XXV. Collapse

2.6K 333 41
                                    

Pekerjaan bukanlah hal yang dapat dihindari oleh Tay. Jika Ibunya tidak menelponnya untuk pergi ke kediamannya hari ini, dipastikan Tay sedang bermesraan dengan kertas-kertas perusahaannya sekarang. Sekretarisnya menelpon untuk memberitahu dirinya mengenai jadwal rapat yang mendadak diganti atas permohonan pihak kedua akibat masalah internal perusahaan mereka. 

Setelah semuanya usai dibicarakan, Tay segera memutus panggilan sang sekretaris. Ia membalikkan badan, kemudian berjalan ke lapangan golf—tempat di mana ia dan Ayahnya pergi tadi. Sayangnya, Ayahnya pun sudah pergi, dan dirinya ditinggal sendirian. Tay memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kastil untuk mencari orang-orang terkasihnya. 

Tay sudah lama tidak pulang ke kediaman lamanya. Mungkin sekitar satu setengah tahun yang lalu ? Pantas saja Ibunya sampai meneleponnya. Satu hal lagi,  Ayahnya juga berkata untuk membawa pasangannya ke sini—beliau sudah bosan melihatnya kesepian, ujarnya. 

Pada akhirnya, Tay memperkenalkan New kepada kedua orang tuanya, dan melihat reaksi mereka. Orang tuanya sejauh ini masih menerimanya dengan baik—dan Tay harap mereka dapat terus menerimanya. New pun sepertinya mulai merasa nyaman, dan dirinya pun mulai berbicara lebih banyak. Mungkin orang tuanya sedikit kaget saat mendengar dirinya mempunyai kekasih seorang pria, namun tidak satupun dari mereka yang melakukan penolakan—Tay bersyukur sekali. 

Jika biasanya anak laki-laki cenderung lebih dekat dengan Sang Ibu, Tay adalah anak laki-laki yang lebih dekat dengan Ayahnya. Sejak dulu, Ayahnya telah mengajarkan begitu banyak hal sehingga dirinya sukses seperti ini. Ayahnya pun merupakan seorang penasihat yang sangat baik, dan pengalamannya Tay amati agar tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang merugikan kepentingan bersama. Hari ini pun, Tuan Vihokratana mengajaknya untuk pergi bersama-sama ke lapangan golf, ia rindu bermain dengan anaknya. 

"Bagaimana perusahaan ?" tanya Ayahnya, sambil mengayunkan tongkat golf ke bola sasaran.

"Saham kita melejit," ujar Tay. "Dan para petinggi perusahaan sudah tidak bertingkah lagi. Aku sudah selesai membuat mereka bungkam."

Tuan Vihokratana tertawa. Tongkat yang beliau layangkan telah membawa bola tersebut ke lubang sasaran. "Mereka hanya belum percaya padamu waktu itu. You did great, son."

"Not that great, dad." sangkal Tay. "Masih banyak yang harus diurus. Pekerjaan ini perlahan-lahan membunuhku."

"Take some break." Tuan Vihokratana menoleh ke arah anaknya, dan memasang wajah khawatir. "Kamu telah melakukannya lebih dari cukup."

"Tidak apa-apa, aku masih dapat berbuat lebih dari ini," Tay merasa dirinya masih sanggup. Urusan perusahaan memang tidak akan pernah selesai. Namun, jadwal padat yang membuatnya sesak napas tersebut sudah menjadi makanan sehari-harinya. Daripada menundanya sedikit demi sedikit, lebih baik dikerjakan saat itu juga agar tidak menumpuk lebih banyak lagi. 

"Apa kamu sempat tidur ? Berapa hari kamu sudah tidak terlelap, Tawan ?" 

"Hanya tiga hari." Tujuh hari. Aku sudah tidak tertidur dengan benar selama seminggu. Jika Ayahnya tahu, dia akan dimarahi habis-habisan. Kantornya memiliki beberapa masalah akhir-akhir ini, dan sebagai pimpinan yang bertanggung jawab, Tay membimbing semua pegawainya untuk menyelesaikannya bersama-sama. 

"Sebagai umat Tuhan yang taat, ada baiknya untuk tidak berbohong," ucap Ayahnya lagi. "Jujurlah."

"Bagaimana Ayah tahu aku berbohong atau tidak ?"

"Karena kamu adalah anakku," jawabnya. "Semua orang tua tahu persis anaknya, son."

Tay tidak membantahnya. Dia segera mengambil sebuah stick golf, kemudian mengayunkannya, dan membuat bola yang ia lontarkan masuk ke dalam lubang sasaran. "I haven't slept for a week."

coincidental | taynewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang