Jika hidup ini menjadi semakin menyiksa, solusi termudah adalah kabur.
🌟🌟🌟
Waktu sudah menunjukkan pukul 4 siang, sudah saatnya aku undur diri dan kembali ke rumah sebelum Rafiq pulang.
"Pa, Qela pamit dulu."
Papa menahan tanganku. "Apa Qela yakin?" tanyanya terdengar ragu.
Aku mengangguk sebagai jawaban, tetapi papa tak kunjung melepaskan tanganku.
"Entah kenapa perasaan papa tidak enak, tidak bisakah Qela dan Ervin tinggal lebih lama?"
Aku menggeleng. "Tidak Pa, nanti Rafiq curiga," tuturku memberikan alasan.
Papa menghembuskan napas. "Baiklah, tetapi apa Qela bisa membiarkan papa bermain bersama Ervin lebih lama lagi?"
Aku mengangguk. "Baiklah Pa, aku akan meninggalkan Ervin di sini, insyaAllah besok aku akan datang kembali. Oh iya di sini sudah ada susu formula. Ya sudah Qela pamit dulu. Assalamualaikum, Pa."
Terdengar helaan napas panjang dari papa. Akhirnya dengan berat hati papa melepaskan tanganku dan membiarkan aku untuk pergi.
"Waalaikumsalam hati-hati, Nak."
Aku mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Aku tidak ingin Rafiq tiba lebih dulu, walau aku tau akhir-akhir ini Rafiq selalu telat pulang.
Namun, entah mengapa. Mendadak suasana hatiku menjadi tidak tenang.
Saat tiba di pekarangan rumah aku melihat mobil Rafiq yang telah terparkir rapi di garasi. Hal itu tentu membuat jantungku berdebar dengan kencang.
Aku melangkah dengan pelan masuk ke dalam rumah, tetapi baru lima langkah teriakan Rafiq telah menyambut kedatanganku.
"Dari mana saja kamu, ha?!"
Aku gugup, jantung berdebar kencang karena rasa takut. Tanganku tidak bisa diam, saling bertautan berusaha menghilangkan rasa cemas.
Tak! Tak! Tak!
Suara ketukan pantofel yang mengema semakin menambah kesan menakutkan dari Rafiq.
"Aakh!" Aku meringis saat merasakan cengkeraman yang kuat pada daguku dan itu karena Rafiq.
"Aku tanya sekali lagi. Kamu dari mana saja?" tanyanya dengan nada rendah.
Aku hanya diam. Tak mampu membuka suara. Saat tidak mendapatkan jawaban dariku, tanpa segan Rafiq melayangkan tamparan di pipi kiriku yang lantas membuat wajahku terlempar ke samping.
Bisa kurasakan sudut bibirku yang berdarah akibat kuatnya tamparan Rafiq. "Jawab!"
Plak!
"Apa kau baru saja bertemu dengan selingkuhanmu?"
Plak!
"Jawab aku jalang sialan!" Rafiq menendang meja yang ada di hadapannya. Mengacak rambutnya pelan dan kembali mencengkeram daguku.
KAMU SEDANG MEMBACA
AQQELA [Completed]
Romansa• Second Literary Work • *** "Jangan jadikan seseorang yang tidak mengetahui apapun sebagai alat balas dendammu." -Aqqela Tihani Azzaka- Jangan terlalu benci seseorang karena benci dan cinta hanya dipisahkan oleh benang yang kapan saja bisa putus. *...