Wound
Sepulang sekolah Renjun langsung ke ruang OSIS. Ada sesuatu yang harus di carinya disana.
Renjun membuka pintu ruang OSIS ketika ia sampai disana. Beruntung di dalam ada Jaemin, Si ketua OSIS.
"Ada apa Ren?"
"Gue mau minta data data siswa. Boleh?" Tanyanya pada Jaemin.
"Boleh, tapi buat apa?"
"Ga perlu tau, intinya ini penting."
"Oh." Jaemin membuka lacinya, ia lalu memberikan dua map berwarna biru pada Renjun.
Renjun menerima kedua map tersebut lalu membukanya. Melihat satu satu data data siswa dengan teliti.
Wound
Sudah satu jam Renjun melihat setumpukan kertas itu. Membuat Jaemin yang sedari tadi melihat aksinya tertidur.
"Akhirnya anjir ketemu!" Seru Renjun.
Jaemin yang mendengar seruan Renjun terbangun, "kaget gue Ren." Ucapnya mengelus dadanya.
"Sorry Jaem. Btw thanks ya. Gue balik dulu." Pamit Renjun yang dijawab anggukan oleh Jaemin.
Jaemin berdiri, lalu menoleh ke sofa yang di duduki Renjun, keningnya mengernyit.
Seperkian detik kemudian, ia membelakan matanya, "RENJUN BERESIN KERTAS KERTASNYA ANJING! JANGAN ASAL KABUR AJA LO BANGSAT! BABI NAMBAHIN KERJAAN GUE AJA LO REN!"
Wound
Renjun menghentikan motornya di depan gudang kemarin. Ia lalu berjalan memasuki gudang.
"Jen?"
Jennie yang sedang mencoba mengobati tumitnya itupun terperanjat kaget.
"E-eh Renjun. Kamu kenapa kesini?"
"Gapapa. Nemenin lo." Ucapnya santai sembari berjalan mendekat ke Jennie.
Jennie hanya mengangguk, ia kembali fokus mengobati tumitnya.
"Mau gue bantu gak?" Tanya Renjun.
Jennie menggeleng kecil, ia tersenyum pada Renjun, "tidak perlu. Ini sudah hampir selesai."
Renjun terdiam. Ia lalu beranjak dari duduknya dan jongkok di depan Jennie. Tangannya merebut kapas di tangan Jennie lalu mengobati tumit Jennie.
"Ren-
"Diem, gausah bawel." Potong Renjun. Jennie yang mendengarnya pun diam
"Lo dapet luka ini darimana? Kok banyak banget?"
Jennie hanya tersenyum, tidak berniat untuk menjawab.
Renjun mendongak, "gue gaboleh tau?"
Jennie menggeleng kecil.
"Kenapa?"
Lagi lagi Jennie hanya tersenyum, tidak berniat untuk menjawab.
Sementara Renjun kembali fokus mengobati tumit Jennie.
Hening. Tidak ada pembicaraan lagi setelahnya. Jennie hanya diam memikirkan sesuatu sedangkan Renjun fokus dengan tumit Jennie.
"Nah, selesai."
"Terimakasih, Renjun." Ucap Jennie. Ia membereskan obat obatan dan kapas yang tadi digunakan lalu memasukkannya kedalam tas sekolahnya.
"Kalau boleh tau kemarin kenapa lo dipukulin sama geng nya Hera?" Tanya Renjun.
"Tidak apa apa. Bukan masalah besar."
Ah, sepertinya gadis itu benar benar tidak ingin memberitahu Renjun. Kenapa Renjun tidak boleh tahu?
Hei Renjun Alhendry, memangnya kau siapanya Jennie, sih? Sampai harus tahu urusannya?
Ah iya benar juga. Renjun kan bukan siapa siapanya Jennie. Jadi buat apa gadis itu memberitahunya. Lagipula jika Jennie memberitahunya, apa yang akan Renjun lakukan setelah ia tahu? Toh apapun alasannya ia tak berhak melakukan apapun.
Tetapi, kenapa rasanya sakit ketika Jennie tidak mau memberitahunya? Ah astaga, ini membuat kepala menjadi pening.
"Jen, kayaknya lo gabisa jalan. Gue anter ya?" Tawar Renjun.
Jennie menggeleng kecil, ia teringat ucapan Hera yang melarangnya dekat dekat dengan Renjun.
"Tapi Jen, lo gabisa jalan. Tumit lo luka, gimana lo mau pulang? Masa ngesot sih? Kan ga mungkin." Ucap Renjun sedikit memaksa Jennie agar ia mau di antar olehnya.
"Aku tidak apa Ren. Kamu bisa pulang sekarang. Aku tidak mau merepotkanmu, lagipula aku bisa sendiri kok." Tolak Jennie halus.
"Tapi Je-
"Pulanglah Renjun. Jangan khawatirkan aku. Aku benar benar tidak apa apa."
Renjun hendak melawan, tetapi Jennie menatapnya penuh harap, membuat Renjun mau tak mau mengikuti apa kata gadis itu.
Sebelum ia pergi, Renjun mengambil sesuatu di dalam tasnya. Ia lalu memberikannya pada Jennie.
"Ini ada nasi padang. Lo makan ya, gue tau lo belum makan." Setelahnya, Renjun benar benar pergi meninggalkan gadis itu.
"Maaf..." gumamnya sembari menatap sendu punggung Renjun yang telah menghilang di balik pintu gudang.
Wound
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] wound, kjn & hrj
Random[ COMPLETED ] Ini adalah sepenggal kisah tentang Rubyara Jennie, gadis dengan seribu luka dihidupnya. ©purplebluef