22. Tak peduli tapi khawatir

1.5K 218 30
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sekuat apa pun berusaha untuk tak peduli, kamu tetaplah kamu. Yang selalu berhasil membuat hatiku tak bisa tenang.

Sakha Abi Baskara

~ Full Of Secret ~

***

Pagi ini Luna harus pergi ke tempat kerjanya dengan berlari, ia telat bangun pagi ini. Untuk itu, sekarang ia berlarian di jalan agar tidak terlambat ke restoran. Untung saja tempat kerjanya itu, tidak terlalu jauh dari kontrakannya.

“Duh, sepuluh menit lagi,” gumamnya masih terus berlari. Ia tidak menggunakan kendaraan umum, ataupun ojek online seperti biasanya. Ponselnya mati, sehingga ia tak bisa memesan ojek online. Luna hendak meminjam ponsel Fitri, tapi gadis itu sudah pergi lebih dahulu untuk ke kampusnya.

Bruk!

Karena terburu-buru dan kurang fokus, Luna tak sengaja menubruk seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya. Membuat, barang-barang yang dibawa orang itu, terjatuh ke trotoar. “Duh, maaf, maaf, saya nggak sengaja,” ujar Luna sambil membantu orang itu, mengambil beberapa buku yang jatuh.

“Iya, nggak apa-apa, gue juga barusan jalannya nggak bener. Malah fokus sama ponsel.”

Luna memberikan bukunya pada cowok itu, seraya berkata, “Sekali lagi maaf, ya. Saya lagi buru-buru soalnya. Mas-nya nggak apa-apa, kan?” tanyanya memastikan.

“Gue nggak apa-apa, dan jangan panggil, Mas. Gue bukan Mas-mas, panggil aja gue, Vito,” ujar cowok bernama Vito itu.

“Eh, iya, Vito. Kalau gitu, saya duluan karena harus ke tempat kerja,” kata Luna yang dibalas dengan anggukan Vito.
Luna pun kembali melanjutkan larinya, sebelum ia benar-benar terlambat masuk kerja.

***

Jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam, Sakha masih mondar-mandir di ruang TV dengan perasaan tak tenang. Bagaimana bisa ia tenang, jika Safa tidak ada di apartemen dan belum pulang sampai sekarang.

Sebenarnya ke mana perempuan itu? Mamanya sudah menerornya sedari tadi menanyakan kabar Safa, tapi ia tidak tahu harus menjawab apa karena Safa belum kembali.

“Akika tadi ketumbar Beby Safa di bawah, deseu tepok-tepok dadanya sambil nangis, Bose. Tapi waktu akika tanya, deseu cuma belong haus. Akika tinta percaya, kayangan adinda yang disembunyiin deseu. Bose tau tinta deseu kenapose? Soalnya, deseu nangis habiba dorayaki sindang.”

Seketika ia teringat ucapan Surya yang sempat bertemu Safa tadi siang, apakah Safa pergi dan tak mau pulang karena melihat kejadian tadi? Bahkan, Surya bilang Safa menangis setelah dari kantor. Karena tidak masuk akal jika perempuan itu menangis hanya karena haus.

“Nggak seharusnya gue kayak gini, gue nggak peduli sama dia. Jadi, buat apa gue bingung sendiri, mau pulang atau nggak terserah dia,” gumamnya, tapi apa yang diucapkannya itu sangat berbanding terbalik dengan apa yang hatinya rasakan. Dan, Sakha sangat membenci perasaan itu.

Cklk!

“Assalamualaikum.”

Suara itu, membuat Sakha mengalihkan pandangannya ke asal suara, lalu kakinya melangkah cepat menghampiri seseorang yang sedari tadi ditunggunya. 

“Kamu dari mana aja, sih, huh? Jangan mentang-mentang saya nggak melarang kamu pergi, kamu bisa bebas pergi dan pulang seenaknya, Luna!” bentak Sakha yang membuat Safa menundukkan kepalanya.

“Sebenarnya apa, sih, yang kamu lakukan di luar sana, sampai kamu baru pulang jam segini? Kencan sama laki-laki lain yang lebih kaya?”

Safa mendongkakkan kepalanya saat mendengar ucapan Sakha yang sama sekali tak ada benarnya. “Kenapa Mas bilang gitu?” tanyanya.

“Karena kamu perempuan murahan!”

Deg!

Dada Safa sesak rasanya mendengar kata itu yang terlontar dari mulut Sakha, sudah 3 kali ia mendengar kata ‘perempuan murahan’ dari mulut Sakha. Dan itu, rasanya sangat sakit serta perih.

“Saya nggak peduli dengan apa yang kamu lakukan di luar sana, entah itu kencan, pacaran, atau apa pun itu. Saya tidak peduli! Saya cuma mau bilang, agar kamu tidak seenaknya pergi dan pulang ke apartemen ini. Karena ini apartemen saya, bukan punya kamu yang bisa kamu datangi dan tinggalkan begitu saja. Setidaknya, jika pergi lama-lama ajak anak haram kamu itu agar tidak menyusahkan saya!”

“Mas boleh hina Safa dengan kata perempuan murahan, tapi jangan pernah hina Alfi dengan kata-kata kasar kamu itu,” ujar Safa, membuat Sakha tersenyum mengejek.

“Kenapa? Memang benar, kan? Alfi itu anak haram, apa lagi sebutan yang cocok untuk seorang anak yang lahir sebelum menikah. Jika bukan anak haram, huh? Bahkan, ayahnya aja tidak mau bertanggung jawab,” balas Sakha, membuat air mata Safa menetes begitu saja. Hatinya sudah terlalu perih sejak kejadian siang tadi, sekarang ditambah dengan kata-kata pedas dari Sakha. Membuat ia tak bisa menahan air matanya lebih lama lagi. Hatinya benar-benar terluka.

“Mas marah karena Safa pulang malam, kan? Tapi, kenapa Mas malah bawa-bawa, Alfi? Bahkan, Alfi tidak salah apa-apa, Alfi tidak tau apa-apa. Terus kenapa Mas tega bilang jika Alfi itu –”

“Karena saya membenci kamu, Luna! Saya sangat, sangat, membenci kamu! Kamu yang telah membuat saya terluka, kamu yang telah menghancurkan semuanya. Hati saya hancur karena kamu, dan kehadiran Alfi sebagai anak kamu. Seharusnya jika dulu kamu pergi, kamu tak usah muncul di hadapanku lagi. Karena buat apa, huh? Kehadiran kamu sekarang cuma membuat aku tersiksa, Luna. Dan, aku membencinya!” Setelah mengatakan itu, Sakha melenggang pergi begitu saja, masuk ke kamarnya.

Air mata Safa semakin deras menetes, melihat kekecewaan pada mata Sakha membuat hatinya semakin terluka. Ia ingin segera mengakhiri semuanya, hanya saja ia tak bisa melakukannya sekarang.

“Maaf, maafin aku. Aku yang salah, kamu benar, semuanya karena aku. Bahkan, bukan hanya kamu yang aku buat terluka. Tetapi, juga kedua orang tuaku.”

***

Akika : Aku

Ketumbar : Ketemu 

Deseu : Dia

Belong : Bilang

Tinta : Tidak

Kayangan : Kayak

Adinda : Ada 

Kenapose : Kenapa

Habiba : Habis

Dorayaki : Dari

Sindang : Sini

Full Of Secret ✓ [TERBIT : LOTUS PUBLISHER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang