"Part 32"

266 63 8
                                    

Yoona lalu menatapnya serius, "kenapa kau berbohong? Kenapa kau harus melangkah sejauh ini hanya untuk terluka pada akhirnya?"

"Eh?"

Yoona lalu cengengesan, "kau tak bisa berjuang sendirian, kau lupa dia pernah bilang padamu kalau kau jangan sampai melepas tangannya? Tapi yang kau lakukan saat ini malah menikam hatinya secara perlahan"

"Nuna..." Jaehyun tak percaya jika kakaknya bisa mengatakan hal seperti itu di saat kondisi mentalnya masih terganggu, walaupun kondisinya membaik tapi perkataan seperti itu tak mungkin keluar dari mulutnya.

Yoona melihat Sejeong dari kejauhan sedang berjalan menghampirinya, "dia ke sini..." Bisik Yoona.

Jaehyun mengikuti mata Yoona dan juga melihat Sejeong, diapun bergegas bersembunyi agar Sejeong tak tahu akan keberadaannya.

Yoona menepuk punggung Sejeong lalu memeluknya, dan di balik pohon yang tak jauh dari mereka Jaehyun berdiri di sana.

Selang beberapa menit Sejeong pun merasa lebih baik lalu memberikan file yang dia minta ke pamannya pada Yoona.

"Apa kau mengenal pria ini?" Tanya Sejeong.

Yoona mengangguk, "kata ayahku dia sempat menawarkan kelas the star padanya tapi dia menolak, apa Unnie tahu alasan dia menolak bergabung?"

Yoona kini terlihat seperti wanita normal seperti biasanya, dia melihat sekeliling seperti menyadari bahwa seseorang mengawasinya. Yoona kembali bertingkah seperti anak kecil lalu mengambil pensil warnanya lalu menggambar sesuatu di sana.

Sebuah gambar 4 elemen; air, tanah, api, dan udara. Lalu menggambar sebuah pohon berukuran sangat besar dan mewarnainya dengan pensil berwarna hitam.

Sejeong mengangguk mengerti lalu tersenyum dan merobek kertas itu, "unnie, bersabarlah sebentar lagi eum?" Gumam Sejeong.

Lalu dia pamit pergi, Jaehyun keluar setelah kepergian Sejeong dan menemui kakaknya lagi.

Dia hanya menatap kakaknya tanpa mengajaknya bicara, dia merasa bahwa kakaknya seperti orang normal tadi. Bahkan melebihi orang normal pada umumnya, perkataannya tadi menggambarkan bahwa dia juga bisa merasakan emosi dan menggunakan IQ nya untuk berpikir.

*****

Dokyeom dan Doyeon melengus namun khawatir melihat Mingyu terus berlari memutari lapangan sejak 2 jam yang lalu.

"Haruskah ku beritahu Sejeong?" Usul Doyeon.

"Dia bisa mati kelelahan jika terus berlari seperti itu" omelnya karena Dokyeom selalu menahannya untuk menghentikan Mingyu.

"Arrghhh, aku tak tahan lagi" Dokyeom melepas tas dan Hoodienya dan ikut berlari dengan Mingyu.

Hosh~ hosh~

"Apa yang kau lakukan?" Teriak Mingyu.

"Bukankah kita sahabat? Ayo berbagi luka denganku" pinta Dokyeom.

"Berhenti kubilangz kau tak akan pernah merasakan apa yang kurasakan setelah menghadapi kehilangan untuk ke-2 kalinya" suruh Mingyu.

"Maka dari itu kau ingin membuatku juga merasakannya? Aku tak ingin kehilangan sahabatku, kalau kau mau mati, ayo mati bersama"

"Dasar 2 orang bodoh itu" omel Doyeon melepas tasnya dan ikut berlari dengan mereka.

Sejak pemakaman ayahnya, Mingyu seperti mayat hidup. Dia tak bergairah, juga tak memperlihatkan emosinya dan terus saja menghukum dirinya sendiri.

Tak lama kemudian, Taeyong, somi dan Nayeon ikut berlari dengan mereka.

"Menangis lah bodoh" suruh Taeyong

"School 2019" (The End)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang