XXIV. Son-In-Law Wannabe ?

2.6K 321 71
                                    

"Kamu bilang apa tadi ?"

Tay melihat New mengerutkan dahinya, menatapnya bingung. Tay pun ikut bingung, apa perkataannya kurang jelas ?

"Aku tidak bercanda. Sebentar lagi kita sampai, kok."

"HAH ?"

Tay hampir saja terperanjat mendengar seruan kekasihnya. Ya ampun, ini semua tidak bagus untuk jantungnya. Tay belum ingin mati muda. Masih banyak hal yang belum ia selesaikan...

"Kenapa berteriak ? Kita hampir mengalami kecelakaan mobil !" Tay meninggikan suaranya ketika melihat sebuah mobil dari arah berlawanan melaju kencang ke arah mereka.

"Kenapa kamu tidak bilang dari pagi ?! Kalau aku tahu, aku akan berpakaian lebih layak."

Tay menatap New dari ujung kepala sampai ujung kaki; kemeja berwarna biru pastel dengan celana hitam sebagai bawahannya. Penampilan New memang cenderung kasual jika dipakai pergi bekerja, tetapi sekarang mereka hanya ingin bertemu orang tuanya. Jadi, apanya yang kurang layak ?

"Harus banget hari ini ?" tanya New sambil cemberut. 

Tay tidak akan pernah bosan untuk berkata bahwa kekasihnya adalah orang paling menggemaskan di dunia. New sedang sibuk mengipas-ngipas rambutnya yang lepek karena berkeringat sambil memanyunkan bibirnya.

"Jangan lakukan itu !" ketus New ketika Tay mengusap kepalanya. Rambutnya kembali berantakan. "Aku baru saja selesai menata rambutku."

"Kamu lebih menggemaskan saat ponimu turun," ujar Tay.

"Tetapi aku tampan."

"Aku lebih tampan darimu."

New memutar kedua bola matanya. Dirinya tersenyum mengejek terhadap pria bermarga Vihokratana itu, kemudian berkata, "Akui saja, aku lebih tampan darimu ketika poniku diangkat."

"Omong kosong."

New langsung tertawa keras. "Kamu tidak bisa menyangkalnya, kan ? Sudah kudu—"

Tay membungkam mulutnya dengan ciuman kilat.

"—ga..."

New langsung menghentikan omongannya, lalu memelototi Tay. Dirinya tidak merasa malu, namun kesal.

"Hm ? Kamu mau bilang apa tadi ?" Tay sengaja pura-pura tidak tahu. Senang rasanya dapat menjahili New lagi.

"Kalau saja kamu tidak menyetir," New kembali merapikan tataan rambutnya. "Sudah kubalas kau sampai mampus."

"Oh ?" Tay menarik sudut bibirnya. "Membalas dengan apa ?"

New yang mendengarnya langsung menyeringai lebar. Matamya mengerling nakal. Dengan nada ceria, dirinya menjawab. "I'll just ...make a mess of you."

"Sure," balas Tay ringan. "We'll see—who will be the 'mess'."

Tak lama kemudian, dia membelokkan mobilnya ke jalur kiri, menuju daerah pinggir kota London. Gedung-gedung besar sudah terlihat, tergantikan dengan ladang rumput hijau yang menyejukkan mata.

"Kita menjauh dari kota ?"

"Yup. Rumahku tidak berada di London. Letaknya lebih dekat dengan Alfriston, Sussex Timur—walau tidak masuk ke dalam kota. Di tengah-tengahnya, I guess ?"

"Apa tidak merepotkan jika harus bolak-balik ke London setiap hari ?" heran New. Sekarang saja, mereka sudah berkendara kurang lebih satu jam.

"Orang tuaku tidak suka keramaian," jawab Tay. "Lagipula, setelah mempercayakan perusahaan ke tanganku sepenuhnya, mereka tidak terlibat langsung dalam urusan perusahaan—tidak sesibuk dulu."

coincidental | taynewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang