Bab 38

10.8K 1K 99
                                    

Saat subuh di pagi ini ketika ku membuka mata, terasa pelukan hangat oleh tangan Hana yang tertidur di sampingku, sedangkan sang ayah yang sejak semalam tidur di kasur lantai terdengar memanggil nama Hana.

"Han, cepetan siap-siap ketinggalan pesawat kamu nanti"

"Ngantuk, pulang siang aja bolos sekolah sehari nggak masalah yah"

Perdebatan ayah dan anak di pagi ini, di atas kasur masing-masing yang sama-sama masih terpejam tetapi bisa bersuara.

"Nggak ada tiket yang siang Han"

"Yaudah sore aja, atau besok pagi aja"

"Kamu mah gitu alasan, suruh pindah Jakarta nggak mau"

"Ajaran baru yah, kan sudah ada bunda baru buat Hana, iya kan tante?"

Pelukan Hana semakin erat, aku yang berawal terdiam menyimak obrolan pagi ayah dan anak ini dengan mata tertutup, kini kubuka mataku.

"Doain ya"

Baru saja aku membalas memeluk erat Hana, dalam selimut yang sama karena kini baru terasa dingin akan pendingin ruangan, tiba-tiba bang Hendra ikut naik keatas ranjang, tepatnya berada di belakang ku ikut memeluk ku erat.

"Kok dingin ya"

"Modus si ayah nih"

"Huuh, ayah kamu tuh suka gitu"

"Jangan mau tante, cowok tuh memang gitu suka cari kesempatan"

Protes Hana tentang cowok, membuat bang Hendra yang berada di belakang ku sambil mengendus punggung ku pun bersuara.

"Kayak kamu punya cowok aja Han?"

"Mantan Hana sudah dua kali"

"Beneran?"

Hana mengangguk, tak kusangka anak kelas tujuh saat ini bahkan di sekolah dasar pun sudah tahu akan tertarik kepada lawan jenisnya, bahkan mereka sudah tau bagaimana cara menembak, mengungkapkan perasaan mereka satu sama lain.

"Sudah di apain kamu Han? Jangan aneh-aneh, sekolah yang pintar dulu"

"Cium pernah, peluk pernah"

Mendengar jawaban Hana seketika sang ayah terbangun, duduk menatap Hana dengan tajam bahkan akupun ikut terkaget.

"Santuy yah, itu cuma dalam bentuk emotikon kok"

Hana terbahak-bahak menggoda sang ayah, bahkan aku pun ikut tertawa melihat ekspresi bang Hendra yang sudah emosi.

Begitulah laki-laki, tidak ingin barang miliknya tidak akan tetapi suka sekali merusak milik orang lain.

"Kalau tante sudah di apain aja sama ayah?"

"Anak kicik pingin tahu aja"

Bang Hendra bangkit turun dari ranjang untuk menuju kamar mandi, akan tetapi berhenti ketika mendengar kalimat Hana.

"Sudah cium dalam nyata kan, Hana mah tau ayah suka gitu sama tante-tante yang dulu"

Deg

Hatiku tiba-tiba gusar, sakit rasanya mendengar bang Hendra bermesraan dengan orang lain, bahkan aku tahu pastinya bang Hendra sudah lebih dari seperti yang kita lakukan dengan mendiang ibu Hana, akan tetapi aku masih bisa menerima itu, tetapi ini dengan kata tante-tante yang dahulu, jadi bisa di pastikan dengan wanita yang lebih dari satu dan itu bukan ibu Hana.

"Han, kamu jangan ngada-ngada ya"

Bang Hendra lebih dulu melanjutkan untuk masuk kedalam kamar mandi, kemudian keluar dari kamar mandi yang kini berganti Hana yang beraktivitas di dalam kamar mandi.

"Sayang, jangan dengerin Hana, anak itu suka bercanda"

Aku tahu Hana tak sedang bercanda meskipun dia termasuk anak yang humoris, dan aku tahu Hana tak suka berbohong, masalah dirinya berpacaran saja dia jujur apalagi dengan gaya berpacaran sang ayah.

"Bang Hendra pernah tidur dengan tante-tante yang dulu itu?"

"Enggak sayang, please percaya sama aku, Hana cuma bercanda"

Bang Hendra yang mungkin sudah mengambil wudhu hanya berbicara di depan ku, tak menyentuh ku kemudian terdengar suara Hana membuka pintu, kugunakan kesempatan itu untuk meninggalkan bang Hendra yang kini terlihat akan merayuku.

"Han, tante Sinta marah tuh, kamu itu nggak jaga rahasia"

Samar aku mendengar bang Hendra yang berbicara dengan Hana, dan sekali lagi itu sudah jelas jika apa yang di katakan Hana benar.

*****

Siang yang panas, mengantarkan Hana ke bandara karena diriku memang sudah resmi keluar dari klinik dokter Karin sehingga tak lagi aku akan dinas di hari Senin pagi ini.

"Tante jaga ayah ya, jangan tinggalin ayah, memang ayah dulu nakal mungkin karena kesepian itu kata tante Sachi tapi setahu Hana sekarang ayah benar-benar sayang sama tante Sinta"

Seorang anak belasan tahun, duduk di bangku sekolah menengah pertama, memohon kepadaku, dengan mata yang berkaca-kaca dan pastinya itu tulus dari dalam hatinya, membuat ku kembali ikut masuk kedalam dunia Hana, yang mana sejak kecil tak mendapatkan kasih sayang ibu kandungnya, hidup bersama nenek-neneknya, dan seakan pemikiran dewasanya tumbuh sebelum waktunya.

Aku hanya bisa mengangguk kembali ketika lagi-lagi Hana memintaku untuk menerima sang ayah, meminta ku untuk selalu bersama sang ayah, bahkan dirinya pun berjanji akan pulang kerumah sang ayah jika aku sudah menikah dengan bang Hendra.

Mungkin ini tidak pernah ada dalam rencana ku, menikah dengan seorang pria yang sudah berusia matang, memiliki seorang anak yang sudah remaja, dan laki-laki itu memiliki masa lalu yang tak begitu lurus setelah kepergian sang isteri.

Dahulu aku bercita-cita memiliki suami yang memang di atasku sehingga bisa lebih dewasa dariku, tetapi tidak dengan jarak yang begitu jauh, bahkan tak pernah ku bercita-cita akan menjadi seorang ibu sambung, di tambah dengan cerita ibu tiri yang selama ini memiliki kesan yang jahat, tetapi kali ini aku merasakan begitu sayang kepada seorang gadis yang bukan sedarah dengan ku, akan tetapi dirinya adalah darah daging dari laki-laki dewasa yang kucintai, dan aku berjanji akan menyayangi nya seperti kami yang sedarah, dan akan kuubah kesan jika ibu tiri itu tak lagi seburuk cerita selama ini.

"Hana baik-baik disana ya, nanti kalau ada waktu tante pingin deh main ke Solo lagi"

"Janji ya tan?"

"Insyaallah ya sayang"

Hana sudah bersiap akan turun dari mobil, memang siang ini sopir keluarga bang Hendra yang mengantarkan kami ke Bandara.

Aku pun ikut turun bersama Hana, mengantarkan Hana yang akan berangkat ke Solo, yang mana seharusnya pagi tadi tetapi karena dirinya yang bermalasan bangun akhirnya baru siang ini dirinya pulang ke Solo.

"Tante Sinta"

"Ya"

"Hana boleh panggil bunda nggak?"

Kembali aku tersentuh akan sikap Hana, yang tak pernah menolakku sebagai pengganti sang ibu tetapi lebih memintaku untuk menjadi istri sang ayah.

"Boleh"

Kuanggukan kepalaku, dan dengan sekejap Hana memelukku bahagia.

Hana mungkin sama dengan anak-anak lainnya yang merindukan sosok kasih sayang ibu, bukan hanya sekedar materi yang bisa di dapatkan selama ini dari ayahnya.

Ditambah dengan nenek yang pastinya berbeda dengan kasih sayang orangtua sendiri meskipun sejak kecil tak pernah surut kasih sayang mereka.

"Hana pamit ya"

Setelah mencium tangan ku, Hana berjalan mulai menjauh, melambaikan tangan kearah ku serta berteriak yang lagi-lagi itu membuat ku terharu.

"Dadah bunda"





Jika ada typo mohon koreksinya, jika ada kata yang kurang tepat dalam penggunaan nya mohon koreksi harusnya memakai kata/kalimat yang bagaimana, biar saya perbaiki. Bukan sekedar menyalahkan. Terima kritik dan saran, matur suwun 🙏

Tbc

Cinta LokasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang