| delapan belas : Satelit

339 94 12
                                    

Perpisahan sekolah jadi ajang yang ditunggu-tunggu: pakai jas, kebaya, memoles makeup. Serasa jadi pangeran dan putri.

Semuanya bergulir dan memaksanya untuk bergerak maju dengan cepat, namun yang paling menyedihkan adalah ketika dia bahkan berjalan tanpa kaki.

Suasana ballroom hotel sangat ramai. Sekitar dua jam lagi akhirnya selesai acara gladi resik. Ya, ini hanya sekadar gladi resik acara perpisahan.

Panggung yang sudah hampir sepenuhnya rapi, masih ada anak OSIS yang sibuk mondar-mandir mengatur dekorasi. Di depan sana ada seorang guru dan salah satu adik kelas yang dikenalnya sedang mengatur posisi microphone agar sepantaran dengan tubuh Sang Guru.

Nuansa putih lebih mendominasi. Bumi tersenyum kecil memandang sekeliling, dia suka warna putih. Warnanya seolah memberinya ketenangan di dalam diri.

Gadis yang menyita atensinya penuh sedang melahap makanan di atas tempat duduknya, terlihat jelas dari tempatnya berdiri. Dilanjut dengan melempar candaan bersama teman-temannya. Sayangnya Bumi tak bisa mendengar apa yang membuat gadis itu tersenyum lebar.

Tak menyangka bahwa mereka akan berpisah secepat ini. Terlampau cepat, sampai membuatnya ingin muntah. Ia mabuk dengan perubahan. Ia tak pernah terbiasa dengan itu.

Analoginya tepat sekali. Bumi dan Bulan. Beriringan tapi tak pernah setujuan.

__

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang.

Saatnya pengumuman siswa dan siswi terbaik. Para guru yang berbaris di depan bersiap-siap menyebutkan siswa dan siswi yang berhasil menebus Perguruan Tinggi Negeri, spesifiknya jalur undangan.

Namanya dipanggil untuk maju ke depan, menerima penghargaan jadi murid yang berhasil lolos lewat jalur undangan sekaligus siswa berprestasi selama di sekolah.

Sepatu pantofel hitam menemani langkahnya berjalan, diiringin riuhnya tepuk tangan yang tak kunjung usai meski dirinya sudah menerima medali.

Beberapa nama disebut setelahnya. Tidak ingin menghabiskan banyak waktu, dengan cepat sudah hampir terkumpul semua di atas panggung.

"Rayasa Andi Maharaja."

Bumi terkikik melihat wajah Aletta yang berada di sampingnya. By the way, itu mantannya Aletta. Ingat waktu Aletta jadi seorang bucin di kelas sepuluh? Rayasa lah pacarnya saat itu.

"Terakhir. Ibu sedikit tidak menyangka dengan diterimanya teman kalian di University of Adelaide," Ibu guru itu menjeda, "karena sejujurnya anak ini tidak pernah menonjol di bidang akademik. Tapi dia mampu menebus dan melawan banyak pesaing yang ingin masuk ke sana. Kita beri tepuk tangan ... Binar Rembulan!"

Deg.

Gadis mungil dengan senyum tipisnya berjalan mendekat, terlihat kesulitan dengan rok batik yang dikenakan. Namun tak dapat memudarkan kecantikannya sedikit pun.

Bulan masih jadi objek tercantik yang tak pernah bosan ia pandang.

Sepertinya memang mereka benar-benar berpisah setelah ini.

Bulan melewatinya, bersamaan dengan itu hatinya nyeri bukan main.

Ia masih menyukai satelitnya. Tak berkurang dan semakin bertambah.

[🌕⛪🕌🌍
To be continued...]

Bonus foto satelitnya Bumi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bonus foto satelitnya Bumi.


Semakin dekat dengan ending~

Masih ada harapan nggak nih kalian? Wkwkwk

Jaga kesehatan, jangan lupa makan, dan bahagia selalu♡

Love you all,
From Deer.

✔️BUMI DAN BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang