Mengabaikan rentetan pertanyaan yang bersarang di kepalaku. Aku segera memotret bukti-bukti berupa foto dan koran. Kemudian, membereskan ruangan kerja Rafiq yang telah diacak-acak olehku.
Setelah semua beres dan kembali tertata ke tempatnya semula, aku segera keluar dari ruang Rafiq. Berjalan menuju ruang televisi.
Tanpaku sadari, aku melupakan salah satu bukti penting yang terselip dibukti lainnya.
"Halo Fah, kamu sibuk?" tanyaku saat Afifah mengangkat panggilan teleponku di dering pertama.
"Tidak. udah dapat buktinya?"
Aku mengangguk. "Sudah," jawabku.
"Kirim sekarang ke aku bukti-buktinya. Biar nanti aku yang selidiki masalah ini."
Aku tersenyum. "Okay. Thanks ya," ujarku berterima kasih.
"Iya sama-sama. Kamu ah kayak sama siapa aja."
Aku terkekeh, "Aku tutup teleponnya ya, nanti buktinya aku kirim lewat via chat."
"Oke, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Aku bernapas lega saat salinan foto bukti telah kukirimkan kepada Afifah. Aku berharap, semoga dia segera menemukan titik terang dari permasalahan aneh ini.
"Karena semua sudah beres, saatnya menonton doraemon!" sorakku dengan riang.
Keasikkan menonton doraemon tanpa sadar aku jatuh tertidur di sofa yang syukurlah memiliki ukuran lumayan lebar. Aku tidak tau, entah berapa jam lamanya aku tertidur.
Namun, tiba-tiba tidurku terganggu karena tangan usil seseorang yang menoel-noel pipiku dan juga mencubit hidungku hingga aku merasa kehabisan napas.
Aku melenguh, menyingkirkan tangan usil tersebut, tetapi bukannya berhenti dia malah semakin usil terhadap diriku yang sedang berusaha untuk kembali tertidur pulas. Dengan kesal aku segera menegakkan tubuh, mulai mengedip-ngedipkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina.
"Imut banget istri saya."
Aku mendengus. Sekarang aku tau siapa yang menjadi pengganggu tidur siangku.
"Mas!!" teriakku lantas memukul bahunya dengan sekuat tenaga. Semenjak pulang dari rumah sakit, sifat asliku mulai ke luar dengan sendirinya dan jangan lupakan jika aku seorang atlit. Aku bahkan tidak segan memukul Rafiq hingga babak belur.
Rafiq mengaduh kesakitan. Berusaha menghalau pukulanku.
"Sudah Qel berhenti. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi."
"Beneran? Tapi nanti Mas usil lagi!" gerutuku pelan.
Karena kasihan melihat Rafiq yang terus saja mengaduh kesakitan, akhirnya aku memilih untuk berhenti memukulnya dan mulai merapikan rambutku yang kusut.
KAMU SEDANG MEMBACA
AQQELA [Completed]
Romansa• Second Literary Work • *** "Jangan jadikan seseorang yang tidak mengetahui apapun sebagai alat balas dendammu." -Aqqela Tihani Azzaka- Jangan terlalu benci seseorang karena benci dan cinta hanya dipisahkan oleh benang yang kapan saja bisa putus. *...