(18) Wound

730 149 18
                                    

Wound

Renjun menendang pintu kamar rawat inap nomor 698 tersebut. Dan seperti biasa, Jeno yang kaget melempar botol aqua yang disampingnya ke sembarang arah.

"Lo bisa ga sih njing buka pintu itu kalem? Pake tangan, bukan pake kaki." Cerocos Jeno yang di hiraukan oleh Renjun.

"Jelasin semuanya, No." Pinta Renjun.

Jeno yang asik mencibir Renjun itupun menghela nafas panjang. "Kata dokter, Jennie kritis. Kepalanya mengalami benturan yang keras. Membuat Jennie gegar otak ringan. Terus juga luka lukanya terlalu banyak. Apalagi kakinya melepuh dan cuma di obatin sama obat obatan ringan. Terus juga kata dokter luka jahitan di bagian tangan kanan Jennie kebuka lebar. Kalo aja tadi Jennie ga buru buru di bawa ke rumah sakit, mungkin dia udah gak ada, Ren." Jelas Jeno panjang lebar.

Renjun memegang erat tangan Jennie, di ciumnya tangan mungil itu berkali kali.

"Awalnya gue juga kaget waktu dokter bilang gitu. Tapi emang kenyataannya gitu Ren. Kata dokter Jennie koma. Kemungkinan dua minggu lagi dia bangun." Ucap Jeno.

"No, bisa tinggalin gue berdua sama Jennie gak?" Tanya Renjun yang di balas anggukan oleh Jeno.

"Yaudah kalo gitu gue mau ke kantin." Pamit Jeno dan keluar dari sana.

Renjun beranjak dari duduknya. Ia lalu menidurkan dirinya di samping Jennie. Di dekapnya tubuh kurus Jennie.

"Maaf... maafin gue. Maafin gue gabisa jagain lo. Gue ga becus jadi temen yang baik buat lo Jen, maaf."

Tanpa disadari, Renjun meneteskan air matanya. Pertama kalinya ia menangisi seorang wanita, kecuali ibunya.

Renjun mengeratkan dekapannya. Ia sangat menyukai aroma dari tubuh Jennie.

"Gue sayang lo, Jen." Bisik Renjun. Di kecupnya kening Jennie cukup lama, setelahnya ia ikut terlelap.

wound

"Ren, psstttt... Ren!"

"Renjunnnnnnn~"

"Rennnnnnn─"

"Juuuuuuuunnnnnnnn!!!!"

"WOI RENJUN!!"

"Ck! Lo tidur apa mati sih?" Jeno berdecak kesal karena Renjun sedari tadi tidak bangun, padahal dia sudah meneriakinya tepat di telinganya.

Jeno terlihat berpikir, sedetik kemudian ia menjetikkan jarinya dan bersmirk.

"Sayang~ ayo bangun, kamu gamau telat nganter anak kita ke sekolah kan?" Bisik Jeno tepat di telinga Renjun, namun Renjun tak kunjung bangun.

"Sayang ku Renjun~ Injunieeee~ sayanggg~ suamiku~ istriku~"

"ARGH ANJIR GELI!!!" Renjun bangun dari tidurnya sembari berteriak. Ia lalu menoleh ke samping, mendapati Jeno yang sedang cekikikan dengan bulu kemoceng di genggamannya.

Iya, jadi Jeno berbisik di telinga kiri Renjun, dengan tangannya yang sibuk menggelitiki telinga kanan Renjun.

"JENO ALANDRAAAAAAA─MMHHH" melihat Renjun berteriak, Jeno dengan cepat membekap mulut Renjun.

"Gausah berisik bego! Ini rumah sakit bukan tempat habitat lo." Ucapnya, setelahnya ia melepaskan tangannya dari mulut Renjun.

"Anjing! Lo sih, make gelitikin kuping gue, mana manggil sayang. Gue masih waras sorry, masih doyan cewek, masih demen J─" belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Renjun sudah membekap mulutnya.

Jeno tersenyum jahil, "hayoloh, demen sama siapa tuh? J siapa tuh? Jennie? BWAHAHAHAHAHA!!!! AKHIRNYA LO NGAKUIN KALO LO DEMEN SAMA JENNIE!! BWAHAHAHAHA!!!"

Bugh!

"ADOH SAKIT GOBLOK!!" Teriak Jeno saat kaki Renjun menendang miliknya.

"Lo sih, berisik. Ini rumah sakit, bukan habitat lo. Lagian gue ga demen sama Jennie, gue tuh bener bener nganggep Jennie temen yang harus gue lindungi, ga lebih."

"Lah terus? J tadi siapa? Masa Jeno?" Ucap Jeno sembari memegang selangkangannya, mencoba menahan segala rasa sakit, ea.

"NAJIS BANGSAT!"

Bugh!

"SANTAI ANJING! GAUSAH NENDANG PUNYA GUE JUGA!! GA CUKUP LO PUNYA TUH BUWUNG SATU?!"

Tok tok tok...

Renjun dan Jeno saling tatap, sedetik kemudian Renjun turun dari ranjang dan berjalan menuju pintu.

"Ya? Dengan siapa disana? Ada yang perlu saya bantu?" Ucap Renjun setelah membuka pintu.

"Lo berisik, goblok! Inget ini rumah sakit bukan hutan." Ucap seseorang tersebut.

Renjun yang mendengarnya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Eh, maaf. Temen saya biadab, makanya ga bisa kontrol suara. Sekali lagi maaf ya."

Orang tersebut hanya mendecih lalu pergi dari hadapan Renjun dan masuk ke kamar samping kamar Jennie.

"Sombong amat jadi makhluk." Renjun masuk ke dalam lalu menutup pintu kamar.

"Makan sono lo, udah malem. Gue gamau ya lo ikutan sakit, puyeng gue yang ada." Ucap Jeno ketika Renjun selesai menutup pintu.

"Ogah, males jalan ke kantin. Mending tidur bareng Jennie." Ucap Renjun sembari berjalan ke arah ranjang.

"Makan gak, Njing?!" Ucap Jeno sembari melotot ke arah Renjun, namun di hiraukan oleh Renjun, kasian.

"Ck! Renjun, lo tuh kalo disuruh makan tuh nurut. Lo tuh kalo lagi sakit itu tuh manja, kalo semisal lo sakit, yang harus ngurus kan gue. Bisa stres gue kalo ngurus lo. Jadi lo ma─

"Berisik goblok. Iya ini gue makan." Sela Renjun sembari turun dari ranjang dan menuju pintu kamar.

"Nah gitu kek." Ucap Jeno sembari melanjutkan kegiatannya membaca wattpad.

Wound

Kalian tau ga sih, komen kalian di chapter sebelumnya itu bener bener buat semangat aku meledak. MAKASIH GUYS AI LUP YU HUWAAA 😭❤️

Segini dulu ya chapter hari ini. Kalo sempat aku usahain besok up lagi. Have a nice day semuaaaa ❤️!

[✓] wound, kjn & hrjTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang