| satu: Pupus

882 148 74
                                    

Nama panggilannya Bulan. Belakangan ini nama itu justru membuat ketenangan di masa SMA-nya hilang. Bagaimana tidak? Ada seorang pemuda yang memiliki nama cocok dengannya. Bukan, bukan cocok karena ramalan atau apapun itu, tapi karena nama mereka berdekatan—dalam arti.

Bulan dan Bumi.

Semua tahu bulan adalah satelit bumi. Kalau kata anak kelasan, Bulan yang itu adalah atmosfer Bumi yang itu. Singkatnya karena di mana pun Bulan berada, Bumi tiba-tiba merasa kikuk sendiri. Ya, itu sih kata anak kelas mereka, akan tetapi gadis ini tidak begitu menggubris.

Namun terkadang harapan dan ekspetasi tidak sesuai dengan apa yang berjalan. Seiring waktu yang dilalui, Bulan mau tak mau selalu memperhatikan Bumi. Alasannya jelas dikarenakan hampir semua temannya dan teman Bumi selalu meledek setiap mereka tak sengaja berpapasan.

Dia rasa, dirinya dan Bumi kini telah menyatukan anak sekelas, alias tumpangan kapal satu kelas. Akibatnya, setiap pembagian kelompok, semuanya serempak meneriakan nama Bulan dan Bumi dalam satu kelompok. Parahnya lagi semua guru ikut mencibir atau bahkan menjodoh-jodohkan.

Satu fakta lagi, wali kelas mereka seolah berperan sebagai President of Bubu. By the way, Bubu singkatan yang dibuat untuk Bumi dan Bulan. Kan sudah dibilang, mereka kapal satu kelas. Kembali lagi, wali kelas mereka langsung menunjuk mereka sebagai wakil dan ketua kelas.

Oke, Bulan tidak dibiarkan terlepas dalam waktu sekiranya satu tahun, itu pun jika tahun depan tidak sekelas lagi.

Sungguh, semuanya seperti memaksa agar mereka jatuh cinta terhadap satu sama lain. Alhasil, Bulan lama-kelamaan terbiasa melirik ke arah Bumi. Ini tidak baik jika diteruskan, bahkan bibirnya kelu untuk mengatakannya.

Seluruh kelas disibukkan dengan kegiatannya masing-masing, menyiapkan buku dan alat tulis sebab jam pelajaran berikutnya akan segera dimulai.

"Bulan, gue mau pinjem buku lo dong. Tinggal satu nomor lagi," pinta Caca dengan muka memelasnya. Istilah pinjam bukan berarti benar-benar meminjam, kasarnya nyontek dong. Bulan menggeser bukunya yang kini sudah terbuka lebar.

"Assalamua'laikum." Serempak semua menoleh ke arah pintu dan buru-buru menjawab salam dari guru agama mereka.

Ada sekitar lima orang yang maju ke depan, hendak berpamitan untuk keluar kelas. Kenapa? Jawabannya jelas, karena mereka memiliki ajaran yang berbeda dari ajaran agamanya.

Bulan menatap lurus, tak sadar mulutnya sedikit mengerucut—tidak senang. Objek pandangannya berpindah menuju pintu. Bulan hampir tersedak ketika Bumi menoleh ke belakang, tatapannya tepat memandang bola mata miliknya, mata mereka baru saja bersirobok sebelum akhirnya Bumi menghilang dari balik pintu.

Sudah jelas kan, mengapa ia memilih tidak meneruskan perasaan ini? Selain makan hati, suka dengan orang yang berbeda keyakinan terlalu berat.

Bulan menyerah saja – menyudahi perasaan tertariknya. Menyerah adalah pilihan terbaik untuk saat ini.





[🌕⛪🕌 🌎
To be continued...]

Hey, hey!
Gimana-gimana? Suka gak chapter awalnya?

Seperti yang ada di sinopsis, ini short story. Jadi makanya pendek-pendek. Aku kayaknya bisa update seminggu sekali, dua kali juga bisa bahkan (kalau kalian mau) 🙃 jadi gimana guys? Terserah kalian aja, aku manut hehe:))

Btw, ini bukan kayak kisah cinta beda agama kebanyakan. Aku bikin ringan banget dan jarang nge up soal perbedaan mereka.

I hope you guys enjoy! ♡

Don't forget to vote and like supaya aku makin semangat nge up nyaa🙌🏼

See you at next chapter!







Love you all,
From Deer.

✔️BUMI DAN BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang