🎋14. Pulang

428 40 2
                                    

🌟🌟🌟

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌟🌟🌟

Satu minggu telah berlalu jika dihitung sejak kedatanganku ke rumah sakit. Maka 2 minggu sudah, kulewati dengan berada di dalam ruang ini.

Belakangan ini sikap Rafiq terhadap diriku mendadak berubah. Dia menjadi lebih perhatian, penyayang, dibanding sebelum-sebelumnya.

Aku akui, logikaku mengatakan jika dia bersikap seperti itu karena mendapat hukuman dari keluarga kami, tetapi hatiku menepis hal itu. Hatiku mengatakan jika Rafiq hanya sedang menebus kesalahannya dan lagi anakku juga butuh kasih sayang seorang ayah dalam memenuhi permintaanya atau biasa disebut ngidam. Aku tidak boleh menjadi egois, aku harus memikirkan kandunganku.

"Mas, nggak ke kantor?" tanyaku merasa aneh karena hari sudah pagi, tetapi dia tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan berangkat ke kantor.

Rafiq menggeleng. "Tidak."

"Kenapa?" tanyaku berkerut kening bingung.

Rafiq menoleh padaku."Kata dokter hari ini kamu bisa pulang," jelasnya.

Aku mengangguk pelan. Memahami ucapannya. Mengabaikan Rafiq yang tengah memainkan hpnya di sofa. Aku memilih untuk mengelus perutku yang berusia 2 bulan lebih.

"Hai Ervin bagaimana kabarmu? Apa kamu masih marah pada mama, hm?" bisikku mengelus perutku dengan kasih sayang seorang ibu.

Berhubung hari ini adalah hari senin jadilah Afifah dan keluarga tidak bisa menemaniku di rumah sakit. Padahal aku sangat merindukan Afifah.

"Kapan aku akan pulang?" tanyaku seteleh dokter ke luar dari ruangan.

Rafiq melirikku sekilas. "Sekarang juga bisa," ujarnya bernada santai.

Aku bersorak senang. Sungguh berada di rumah sakit membuatku bosan. Aku tidak bisa ke mana-mana harus selalu berada di ranjang.

"Ya udah yuk kita pulang," ajakku bersemangat.

Rafiq menggeleng. "Tidak bisa. Tunggu Afifah dahulu untuk menemani kamu di rumah," ujarnya.

Aku menghela napas. Benar juga yang dikatakan Rafiq, jika aku pulang sekarang maka sama saja saat berada di sini. Bukannya merasa senang yang ada aku malah kesepian karena tidak ada teman mengobrol.

Sambil menunggu Afifah pulang dari kampus, aku memilih untuk menyibukkan diri menatap Rafiq yang sangat tampan dengan kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya serta jangan lupakan raut wajah seriusnya.

AQQELA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang