Fix You

738 86 21
                                    

"Katakan, Luhan...dimana saja dia sudah menyentuhmu?" pelukannya mengetat. "Aku akan menggantinya."

Kontak mata itu kembali terjalin setelah Sehun menatap lurus wajah Luhan didalam cermin. Tidak ada ekspresi jelas disana. Luhan diam, mematung dengan bibir sedikit membuka.

"Lu?"

Sret!

Perempuan itu tiba-tiba saja menarik kerah kemeja ke tempatnya semula dan menundukkan kepala.

"Aku ganti baju dulu." katanya sambil berlalu.

Sehun hanya bisa menatap punggung sempit Luhan yang menghilang dari tempatnya berdiri. Jauh didalam hatinya ia yakin akan satu hal; Luhan benar-benar mengalami trauma dan jelas tidak siap untuk 'menerimanya' kembali.

Aura canggung agak sedikit melingkupi keduanya ketika mereka sama-sama menghabiskan sisa siang dengan menonton televisi. Sebenarnya tidak ada yang aneh. Luhan asik membelai rambut Sehun yang berbaring di pahanya dan terlihat fokus pada alur drama di TV seolah kejadian didepan cermin tadi tak pernah terjadi.
Tapi Sehun tidak. Ia merasa belaian tangan Luhan yang lembut itu berubah dingin. Antara mau dan tak mau. Sampai akhirnya pria ini bangkit secara tiba-tiba dan agak membuat wanita itu terlonjak.

"Aku kira kau tidur." komentarnya.

Sehun tersenyum kecil sebentar sebelum menjawab. "Aku akan belanja. Kau mau titip sesuatu?"

"Belanja? Keluar?!"

"Hm. Junk food terus tidak baik, Luhan. Kita berdua bisa berakhir kegemukan disini. Titip sesuatu?" ulangnya.

Mendengar dunia luar seperti memberikan sensasi tak menyenangkan bagi Luhan. Wajah cantiknya kaku saat Sehun diam menanti jawaban.

"Tidak." ia menjawab. "Aku tak butuh apa-apa. Kembalilah segera." tambahnya sambil mengusap sebelah pipi Sehun. Kali ini tangan halusnya mendadak berubah hangat.

Tak ayal hal itu melebarkan senyum manis di bibir Sehun seketika. Ia mengecup uluran tangan Luhan dengan mata terpejam selama beberapa saat baru kemudian beralih mencium keningnya.

"Nyalakan ponselmu, sayang. Barangkali kau berubah pikiran." kata Sehun, menggoyangkan ponselnya sendiri.

Dua benda elektronik itu memang sudah beberapa hari ini padam dan nampaknya, setelah merasa ia tak akan menerima panggilan dari nomor asing itu lagi, Sehun mengaktifkan ponselnya sendiri. Pihak kepolisian sempat memberitahukan lokasi dimana Kris berada dan apa yang terjadi padanya.

"Sehun.." Luhan berujar.

"Ya?" Sehun berbalik. Ia baru saja melangkah beberapa meter dari sofa.

"Kau...kau harus ganti passwordmu. Angkanya...tidak bagus."

Luhan sama sekali tidak menatap Sehun saat menuntaskan kalimatnya barusan. Ia masih diam ditempat dan memunggunginya.

"Kapan kau lahir, Luhan?"

Dari tempatnya duduk, kening wanita ini berkerut.

"Tanggal dan bulan lahirmu." jelas Sehun lagi.

Luhan sontak berbalik. "Kuno sekali!" protesnya. "Password dengan tanggal lahir itu pasaran, Sehun!"

Ingin rasanya Sehun berlari dan mencubit pipi Luhan saat itu juga. Bagaimana tidak? Setelah beberapa saat lalu kekasih pujaannya ini merubah sikap –murung dan tak tersenyum, Luhan yang ada didepan matanya sekarang tiba-tiba terlihat menggemaskan dengan kerutan rapat di kening, raut wajah marah dan suara yang melengking. Inilah yang ia tunggu. Aksi protes Luhan kalau ia tidak menyukai sesuatu.

Dear Future HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang