Broken Vow

658 79 25
                                    

Ponsel hitam persegi panjang itu sedikit bergetar di tangan pucat Luhan. Ia memandangi deretan angka dilayar dengan nafas pendek-pendek.

"Ada yang aneh dengan ponselku?" suara Sehun membuat wanita ini terlonjak.

Luhan menoleh mendapati kekasih tampannya itu baru saja selesai mandi. Ini adalah hari terakhir mereka di Jeju dan keduanya tengah bersiap terbang kembali ke Seoul.

"Luhan?" tanya Sehun lagi melihat rona pucat di wajah Luhan semakin jelas tersirat.

"Aku pernah bilang padamu, kan...kalau aku sudah masuk dalam tanggalan bulananku?" lirihnya tanpa mau menatap mata Sehun.

"Ya. Beberapa hari lalu kau mengatakannya."

"Dan kita tetap melakukannya." lirih Luhan.

Sehun mendekat. Dengan keadaan dada telanjang dan handuk putih tersampir di pinggang, pria ini duduk disamping Luhan lalu bertanya heran dengan nada serius.

"Aku tidak mengerti maksudmu."

"Sehun..." bibir Luhan sedikit bergetar.

Kening Sehun kini berkerut. Matanya sedikit melirik ke layar ponsel dan melihat Luhan tengah membuka aplikasi kalender disana.

"Ini sudah tiga hari lewat dari tanggal yang biasa." lanjut Luhan dalam bisikan.

Wajah Sehun datar sedatar-datarnya. Tentu hal ini membuat Luhan panik melihat reaksi pria yang belum memiliki ikatan resmi dengannya ini sangat biasa. Luhan takut Sehun terlalu syok sampai bingung harus berucap apa.

"Harusnya aku ingat! Tapi aku benar-benar lupa dengan ini! Dan.. dan kita tetap melakukannya!" pekik Luhan menahan tangis.

"Baru tiga hari, kan?"

Luhan mendongak cepat.

"Maksudku...kita tunggu sampai akhir bulan. Jika memang kau tidak mendapatkan 'bulananmu', aku harus kembali mengingatkan kalau dulu aku juga pernah bilang akan tetap membuatmu aman. Kau tidak lupa akan itu, kan?"

Luhan bahkan tak bisa tersenyum. Ia terlalu takut menghadapi kenyataan terburuk jika seandainya ia dinobatkan menjadi ibu muda. Luhan belum siap. Kini semuanya terlihat menakutkan baginya. Bahkan semua janji manis Sehun pun mulai meragukan.

Apakah pria yang baru menjadi kekasihnya ini bena-benar tulus? Akankah ia diterima dengan hati lapang oleh ayah dan ibunya di Cina ataukah Chanyeol akan tetap menjadikannya seorang sahabat? Luhan tidak tahu. Dan ia pun tidak mau membayangkan.

Ketakutan ini memang tersirat jelas dari wajah cantik Luhan, tapi sayangnya tidak dirasakan oleh pria yang saat ini terpaksa mengulum senyum kemenangan di balik wajah dinginnya. Dengan lembut Sehun malah meraih wajah Luhan mendekat, lalu menghapus setetes cairan bening yang hendak keluar dari kedua mata rusa itu dan mengecup singkat bibir merahnya.

"Jangan menangis. Aku berjanji padamu, Luhan. Kau percaya padaku, kan?" tanyanya dengan pandai mengatur intonasi suara tetap lembut.

Luhan tidak menjawab. Ia malah beringsut menyandarkan kepalanya ke dada telanjang Sehun sambil melingkarkan kedua lengan ke pinggangnya. Desah nafas yang terasa semakin berat itu berhembus hangat ke kulit Sehun yang tangannya terulur membelai halus surai panjang Luhan.

"Jangan pergi dariku. Jangan tinggalkan aku." lirih wanita itu penuh rasa khawatir.

Sehun mengecup puncak kepala Luhan sekali lalu berkata. "Tak akan. Walau aku hanya partnermu selama sebulan, kita akan selalu bersama. Percayalah padaku."

"Aku percaya padamu, Sehun. Aku mencintaimu."

"Luhan..." ujar Sehun lambat. "...terima kasih." lanjutnya.

Dear Future HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang