milik bang Andi.

"Jangan main sama geng nya Andi, rusak lu kalau kagak bisa jaga diri"

Mas Fajar seperti seorang kakak bagiku, menginggatkan ku ketika aku akan bergaul dengan orang yang dimatanya tak benar, tetapi tak pernah menghakimi orang lain, jadi bisa di bilang mas Fajar sosok orang yang santai tetapi peduli.

Aku sekarang sedikit menahan bicara ku ketika di ruangan masih ada dokter Hendra, teringat beliau yang meskipun fokus pada hal lain akan tetapi telinga beliau bisa mendengar apa yang kuobrolkan dengan mas Fajar.

"Kagak, gue mah ngerti mana yang bener mana yang nggak"

Kembali ponsel ku berbunyi tanda pesan WhatsApp masuk, dan kali ini dari seseorang yang duduk di kursi kebesaran ruang ini.

[Pulang makan bareng ya, motor tinggalin aja]

[Besok kerja gimana?]

Bukan lagi balasan melainkan kembali terulang seperti dahulu di awal kami dekat, mengirimkan saldo gopay padaku.

Tak butuh lagi jawaban dariku, karena itu berarti telah di haruskan oleh dokter Hendra.

Tiba di saat kami pulang, dokter Hendra seperti biasanya ketika kami pulang bersama, lebih dulu menunggu ku di dalam mobil karena itu semua permintaan ku agar tak terlihat oleh orang lain.

"Ngapain lu ngikutin kita?"

Aku berjalan di belakang mas Fajar yang berdampingan dengan sang istri, yang hari ini sedang sift siang, kali ini kami berjalan menuju tempat parkir mobil karyawan bukan tempat parkir motor.

"Geer, gue mah pingin cari jalan lain biar lebih lama kok"

"Sebentar deh, lu pulang bareng kan sama si bos, tuh mobil nya masih di situ padahal pamitnya udah sepuluh menit lalu"

Cinta LokasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang