Alano menurunkan Aliza di jarak beberapa meter dari rumah gadis itu. Dari awal Aliza keluar dari rumah Alano sampai saat ini, Alano perhatikan Aliza tampak gelisah. Keringat bercucuran di dahinya, padahal AC di mobil sudah sejuk. Gadis itu juga tak henti-henti memintanya agar melajukan mobilnya lebih cepat lagi.
"Alano, makasih ya. Besok-besok Aliza gak akan pulang bareng Lano lagi. Kita ngobrolnya di sekolah aja," ucap Aliza sambil tersenyum. Sebelah tangan Aliza terangat, sedikit melambai ke arah Alano. Mengode Alano agar segera pergi dari sini.
Alano membalas senyuman Aliza singkat. "Gue udah ngasih nomor gue ke lo. Kapan pun lo butuh bantuan atau ... lo butuh temen ngobrol, hubungi gue aja. Gue akan selalu ada."
Aliza mengangguk. "Iya Lano. Kalau gitu, Alano cepet-cepet pulang. Aliza mau pulang."
Aliza berlari meninggalkan mobil Alano. Sesekali dia menoleh ke belakang, mobil Alano tidak berpindah posisi, tetap ada di sana. Apa yang Alano lakukan di sana? Aliza menggeleng, tidak ingin berlama-lama menghawatirkan Alano.
Sesampainya di depan gerbang Aliza mengintip di celah pagar besi. Rumahnya sepi, tidak ada tanda-tanda kehidupan. Dalam hati, dia merapal doa. Semoga mimpi itu tidak menjadi nyata.
"Pak! Bi Nilam!" panggil Aliza sedikit berteriak.
Seseorang berpakaian hitam menghampiri Aliza dengan tergesa-gesa. Raut wajahnya panik, cepat-cepat pria itu membuka pintu gerbangnya. Tanpa bicara lagi, orang itu menyuruh Aliza masuk.
"Saya sudah mencari Non dimana-mana. Mengingat, ternyata Pak Jaelani ketiduran sampai sore. Saya benar-benar minta maaf atas nama Pak Jaelani," ucap Pak Arno sambil membungkuk, kepalanya menunduk.
Aliza menggigit bibir bawahnya. "Maaf Pak, karena Aliza Bapak jadi nunggu dan cariin Aliza."
Pak Arno menggeleng keras. "Kenapa Non yang minta maaf? Seharusnya saya yang minta maaf. Bersyukur, Non gak kehujanan dan baik-baik aja."
"Gak papa, Pak. Tadi ada temen yang nolongin Aliza, karena... Aliza basah kuyup. Jadi, Aliza ganti baju deh."
"Syukurlah kalau gitu, hm ... tapi Non? Itu ... anu." Pak Arno mengaruk tengkuknya. "Non jangan bilang Tuan Rafael ya? Saya takut dipecat."
"Aliza gak akan bilang."
"Terima kasih, Non. Ayo saya antar ke dalam rumah. Bi Nilam udah nangis-nangis, kamu belum pulang. Dia juga marah-marah ke Pak Jaelani."
Entah Aliza harus bersyukur atau takut saat ini. Apa yang dia mimpikan jauh dari kenyataan, sungguh dia bersyukur soal ini. Namun, bagaimana jika nanti Bi Nilam memberitahu Rafael saat pulang nanti?
Aliza masuk ke dalam rumah dengan langkah berat. Suara teriakan tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. Kepala Aliza mendongkak, tatapannya langsung tertuju pada seorang wanita paruh baya tengah berlarian ke arahnya. Wanita itu adalah Bi Nilam, dari jauh Aliza bisa memastikan bahwa wanita itu sedang menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Allovela [TAMAT]
Ficção AdolescenteWarning! 16+ "Bagi Kakak kamu itu kayak kapas. Ringan dan mudah dihempaskan." Ini tentang Aliza sang gadis tertutup. Hidupnya tertutup begitu pula matanya. Diculik selama sembilan tahun membuatnya menyayangi sang penculik sebagai mana seorang adik...