Pain

574 84 20
                                    

Tidak pernah Sehun merasa semenyesal ini. Harusnya dia tahu siapa Kris. Berpura-pura pergi ke Paris untuk membuat Sehun jengah adalah bagian dari permainan pria yang memberinya pekerjaan di Seoul sekaligus fasilitas apartemen tempatnya tinggal. Sudah jelas, Kris juga satu-satunya orang lain yang tahu digit angka password kamar Sehun. Kris-lah yang membeli apartemen itu, dan tentu Sehun tidak menaruh curiga untuk sekedar mengganti tujuh deret angka kembar disana. Kris bisa masuk dan mengganti passwordnya kapan saja ia mau.

Kini, daun pintu itu tengah menjadi incaran kemarahan Sehun yang menyerangnya dengan brutal. Ia menendang, memukul dan mendorong sekuat yang ia mampu sampai tak mempedulikan noda gelap dan basah merembes semakin lebar ke kain sepatunya. Amarahnya berpacu dengan degup jantung cepat dibalik kemeja yang juga basah oleh keringat. Dan dalam waktu kurang dari satu menit, pintu berhasil terbuka.

Sehun mencoba menulikan telinganya dari jerit parau Luhan dengan terus melangkah gusar ke dalam ruangan yang gelap total. Tangannya sudah terkepal sempurna hingga urat-urat seperti aliran pipa disana muncul jauh lebih tegas dari biasanya.

"Sssehun...sehun..."

"JANGAN SEBUT NAMA ITU!"

"Kumohon, Kris...jangan sentuh aku...jangaaan..."

"Ssssh...tenang, sayang. Kalau memang setelah ini kau hamil, kau tidak perlu meraung-raung meminta pertanggung jawaban seperti wanita jalang itu, Luhan. Biar sahabatmu yang mengurus Byun Baekhyun dan bayinya. Kau paham?"

Luhan menangis jauh lebih kencang tiba-tiba. Suaranya sangat mengerikan di telinga Sehun dan isakan itu resmi membuat pria ini masuk menerobos pintu kamar yang tidak tertutup diujung ruangan.

PLAK!

"DIAM!"

Tamparan keras itu terjadi tepat didepan mata tajamnya yang berubah semakin gelap.

Perempuan itu ada disana, terbaring lemah tak berdaya dengan wajah bersimbah air mata dan anak rambut liar menutupi sebagian pipinya yang memerah bekas tamparan tangan Kris barusan. Gaun tidurnya robek, mempertontonkan bra hitam dengan salah satu tali merosot ke lengan hingga nyaris membuat satu payudara itu keluar dari tempatnya. Bahkan dalam keadaan gelap seperti ini, Sehun masih bisa melihat jejak laknat bekas hisapan melekat di beberapa bagian tubuh mulus kekasihnya.

Kedua tangan Luhan terkulai lemas. Paha itu juga tak luput dari bercak merah keunguan. Satu kakinya terlipat agak sedikit melebar ke samping dimana selembar kain yang menjadi satu-satunya pelindung –Sehun menarik nafasnya disini– masih melekat menutupi area pribadi Luhan. Tapi kemarahannya tak akan mereda karena bagian tersebut justru tengah menjadi sasaran dari sosok pria yang sibuk melepas ikat pinggang diatas tubuh Luhan. Pria yang belum sadar akan kedatangan 'tamu' tak diundang.

"I'll do faster, Luhan. Nikmatilah maka kau tak kan merasa sakit. Okay, baby? Shout my name."

"Sehunn..." ia berbisik lemah.

"Kris, sayang. Kris."

Gigi Sehun bergemelutuk keras ketika tangan Kris mulai menyentuh pinggang Luhan, menarik ujung celananya dengan seringai menjijikan yang terpaksa menghilang seketika saat ia mendengar raungan marah dari arah pintu kamar.

"BANGSAT KAU, KRIS! BAJINGAN!"

Dalam waktu sepersekian detik, hantaman keras buku-buku jari Sehun mengenai tulang hidung Kris yang langsung berbunyi keretak patah saat tubuhnya terlempar dari atas kasur dan menabrak lemari kayu di ujung ruangan.

Emosi akan selalu menggelapkan akal sehat siapapun yang merasakannya. Dan kemarahan yang ada saat ini sudah melebihi batas normal. Sehun kalap.

Ia langsung menyerang Kris secara membabi buta seolah tak rela memberikan sedikitpun celah bagi Kris untuk menyerang balik. Jangankan menyerang balik, melindungi wajahnya dari pukulan Sehun pun ia tak sempat.

Dear Future HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang