Bersyukur adalah kunci bahagia, sekecil apa pun yang Allah berikan pada kita, bersyukurlah. Orang yang bahagia adalah dia yang mau menerima (bersyukur) sekecil apa pun yang ia dapatkan.~ Full Of Secret ~
***
Safa tengah mengemas barang-barang dikamarnya, pukul 9 pagi tadi ia sudah kembali ke rumah orang tuanya bersama Sakha dan Alfi. Sedangkan, keluarga Sakha yang lainnya, sudah berangkat ke Jakarta lebih dulu tadi. Ia memang akan ikut tinggal bersama Sakha di Jakarta, padahal niat awalnya untuk berada di kota itu adalah untuk menyelesaikan masalahnya. Namun, kembali lagi pada rencana Allah yang tak pernah terduga. Tanpa Safa sangka, ia malah akan menetap tinggal di Jakarta.
Kegiatan Safa yang tengah memasukkan sebagian bajunya ke dalam tas berukuran besar terhenti, saat tanpa sengaja ia menemukan sebuah amplop putih yang terselip di lipatan bajunya. Tanpa ia buka, Safa sudah tahu apa isinya. Dan, yang pastinya, isi amplop itu adalah awal dari masalah yang ia hadapi.
“Ekhm ....” Suara deheman itu, sontak membuat Safa langsung menyembunyikan amplop putih itu di bawah bantal. Lalu, ia melihat ke sumber suara, di mana Sakha sudah berdiri di ambang pintu kamarnya.
Saat itu juga Safa bangkit dari kasurnya, lalu berjalan menghampiri Sakha dengan senyuman yang mengembang. Meski, Sakha tak membalasnya, bahkan tak mempedulikannya.
“Kenapa, Mas? Butuh sesuatu?” tanya Safa.
“Udah setengah 11, packing-nya udah belum?” tanya balik Sakha, masih dengan nada suara yang terdengar ketus dan dingin.
“Udah, sih, Mas. Barang-barang Safa cuma tinggal sedikit di sini, sebagian lagi ada di kontrakan,” jawabnya.
Sakha mengangguk paham, lalu memberikan kunci mobilnya pada Safa. Seraya berkata, “Buka bagasi mobil, biar saya yang bawa barang-barang kamu.”
“Nggak usah, Mas. Biar Safa aja yang bawa barang-barangnya, nggak berat, kok.”
“Nurut aja kenapa, sih?”
“Ya, udah, deh. Safa yang buka bagasi mobilnya,” ucap Safa mengalah, lalu keluar kamar untuk ke halaman depan rumahnya.
Sedangkan Sakha berjalan menuju kasur Safa, ini baru pertama kalinya ia masuk ke kamar Safa. Karena ini juga untuk pertama kalinya, ia datang ke rumah Safa. Rumahnya terlihat nyaman, meski tidak besar. Tetapi, suasananya enak di sana, dingin dan sejuk. Tidak seperti di Jakarta yang panas.
Ia mengambil tas jinjing besar yang ada di kasur, lalu berjalan keluar setelah selesai memandangi isi kamar Safa yang biasa-biasa saja. Namun, semua barang tertata rapi.
Tepat saat di ambang pintu keluar, langkahnya terhenti saat mendengar dan melihat pembicaraan antara Safa dengan seorang ibu-ibu yang tak ia kenal di halaman depan sana.
“Enak banget, ya, jadi kamu, Safa. Bisa nikah sama orang kaya, saya masih bingung. Kok, ada, ya, orang kaya yang mau nikahin kamu? Padahal, kamu udah punya anak yang asal-usul bapaknya aja nggak tau. Jangan-jangan kamu pelet mereka, ya.”
“Astaghfirullah, buat apa saya pelet mereka, Bu? Saya udah banyak dosa, ngapain juga nambahin dosa dengan melakukan hal-hal yang musyrik seperti itu?”
“Ya, buat kamu bahagia. Kamu pasti bahagia banget, kan? Bukan hanya jadi istri dari orang kaya, tapi kamu juga bisa menutupi aib kamu yang pernah hamil di luar nikah.”
Sakha melihat Safa yang terdiam setelah mendengar ucapan ibu itu, ia tak tahu apa yang tengah dipikirkan Safa. Ia juga tak bisa melihat wajahnya, karena posisi Safa tepat membelakanginya.
“Tanpa menikah dengan orang kaya juga saya bahagia, Bu.”
“Masa, sih? Buktinya kamu sering banget pergi ke Jakarta, itu buat apa kalau bukan untuk nyari laki orang kaya?”
“Niat saya pergi ke Jakarta itu, hanya untuk kerja, Bu. Bukan untuk manfaatin orang kaya, buat menjadi suami saya. Kalaupun sekarang saya mendapatkan suami orang sana dan ternyata orang kaya, itu mungkin sudah jalan dari Allah.”
“Ibu mau hidup bahagia? Mudah, kok, caranya. Bersyukur, itu kunci bahagia. Syukuri apa yang Allah berikan pada Ibu, sekecil apa pun rezeki yang Ibu dapatkan, syukuri. Karena dengan bersyukur, hidup akan lebih mudah dan ringan dari beban. Sedangkan, tanpa bersyukur, orang tak akan pernah merasakan bahagia. Kenapa? Karena dia ingin selalu mendapatkan yang lebih dari apa yang ia dapatkan, dia tidak akan merasa cukup. Sampai akhirnya tidak bisa merasa bahagia dengan apa yang dimilikinya sendiri.”
Air muka Ibu itu tampak keruh, saat mendengar penjelasan dari Safa. Merasa kesal, karena Safa bisa membalas ucapannya.
Sakha yang melihatnya, hanya menghela napasnya. Lalu, melanjutkan langkahnya yang tertunda. “Safa!” panggilnya, yang membuat kedua orang itu mengalihkan pandangan ke arahnya.
“Eh, maaf, saya tinggal dulu, Bu. Permisi, assalamualaikum,” ucap Safa sopan, sebelum akhirnya menghampiri Sakha yang sudah berada di dekat mobilnya.
“Saya nyuruh buka bagasi, ‘kan? Terus kenapa malah ngobrol?” tanya Sakha pura-pura tak tahu.
“Maaf, Mas. Barusan tetangga Safa mau ngucapin selamat, sama minta maaf karena kemarin nggak bisa hadir ke acara pernikahan kita,” jawab Safa, yang ia tahu tengah berbohong.
Sakha tak tahu alasan apa yang membuat Safa menjawabnya dengan berbohong, padahal Ibu yang barusan sama sekali tidak mengucapkan kata selamat atas pernikahannya. Apa pun itu alasan Safa, Sakha tak mau peduli. Ia memilih memasukkan barang-barang Safa ke dalam bagasi mobilnya yang sudah Safa buka.
Mereka akan berangkat ke Jakarta sebentar lagi, Sakha tak bisa berlama-lama di sana. Karena ia harus kembali bekerja, meskipun ia bekerja di perusahaan kedua orang tuanya. Namun, ia harus tetap profesional. Apalagi, ketika di hadapan mamanya, yang tahu dirinya suka kabur dari kantor seenaknya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Full Of Secret ✓ [TERBIT : LOTUS PUBLISHER]
Romance[Repost] • Pemenang GMG Hunting Writers 2021 kategori Best Branding • Happy Reading • Hal yang Sakha benci di dunia ini adalah seseorang yang pergi tanpa pamit. Lalu, apa jadinya jika orang yang paling ia cinta, melakukan hal...