Bab 5|Tatto

1K 77 6
                                    


"Ji, kenapa melamun?"

Itu suara Minhye yang membuat lamunanku buyar. Sadar apa yang baru saja menyambangi pikiranku kepalaku dengan cepat menggeleng berusaha menepis jauh-jauh pikiran yang membuatku beberapa hari ini tidak bisa tidur.

"Apa ada masalah? Mau bercerita? Aku akan dengan senang hati mendengarkanmu." selalu saja dia menawarkan diri untuk mendengarkan keluh kesahku. Di sisi lain aku senang karena Minhye perduli, tapi aku sebenarnya tipe orang yang tidak suka mengumbar masalahku pada orang lain. Ya, walaupun Minhye bukan orang lain dia sudah menjadi sahabatku sejak sekolah menengah.

Sedekat apapun kami bukan berarti kami tidak pernah bertengkar. Dulu sekali, aku masih ingat jelas---tepatnya sewaktu kelas tiga kami pernah bertengkar penyebabnya, karena aku yang tidak mau mencerikan masalahku yang membuatku berubah menjadi pendiam. Minhye marah pada saat itu karena merasa aku tidak menganggapnya sepenting itu sampai tidak mau menceritakan masalahku. Padahal kami sangat dekat. Seminggu lebih kami mendiami satu sama lain sampai akhirnya aku yang meminta maaf karena memang aku yang salah, sejak hari itu kami memutuskan untuk tidak menyembunyikan masalah.

Jadi aku tidak punya pilihan lain selain bercerita melihat tatapan penuh harapan Minhye.

"Tiga hari yang lalu aku bermimpi buruk," aku tidak siap menceritakan yang sebanarnya pada Minhye bahwa tiga hari yang lalu orang yang tidak aku tahu siapa namanya dan seperti apa rupanya telah merebut ciuman pertamaku.

"Mimpi buruk?"

"Hm, aku bermimpi seorang laki-laki menciumku tapi sayangnya aku tidak ingat dengan wajahnya, aneh bukan?" ku paksa bibirku tersenyum yang jatuhnya terlihat aneh dan itu mengundang tatapan curiga Minhye.

Apa dia menyadari aku sedang berbohong?

Melihat tatapannya membuatku mendadak gugup, tapi siapa yang menyangka Minhye tiba-tiba memukul bahuku dengan gigi putihnya yang terlihat saat dirinya tersenyum setengah tertawa. "Paboya! Itu namanya bukan mimpi buruk tapi itu mimpi yang indah." aku tak bisa menyembunyikan tampang terkejutku karena Minhye benar-benar mempercayaiku, padahal aku orang yang tidak pintar berbohong. "Sepertinya ada pesan yang ingin di sampaikan lewat mimpimu itu." tambahnya.

Sebenarnya aku tidak begitu perduli dengan kalimat terakhir Minhye, toh aku tidak pernah bermimpi di cium laki-laki. Tetapi demi menyempurnakan aktingku aku terpaksa menanggapinya. "Oh ya? Apa kau tau pesan apa itu?" tanyaku sekenanya.

"Kurasa sebentar lagi kau akan mendapatkan Namjachingu!" pungkasnya dengan yakin itu terlihat jelas dalam ekspresi wajahnya. Aku tidak tahu dia tau darimana pesan-pesan terselubung yang mencoba di sampaikan dalam mimpi, sebab aku tidak mempercayai hal-hal seperti itu.

"Eiyyy, itu tidak mungkin." aku mengibaskan tangan di depan wajahku.

"Ya, siapa tahu kan benar?"

"Sudahlah tidak perlu memikirkan hal yang tidak penting," ucapku yang menganggap ucapannya hanya omong kosong belaka.

"Jiyoo-ah,"

"Mwo?"

Manik Minhye terlihat berbinar menatap layar ponselnya yang ia arahkan padaku, aku menyipitkan mata untuk melihat apa yang ingin ia tunjukkan padaku.

Ternyata dia menunjukkan sebuah foto, awalnya aku tidak begitu tertarik. Tapi, dalam foto yang memperlihatkan Jungkook yang sedang memegang mic ada bagian dari tubuhnya yang menarik perhatianku.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Famed Neighbor (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang