(9) Wound

847 174 11
                                    

Wound

Renjun berlari di koridor rumah sakit. Di dalam pikirannya hanya Jennie saat ini.

Sampai pada kamar nomor 457, Renjun membuka pintu kamar tersebut dengan kencang. Membuat Jeno yang ada di dalam terkejut bukan main.

Brak!

"EH ANJING ANJING ANJING BANGSAT!!" Latah Jeno sembari melempar botol aqua yang ada di sampingnya asal.

Untung tidak ponselnya yang ada di genggamannya.

"JENNIE!" Renjun berlari menghampiri ranjang pasien Jennie. Ia terduduk lemas di kursi dekat ranjang pasien. di genggamnya tangan mungil Jennie.

Sekujur badannya penuh dengan perban (jangan mikir mumi plis). Membuat Renjun ngilu melihatnya.

"Kenapa bisa kayak gini No?" Tanya Renjun pada Jeno. Posisinya tidak berpindah, masih setia menggenggam tangan Jennie.

Jeno yang masih kesal itupun menjawab dengan tak niat.

"Tadi gue nemuin dia di taman belakang sekolah, badannya udah babak belur ga karuan, ngeri gue. Gatau siapa yang buat dia kayak gini. Ga ada hati sumpah." Jelas Jeno.

"Sempet tadi gue ngira dia zom-ADOH SAKIT ANJENG!!" Jeno memegangi kepalanya yang ngilu akibat ulah Renjun yang melempar sepatunya ke kepala Jeno.

"Ngomong yang ngga ngga sekali lagi, gue bacok lo." Ancam Renjun, sementara Jeno hanya mencibir.

Seperkian detik kemudian, Jennie menggeliat, membuat Renjun yang sedari tadi masih setia menggenggam tangan Jennie reflek memeluk Jennie.

"JENNIE?! AKHIRNYA LO BANGUN JUGA!!" Seru Renjun.

"Eungh? Aku... dimana?" Tanya Jennie dengan suara paraunya.

"Lo di rumah sakit, tadi gue nemuin lo di taman belakang sekolah. Lo pingsan, badan lo luka semua. Lo habis di pukulin ya?" Tanya Jeno yang dijawab gelengan kepala oleh Jennie.

Jennie mencoba duduk, tetapi badannya terlalu sakit untuk di gerakan.

"Jangan dipaksa duduk kalo gabisa. Udah tiduran aja." Ucap Renjun.

"Tidak bisa Ren, aku harus pulang. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan di rumah." Ucap Jennie kekeuh.

"Tapi Jen, lo tuh lagi sakit. Lihat tuh badan lo, di perban semua. Udah gausah nekat deh."

"Nah betul Jen apa yang di bilang Renjun. Lagian tadi dokter bilang lo harus di rawat paling nggak selama dua hari."

Jennie menunduk, astaga bagaimana ini. Pasti dia akan di marahi habis habisan oleh majikannya saat ia pulang.

"Lo gausah sedih Jen, kita berdua bakal jagain lo." Ucap Renjun kembali menggenggam lembut tangan mungil nan kurus milik Jennie.

"Yoi Jen, santai aja udah. Biaya rumah sakit juga biar gue yang tanggung. Udah lo fokus sama kesehatan lo aja."

Jennie menoleh ke arah Jeno, ia lalu menggeleng cepat, "eh tidak perlu! Aku tidak ingin merepotkan kalian. Kalian sudah banyak membantu, biar aku yang bayar biayanya."

"Tapi udah keburu gue urus administrasinya, gimana dong?" Ucap Jeno.

"Kalau begitu aku ganti uang mu saja. Jumlahnya berapa kamu katakan saja, akan aku ganti. Tapi aku tidak janji akan langsung lunas. Tapi aku pastikan akan ku cicil."

"Gausah elah. Lagian ga mahal kok."

"Tap-

"Kita ga merasa di repotin, Jen." Sela Renjun.

Jennie hanya menghela nafas pelan, bagaimana ia menjauh dari Renjun kalau begini? Bagaimana caranya ia membalas kebaikan mereka berdua? Jennie kan tidak punya apa apa.

Wound

[✓] wound, kjn & hrjTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang