"Jadi bisa lo jelasin apa maksud perkataan Desi kemarin?"
Renjana yang siang itu mengenakan celana jeans dengan atasan berwarna putih dengan model sabrina menghela napas berat. Laki-laki di hadapannya menatap Renjana dengan begitu tajam seolah-olah tatapan itu bisa sampai melubangi kening Renjana. Adam yang siang itu menemui Renjana di salah satu restoran makanan Thailand agak jauh dari area kantor tak mau membuang-buang waktu dengan berbasa-basi.
Selain diburu waktu, ia juga diburu penasaran. "Dan kenapa hari ini lo nggak kerja?" tanya Adam lagi. Dengan setelan santai semacam itu, tak mungkin Renjana akan datang ke kantor. Mungkin itu adalah salah satu alasan sepupunya minta bertemu di tempat ini alih-alih bertemu di kantor.
Dengan santai Renjana menyesap minuman dengan sedotan sampai beberapa seruputan. Dua porsi Tom Yam yang terlihat begitu lezat tak mereka acuhkan.
"I was drunk. Dan gue juga nggak tau gimana Senandika bisa ada di sana. Maybe kebetulan. Yang pasti, Dam, nggak ada apa-apa antara gue dan Senandika. That kiss was ... a mistake. No need to worry about that."
Adam masih menatap Renjana penuh sangsi. Seolah tak benar-benar percaya pada ucapan Renjana.
"Ayolah, Dam. Gue beneran, nggak ada apa-apa sama Senandika. Malam itu gue mabuk dan ya ... begitulah."
"Lo nggak sampe bablas booking kamar kan sama dia?" tanpa rasa sungkan Adam bertanya dengan gamblangnya.
Buk! Renjana menepuk bahu Adam dengan telapak tangannya. "Ya nggaklah. Sembarangan kalau ngomong."
"Ya siapa tau kan? Kan katanya lo mabuk," jawab Adam dengan santai. Ia meraih mangkuk hitam berisi Tom Yam. Dengan sendok putih di sebelah mangkuk, Adam mencicipi kuahnya. Lalu dengan sumpit kayunya, Adam memberikan dua buah udang ke mangkuk Renjana. "Makan. Gue harus buru-buru balik ke kantor lagi."
Sebenarnya Renjana sedikit terkejut dengan respons Adam. Dia pikir Adam akan banyak mencecarnya dengan pertanyaan yang macam-macam. Bukannya langsung memercayai apa yang ia jawab seperti yang baru saja terjadi. Namun meski begitu, ia tetap menuruti perkataan Adam. Ikut menyantap makanan dengan ekstra udang dari sepupu tercinta.
"Dam?" tanya Renjana di tengah-tengah acara makan.
Adam sedang sibuk menggigit tahu hanya menggumam singkat.
"Kenapa lo langsung percaya sama omongan gue? Kenapa nggak kayak Desi gitu yang malah balik jadi musuhin gue?"
Adam hanya mendengus. Ia mengacungkan sumpit ke hadapan Renjana. "Gue yang bantuin lo merealisasikan rencana ini. Jadi mana mungkin gue malah balik nyalahin lo. Nggak akan kali. Lagian...." Adam tak langsung melanjutkan perkataannya. Ia malah terdiam sambil memandangi mangkuknya.
"Lagian kenapa?"
Laki-laki di hadapan Renjana kemudian menggelengkan kepala. "Nggak papa. Lupain aja. Gih makan. Supaya ada energi buat melangkah ke rencana selanjutnya."
Dalam hati Adam melanjutkan. Lagi pula ia sudah tau ada yang tidak beres antara Senandika dan Renjana. Mereka mungkin tidak sedang menjalin hubungan. Tapi Adam yakin ada sesuatu yang ganjil di antara keduanya. Dan soal insiden ciuman yang sempat disinggung dan dibahas tadi, itu adalah kesalahan tapi bukan semata-mata kesalahan juga. Entah kenapa Adam yakin akan hal itu.
"It's over." Perkataan Renjana selanjutnya berhasil membuat Adam kembali memusatkan fokus pada jelita di depannya.
"Apa maksud lo?" tanya Adam tak mengerti.
Renjana mengedikkan bahu. Ia menggigit udang, mengunyah, menelannya baru menjawab dengan teramat sangat santai. Seolah hal yang ia ucapkan itu bukanlah hal besar yang dapat merubah jalan hidup seseorang. "Alasan gue ambil cuti hari ini adalah untuk bikin laporan ke kantor polisi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Days After We Met
Beletrie"Kenapa kamu bisa sepercaya diri itu kalau saya tertarik? Maaf, saya sudah terlalu hafal permainan-permainan klasik laki-laki seperti kamu. Dan lagi, kamu bukan selera saya." "Maksud kamu apa? Saya pernah lakukan kesalahan sama kamu sampai sebeginin...