XXXIV. Siaran

2.2K 228 40
                                    

Tay tiba di kediaman besar Vihokratana di Sussex pada pukul sepuluh malam. Cukup larut untuk bertamu, sebetulnya. Walaupun Tay menghabiskan sebagian besar hidupnya di sini, pemuda itu selalu merasa asing ketika pulang. 

Seorang kepala pelayan membukakan pintu untuknya dan mengantarkan kepada sang tuan rumah. Tuan Vihokratana terlihat sudah menunggu kedatangannya cukup lama sambil menikmati teh sambil menghangatkan diri di dekat perapian. Generasi Vihokratana yang lebih muda itu lebih penasaran mengapa Ayahnya terdengar cukup gelisah di telepon.

"Ayah." Tay melangkah mendekati Sang Ayah, lalu duduk di salah satu sofa di ruangan tersebut.

"Kau datang juga," Sang tuan rumah meletakan cangkir tehnya di meja marmer, lalu duduk sambil bersilang kaki. "Ibumu sudah tidur terlebih dahulu. Maaf karena Ayah menyuruhmu datang selarut ini, ada hal yang Ayah ingin diskusikan kepadamu."

"Tentang apa ?" Tay bertanya. 

"Lahan minyak kita," Tuan Vihokratana menjawab, wajahnya terlihat muram. "Digugat oknum tertentu." 

Tay merasa hal yang disampaikan Ayahnya cukup lucu. Lahan itu sudah menjadi milik Vihokratana sejak masa Revolusi Industri pertama di Britania Raya, menjadikannya sebagai peluang untuk melebarkan bisnis bagi keluarga mereka. 

"Oleh ?"

"House of Hamilton," Tay sekarang mengerti mengapa Sang Ayah terlihat begitu penat. Tidak pernah ada yang mudah jika memiliki perselisihan dengan para penguasa negara Britania, tidak akan ada jaminan pasti masa depan mereka di tanah ini. Tuan Vihokratana lalu kembali bertanya, "Jadi ....bagaimana keadaanmu ?"

"Cukup sibuk," jawab Tay. "Tidak terlalu sulit untuk menyesuaikan diri. Overall, it's still can be handled."

"Baguslah kalau begitu," Sang Ayah menghembuskan napas lega, bibirnya sedikit tertarik ke atas. "Ayah cukup khawatir."

"Ayah tahu kalau aku selalu berhasil," Tay tersenyum simpul. "There's nothing to be worry about."

"Kau meminta Ayah untuk menyerahkan semua tanggung jawab keluarga kepada kamu seorang diri, Nak. Padahal Ayah dan Ibu masih sanggup." 

"Aku ingin Ayah dan Ibu beristirahat lebih banyak," Tay berucap. "Kalian sudah bekerja saat keras. Sekarang, biarkan aku yang menggantikan." 

Tiga minggu yang lalu, Tay membuat permintaan yang cukup mencengangkan kedua orang tuanya. Pemuda tersebut mengusulkan agar beberapa perusahaan yang dipegang keluarganya diserahkan padanya. Sang Ayah terlihat tidak terlalu setuju, dan Ibunya terlihat cukup khawatir. Semuanya dapat dilakukan secara perlahan, kata mereka. Namun, Tay bersikeras. 

"Mengurus satu saja sulit." Tuan Vihokratana hanya mendengus napas pasrah. Nasi sudah menjadi bubur, beliau sudah mengiyakan permintaan Tay dan hanya bisa memonitor dari jauh.

"Aku hanya satu-satunya putra Ayah." 

"Harusnya Ayah memberikanmu adik," canda beliau. Walaupun begitu, nada bicara Sang Ayah masih tersirat kekhawatiran. Tay tidak bisa melakukan apa-apa mengenai hal itu. 

"It's not that hard, Dad. Ayah sangat1 beruntung memiliki seseorang untuk dipercaya dan loyal di masing-masing perusahaan," kata Tay. Walaupun sebagian besar tidak. "Aku cukup terbantu."

Tay mengenal mereka jauh sebelum mengambil alih perusahaan tersebut. Kebanyakan dari orang kepercayaan perusahaan adalah teman-teman lama Ayahnya, ataupun seseorang yang ingin membalas budi kebaikan keluarga mereka. Tuan Vihokratana cukup senang dengan kehadiran mereka di sisinya, bahkan terkadang mengajak makan siang bersama. 

Setelah Tuan Vihokratana menyetujui permintaan sang putra, otomatis segala kesibukan Tay meningkat drastis. Berbagai prioritas baru, perjumpaan dengan para klien, melihat langsung pabrik dan tambang, melakukan rapat, briefing, evaluasi kinerja, perencanaan untuk kedepannya, serta dokumen-dokumen yang butuh persetujuannya, membuat Tay agak kewalahan. 

coincidental | taynewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang