Sudah setengah jam Aliza dan Alano menunggu di halte namun jemputan Aliza belum juga sampai. Aliza, gadis itu kedinginan di balik jaket bomber miliknya. Keinginan memeluk gadis mungil itu semakin lama semakin besar. Alano ingin sekali merengkuh tubuhnya, menyalurkan kehangatan lewat genggaman tangan. Namun, gadis itu seakan enggan mendekatinya. Dia berpikir, apakah penculik itu melarang gadis itu berteman dengan laki-laki. Dilihatnya, Aliza selalu bersikap cuek jika berhadapan dengan laki-laki.
Jari jemari Aliza terulur, merasakan sensasi dinginnya air hujan menyentuh permukaan kulitnya. Alano masih memandanginya dari samping, sampai bibir pucat gadis itu membuat lengkungan lebar. Sepertinya Aliza senang melakukan itu, membiarkan tangannya terkena air hujan.
"Aliza," panggil Alano pelan. Gadis itu menoleh, menatap Alano dengan tatapan bertanya, "kita udah lama nunggu tapi sopir lo belum dateng juga. Gue anter aja gimana? Ini udah sore, bahaya kalau anak gadis di sini sendirian."
Aliza bergeming. "Tapi nanti Kak Ra—" sanggahnya menggantung mengingat Rafael sedang pergi sekarang. Apa pria itu akan tahu kalau ada seseorang yang menghantarkannya pulang. Jika dia tidak pulang bersama Alano maka dia mungkin akan berdiam diri di sini sampai petang.
"Lo tenang aja. Gue akan turunin lo sebelum rumah, gimana?" tawar Alano.
"Hm ... boleh deh. Mungkin Pak Jae lupa," balas Aliza ragu-ragu.
Alano tersenyum tipis, dalam hati dia bersorak ria. Untuk kedua kalinya Aliza menaiki mobil ini. Alano membukakan pintu untuk Aliza. "Jaketnya buka Liz, nutupin kepala biar gak keujanan."
Bukannya Aliza menuruti ucapan Alano, Aliza malah sengaja membiarkan tubuhnya kebasahan. Alano berdecak, dengan sekali gerakan Alano menarik lengan gadis itu.
"Lo keujanan dan gue juga keujanan! Kalau lo sakit gimana?" omel Alano sambil menuntun Aliza masuk ke dalam mobil, setelah Aliza masuk barulah Alano memutari mobilnya lalu masuk ke dalam. Dia sedikit melirik Aliza setelah itu langsung menjalankan mobilnya.
"Maaf Alano tapi ... Aliza suka. Rasanya semua hal yang Aliza tengah pikirkan hilang seketika. Awal mula Aliza sedih jadi ... sedikit berkurang kesedihannya," ucap Aliza merasa bersalah.
"Tapi nanti lo sakit." Gemas Alano. Dia tahu, Aliza mempunyai daya tahan tubuh lemas. Tidak boleh makan sembarangan, tidak boleh terkena sinar matahari terlalu lama dan berada di cuaca dingin. Alano tahu semua itu karena dia pernah melihatnya sendiri.
Aliza menatap Alano. "Alano juga basah. Pasti sakit, ini semua gara-gara Aliza."
Alano menghela nafasnya panjang. Jujur saja dia sangat senang ketika bersama Aliza tapi bersamaan dengan itu juga dia sering merasa gemas dan kesal. Sudah seperti itu, kenapa dia tidak sadar? Aliza benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.
Alano melirik Aliza, rambutnya sudah habis bahas kuyup. Bibir gadis itu pucat, tidak! Seluruh tubuhnya pucat. Apa yang harus dia lakukan sekarang?
"Aliza, gue berhenti dulu ya di toko depan sebentar. Inget jangan kemana-mana!" Alano menunjuk sebuah toko menggunakan dagunya. Aliza mengangguk seraya menatap derasnya hujan lewat jendela. Alano mengambil payung lipat lalu keluar dari mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Allovela [TAMAT]
Teen FictionWarning! 16+ "Bagi Kakak kamu itu kayak kapas. Ringan dan mudah dihempaskan." Ini tentang Aliza sang gadis tertutup. Hidupnya tertutup begitu pula matanya. Diculik selama sembilan tahun membuatnya menyayangi sang penculik sebagai mana seorang adik...