Prolog

1.8K 111 29
                                    

"Bukannya kau mau makan ramen gratis? Kenapa makan ramen instan lagi? Jatahku juga sudah kau ambil, kan?"

"Tak asik kalau tak ada dirimu. Lagipula, penjual itu licik! Kupon ramen gratisnya hanya berlaku untuk jam makan siang saja. Kurang ajar sekali dia!"

"Kau tidak selesai latihan. Kau habis membeli gitar baru lagi, ya?!" tanyanya.

"Hehee...iya."

"Park Chanyeol! Kau sudah punya tiga gitar di kamarmu, dan dua gitar kau titipkan di kamarku. Aku tidak mau menampung apa-apa lagi! Kita bayar sewa kamar masing-masing, tapi justru barangmu yang lebih banyak di kamarku. Mau menjadikannya gudang?!"

"Luhanku...kau adalah sahabat terbaik. Jadi jangan marah-marah seperti seorang ibu tiri begitu, yaa..."

.

.

"Cha...Chanyeol.."

"Apa? Jangan menakutiku begitu!"

"Itu...itu...disana..."

"Apa, Luhan? Apa yang kau lihat?"

"HWAAAAAAAAAAAAAAAA!"

"Wae? Wae?! Hantu? Benarkah dia ada? Ya! Luhan!"

...

"Apa aku menakuti kalian?"

"AH, KKAMJAKIYA!"

"Kenapa dia?"

"Sudah jelas, bukan? Kau menakutinya! Sedang apa kau disini? Kenapa datang diam-diam?"

"Ah, maaf. Sebenarnya aku sedang lembur di studio. Aku kesini untuk mengambil kertas foto ini. Kupikir kalian tadi tidak bertanya padaku. Apa dia baik-baik saja?"

"Sudahlah. Bukan hantu. Itu si anak baru. Oh Sehun."

.

.

"Siapa tadi yang datang? Oh Sehun katamu?"

"Hm. Fotografer yang bulan lalu baru diterima bekerja disini. Yang sedang panas-panasnya dibicarakan para perempuan! Obrolan tentang dia malah mengalahi gosip seru soal hantu di gedung ini. Marah, sedih, senang, kecewa, raut mukanya selalu sama! Si tampan berwajah dingin. Heol! Julukan apa itu?"

"Daripada kau! Si penakut berwajah konyol?"

"Eeeeeey...setidaknya tambahkan kata 'tampan'nya juga, manisku."

"Tapi anak baru itu memang tampan. Dia jadi hot topic kalangan kami para perempuan. Kecuali aku!" kata Luhan cepat-cepat. "Aku hanya beberapa kali bertemu dengannya. Sejak dia bekerja disini, dia lebih banyak menghabiskan waktu di studio."

"Mungkin dia betah melihat model-model kita yang cantik bak bidadari!"

"Benar. Sama sepertimu waktu pertama kali bekerja dulu. Tak pernah mau meninggalkan studio sedetik pun!"

"Itu dulu. Waktu aku belum tahu bagaimana kelakuan model-model cantik itu." kata Chanyeol.

'Yang benar itu, waktu kau belum tahu bagaimana rasanya dicampakkan seorang model, Park Chanyeol.'

.

.

"Apa kau sudah dapat jadwal kerja untuk bulan depan? Aku sudah. Dan semuanya berada di studio! Haaah...tidak tahukah mereka kalau aku sangat menyukai foto outdoor?!"

"Studio? Benarkah?"

"Luhan?"

"Tidak. Siapa yang membuat jadwal ini? Ini pasti ada kesalahan! Kau bekerja di studio dan aku harus pergi ke festival fashion fall session di Jeju selama dua minggu! Kukira kau yang akan ikut! Tidak pernah ada yang memisahkan kita!"

"Jeju? Astaga! Siapa yang menggantikan posisiku?!"

"Sehun."

"Apa?!"

.

.

"Kau bawa kartu yang kemarin aku beri?"

"Kartu?"

"Iya. Kartu. Kemarin sebelum kau pulang lembur aku memberimu sebuah kartu hitam sebagai akses masuk ke hotel nanti. Aku menitipkannya padamu."

"Ada di bawah keyboard komputerku." lirihnya tiba-tiba dengan wajah kaku.

"Apa?"

"Aku meninggalkannya. Di mejaku. Di kantor. Di Seoul."

"Kita cari penginapan."

.

.

"Sehun?"

"Ya?"

"Kau...bisa memegang kata-katamu, kan?"

"Maksudmu?"

"Itu...ucapan yang tadi. Kau bilang...kau normal dan...bisa mengontrol akal sehatmu jadi...aku aman."

"Tak perlu takut. Kau boleh pegang kata-kataku itu. Kalau sampai aku macam-macam padamu...itu artinya kau sudah mulai mengharapkan kita melakukan hal yang tidak-tidak disini."

.

.

"Kau tidak seperti yang mereka bicarakan rupanya."

"Mengatakan kalau aku dingin, pendiam dan jarang tertawa? Yaaah...aku sudah biasa. Melihat gadis-gadis yang mengagumi wajahku juga sudah biasa."

"Tapi kau memang tak banyak bicara. Setidaknya itu yang temanku katakan."

"Temanmu? Apa dia...Park Chanyeol itu? Maaf, tapi mungkin itu karena teman konyolmu itu yang terlalu banyak bicara. Aku bicara dalam arti harfiah dan sama sekali tidak bermaksud mengejek."

"Aku tahu. Chanyeol memang kadang kelewat banyak bicara. Tapi bukan hanya dia, hampir separuh karyawan di ruanganku mengatakanmu begitu."

"Jadi mereka benar-benar menggosipkanku? Hmm...ku beri tahu satu hal. Aku hanya banyak bicara ketika sedang memotret saja. Itupun hanya sekedar memberi arahan gaya. Dan lagi, untuk apa aku berceloteh ini itu kalau tak ada hal yang bisa ku ucapkan?"

"Setidaknya tertawalah jika seseorang memberimu lelucon. Aku suka melihat caramu tertawa."

.

.

"Luhan, maafkan aku..."

.

.

.

Halooo...

Reader-nim, selagi menunggu All About Us dirampungkan (yang harus memakan waktu cukup lama), izinkan saya mempublish ulang cerita ini.
Terimakasih untuk yang sudah request ff ini.

Semoga berkenan yaaa~

Dear Future HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang