Berita baik super baik. Lo bisa baca file yang gue kirim.
Di bawah meja, Renjana membaca baik-baik pesan yang dikirimkan Adam. Tapi mana mungkin ia bisa membaca beberapa file yang dikirimkan Adam dalam situasi seperti ini? Ia hendak mengabaikan pesan itu sebelum pesan lain menyusul masuk.
Adam Triwiraharja
Sangat jelas bukan? Lo bisa gugat Senandika atas tuduhan pencemaran nama baik, NaIa berusaha menahan keterkejutannya. Senandika masih menatap Renjana lekat di hadapannya. Tanpa membalas pesan mengejutkan yang Adam kirimkan, Renjana kembali mengalihkan fokus pada Senandika. Apa yang beberapa hari terakhir menjadi kekhawatirannya seolah lenyap. Niat untuk menghindari Senandika seolah menguap hanya karena pesan-pesan dari Adam yang serasa angin surga.
Sambil berdecak karena puas, Renjana mengangkat tangannya. "Berdamai, Ka. Lupakan insiden itu dan kamu nggak perlu menghindari saya. Dan saya juga nggak perlu capek-capek menghindari kamu. Gimana?"
Terima kasih untuk Adam yang kali ini menjadi penyelamatnya. Sungguh, ia berhutang banyak pada sepupunya itu.
Maka, jabatan tangan yang terjadi bersama Senandika beberapa saat selanjutnya adalah angin surga lain untuk Renjana.
***
Televisi di ruangan itu menyala. Menayangkan acara komedi dari salah satu stasiun televisi swasta terkenal. Namun dua orang yang berada di sana sama sekali tak menghiraukan ocehan Parto dan kawan-kawan.
Mengenakan kemeja kedodoran berwarna putih dengan hotpants hitam, Renjana duduk pada stool di kitchen area apartemennya. Di atas countertop putih yang terbuat dari marmer, ada keranjang buah berisi apel, jeruk, anggur, dan pisang. Selain itu ada juga satu botol cabernet sauvignon wine dan gelas berkaki berisi anggur merah tersebut.
Renjana memainkan jemarinya pada bibir kelas berkaki tinggi itu. Dengan gerakan lihai nan anggun, jemarinya bergerak turun menggenggam kaki gelas. Lalu meneguk sampai beberapa seruput dan dengan elegannya pula kembali meletakkan gelas ke atas meja. Sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya.
Di sisi lain ruangan, seorang laki-laki yang menggenggam gelas serupa dengan milik Renjana tengah menekuri anggrek putih di dalam pot yang diletakkan di depan cermin. Senyum tipis pun ikut tersungging di bibirnya.
"Gue sampai nggak tau rasanya berterima kasih ke elo. I mean, lo dapet dari mana coba bukti-bukti itu. Lo nggak berusaha memanipulasi data, kan?"
Adam berbalik dari hadapan cermin. Kali ini dengan langkah-langkah kecil menghampiri Renjana. "C'mon, Na. Gue nggak sekotor mereka. Mereka yang manipulasi data. Yang gue lakuin mah cuma cari celah aja gimana bisa dapet info itu. And thanks to kelalaian bapak direktur. Nggak sia-sia juga gue jadi budaknya Wijaya."
"Dam, kalau gue bisa sembah sujud? Udah gue lakuin itu ke elo," ujar Renjana.
Adam memasuki kitchen area milik Renjana. Membuka kabinet dapur tertinggi yang mempertontonkan jajaran koleksi wine mahal milik Renjana. "Gue bawa tiga botol yang ada di sini for free gue udah seneng kok, Na."
"You ... gila! Nggak tiga botol juga kali! Dua deh boleh."
"Oke. I'll take three."
"Dam!"
Lalu keduanya tertawa bersama. Adam memutari countertop dapur dan berakhir duduk di stool bersebelahan dengan Renjana. Menuangkan red wine ke dalam gelasnya sambil berucap, "Jadi gimana setelah lo lihat history transaksi itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Days After We Met
Aktuelle Literatur"Kenapa kamu bisa sepercaya diri itu kalau saya tertarik? Maaf, saya sudah terlalu hafal permainan-permainan klasik laki-laki seperti kamu. Dan lagi, kamu bukan selera saya." "Maksud kamu apa? Saya pernah lakukan kesalahan sama kamu sampai sebeginin...