43. Hidup dan Mati🍁

5.4K 669 192
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Selamat membaca




Kaki jenjang Aliza melangkah dengan sangat cepat. Menghalau beberapa orang yang menghalangi jalannya. Setelah halusinasi itu, perasaan Aliza tak kunjung tenang. Jantungnya berdegup dengan sangat kencang, seperti telah menyelesaikan lomba lari maraton.

Sesampainya di ruangan Rafael, ia langsung masuk ke dalam dan memastikan kondisi Rafael baik-baik saja. Embusan nafas lega keluar begitu saja, tatkala tubuh Rafael masih ada di atas brankar. Tubuh lemah tak berdaya serta peralatan medis setia menempel di tubuhnya. Aliza senang, setidaknya halusinasi yang tadi ia alami tidak benar-benar terjadi.

Perlahan Aliza melangkahkan kakinya, mendekati brankar Rafael. "Kak Rafa ... Aliza bersyukur karena Kak Rafa baik-baik aja," ucap Aliza sendu. Tangannya terulur, mengusap tangan Rafael dengan kehati-hatian.

"Aliza?" panggil seseorang berbarengan dengan pintu ruangan yang terbuka. Refleks Aliza menoleh ke sumber suara. Di sana ada Pedric dan Bagas, membawakan beberapa kantung plastik.

Aliza berlari ke arah Pedric dan Bagas, lalu memeluk Pedric dengan sangat erat. Aliza merasakan telapak tangan Pedric mengelus-elus kepalanya.

"Papa," lirih Aliza.

Pedric melepaskan pelukan Aliza. "Jangan sedih putri kecil, Papa. Kakakmu akan segera sadar, percaya itu," ucap Pedric, penuh ketulusan.

"Iya. Jangan terlalu sedih Key. Dia pasti sadar," timpal Bagas sedari mengelus pucuk kepala Aliza.

"Iya Pah, Kak Bagas ... Aliza percaya, Kak Rafa pasti sa--"

Tiiit... tiiit... tiiit!

Ruangan seketika hening, hanya terdengar suara dari monitor patient yang bersuara panjang. Refleks ketiganya—Aliza, Pedric dan Bagas menoleh ke arah Rafael. Mata Pedric sontak melotot, pria itu berlari memencet tombol nurse call.

Bagas menggenggam telapak tangan Aliza erat. "Tenang, dia pasti baik-baik saja."

"Kak Rafa kenapa? Kenapa muka Papa sama Kak Bagas panik? Kak Rafa gak papa 'kan?" tanya Aliza, berusaha untuk berpikir positif.

"Sial, lama sekali dokter datang," gumam Bagas sambil menarik lengan Aliza, masuk ke dalam dekapannya.

Aliza hanya diam di dalam dekapan Bagas, pikirannya saat ini sedang melayang-layang entah ke mana. Wajah panik Pedric dan Bagas, seperti sudah menyimpulkan sesuatu hal buruk. Ia mendongkak, menatap langit-langit ruangan. Mengumpulkan sisa-sisa keberanian di dalam dirinya.

Tak lama dokter dan beberapa perawat masuk ke dalam ruangan dengan langkah tergesa-gesa. Pedric mengode Bagas, agar membawa Aliza keluar dari ruangan. Lagi dan lagi, Aliza hanya diam.

"Dear, ayo kita keluar. Biar dokter yang periksa Kak," bisik Bagas mengusap-usap rambut Aliza.

Aliza mendongkak, menatap Bagas sendu. "Kak Rafa baik-baik aja 'kan?"

Allovela [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang