🎋12. Rumah dan Pekerjaan

433 37 1
                                    

🌟🌟🌟

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌟🌟🌟

Siang ini kami sedang bersantai di ruang keluarga dengan cemilan buatan ibu Rafiq yang menjadi pelengkap.

"Bu, Saya dan Qela sudah memutuskan untuk pindah hari ini ke rumah kami."

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Aku terdesak kue kering yang baru saja masuk ke dalam mulutku. Bagaimana tidak terdesak, tidak ada angin tidak ada hujan mendadak dia mengatakan kalau kami sudah membicarakan mengenai rumah baru. Tau lokasi rumah kami saja tidak.

Afifah dengan sigap segera menyodorkan segelas air putih padaku yang langsung kuterima dengan baik. "Thanks, Fah," ucapku setelah menandaskannya.

"Udah nggak papa Qel?" tanya Afifah mengelus punggung dengan pelan yang hanya kujawab dengan anggukan kepala.

"Ceroboh," cibir Rafiq dengan muka datarnya yang mungkin kembaran dari jalanan ber-aspal.

"Jadi?" tanya ayah Rafiq. Manusia yang paling bijak dan waras pertama setelah ibu Rafiq di keluarga ini.

Rafiq berdeham, "Jadi kami meminta izin untuk mengemasi pakaian. Kami berencana untuk menempati rumah baru kami sore ini," jelas Rafiq yang masih mempertahankan raut muka datarnya.

"Ayah mengizinkan kalian, lagi pula itu hak kalian," ujar ayah Rafiq menyetujui.

Afifah mengeleng tidak setuju. "Tidak Ayah, aku tidak setuju dengan keputusan Ayah," ujarnya menentang.

Ibu Rafiq mengangguk. "Iya ibu juga tidak setuju," sahutnya menimpali.

Ayah Rafiq menatap keduanya. "Kalian berdua tidak boleh bersikap kekanak-kanakan. Ini sudah menjadi hak mereka dalam membangun bahtera rumah tangga," ujarnya berusaha memberikan pemahaman.

"Tetapi, bagaimana jika ibu merasa kesepian?" tanya ibu Rafiq bergumam lirih.

Ayah Rafiq tertawa pelan. Dia lantas merangkul istrinya dengan mesra. "Sayang, apa kamu tidak mengingat diriku? Suamimu ini, akan melakukan apapun agar kamu tidak merasa kesepian," ujarnya mencoba untuk membujuk ibu Rafiq. Sangat romantis. Aku terkekeh dalam diam, membayangkan pernikahan impianku dengan orang yang aku cintai.

"Duh, ingat umur!" sungut Afifahari merasa kesal dengan kedua orang tuanya yang bermesraan tidak ingat tempat.

"Terserah kami," ujar ibu Rafiq dengan santai sambil membalas pelukan suaminya.

Afifah menepuk pelan dahinya. "Jika Ibu saat merasa kesepian ada Ayah yang menemani. Lalu bagaimana denganku?" tanya bingung.

AQQELA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang