Hello, Goodbye

795 84 19
                                    

Katakan saja Luhan buta. Sudah jelas pernah direndahkan, disakiti sampai dilecehkan, ia tetap memeluk Kris layaknya semua rentetan kejadian mengerikan itu tak pernah sekalipun terjadi. Sikapnya super luar biasa baik apa adanya.

Sedangkan Kris?

Oh. Pria ini tak ubahnya manekin di etalase butik-butik mahal. Tetap berdiri diam, kaku dan hanya bisa membalas tatapan tajam Sehun yang juga tak bergerak sedikitpun dari tempatnya. Haowen sendiri kini melekat disamping sang ayah dengan tatapan heran. Mungkin bertanya-tanya, kenapa ibunya begitu erat memeluk pria lain.

"Aku merindukanmu, Kris..." Luhan berkata lagi. Dan suaranya yang agak serak ini adalah tanda bahwa ia tengah menangis. "Bagaimana keadaanmu? Kau baik, kan?"

Kris semakin tak bisa berkata-kata begitu Luhan melepaskan pelukan dan menatapnya dalam jarak dekat. Dua mata rusa indah itu sudah basah. Tapi air mata rupanya tak menyulutkan senyum manis di bibir Luhan yang kini melengkung sempurna.

"Kau kurusan." kata Luhan sambil tertawa kecil.

"Appa...kita jadi pergi tidak?" terdengar rengekan pelan Haowen.

Luhan seperti kembali ke dunianya. Ia berbalik lalu menemukan anak semata wayangnya itu tengah menatap sedih. Haowen malah menunduk tiba-tiba, tak mau membalas tatapan sang ibu. Luhan tahu anaknya itu cemburu. Tapi lebih tahu lagi kalau suaminya yang jauh lebih cemburu. Rahang Sehun bahkan lebih menegas sekarang. Mata elangnya belum beranjak menatap Kris dengan tajam.

"Appa..." Haowen merengek lagi.

"Disitu rupanya kau, bule Kanada!" tiba-tiba seruan bak senior galak itu terdengar nyaring ke telinga.

Semua orang menoleh bersamaan ke ujung lorong apartemen tepat dimana seorang perempuan dengan jas putih khas dokter tengah melangkah cepat dengan wajah agak kesal. Satu tangannya menggenggam ponsel yang menyala terang. Dan ketika berhenti tepat disamping Kris, dokter muda ini tiba-tiba bercerocos sambil menaruh kedua tangannya dipinggang.

"Dimana ponselmu? Sudah kuhubungi berkali-kali tidak kau jawab juga! Jangan main hilang tanpa kabar! Beruntung kau tidak kuadukan ke kedutaan besar Kanada! Stetoskopku ketinggalan di kamar hotelmu! Sekarang cepat antarkan aku kesana karena aku sedang banyak pasien hari ini! Ayo!"

Tanpa melihat ataupun mengucapkan sesuatu pada yang lain, Zitao dengan langkah seribu menarik satu tangan Kris dan membawanya pergi menghilang ke balik pintu lift.
Bukan hanya orang dewasa saja, tapi Haowen dan Sophi pun mendadak terdiam melihat kejadian yang baru saja berlangsung cepat di matanya itu. Dan disaat semuanya saling terdiam, pintu kamar dibelakang Chanyeol tahu-tahu membuka, menampilkan seraut wajah polos Baekhyun yang muncul dari celahnya.

"Oh. Kenapa kalian berkumpul disini? Apa aku ketinggalan sesuatu?"

"EOMMA!"

Jeritan riang Sophi membuat semua orang disekelilingnya menolehkan kepala ke arah Baekhyun. Putri kecilnya itu lantas berpindah ke gendongannya sambil menyerukan kata-kata rindu. Baekhyun membalas dengan kecupan-kecupan ringan ke seluruh wajah Sophi. Ia tidak sadar kalau tiga orang dewasa disana tengah tenggelam dalam pikiran masing-masing.

"Sophi pulang dengan ibu dokter? Hm?" tanya Baekhyun, masih menciumi pipi sang anak, "Kenapa tidak bilang kalau ibu dokter kemari?"

"Ibu dokternya baru saja pergi, eomma, dengan Kris ahjussi."

Wajah Baekhyun kaku seketika. Niatnya untuk mencium kening Sophi terhenti mendadak. Kini ia malah menatap wajah suaminya sendiri yang masih berdiri diam didepan pintu.
Tapi kemudian Chanyeol membalikkan badan, meraih Sophi dari gendongan Baekhyun dan menggamit tangan Haowen lalu berujar riang.

Dear Future HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang