Come Back Home

792 83 20
                                    

Jimjilbang atau penginapan khusus sauna, adalah rumah kedua bagi Sehun selama enam hari ia bermalam. Kamar apartemen itu tak lagi berpenghuni segera setelah ia angkat kaki dari flat Chanyeol. Sehun hanya kembali satu kali saja untuk mengepak barang-barangnya ke dalam koper sebelum memutuskan untuk terbang ke Paris. Seminggu terus dimintai keterangan oleh pihak kepolisian, akhirnya kesempatan itu datang.

Pagi ini jadwal keberangkatannya. Sialnya, tiket pesawat yang harusnya ada didalam koper besar itu nyatanya tertinggal di apartemen. Merutuki kebodohannya sendiri, sebelum matahari naik ke permukaan, Sehun sudah tiba didepan pintu, membuka kunci password tujuh angka kembarnya, dan melihat secarik kertas panjang bertengger manis tepat diatas meja makan. Untung ia ingat, kalau tidak, batal sudah niatnya untuk pergi –meninggalkan semua kenangannya. Termasuk Luhan.

Sehun baru akan memasukkan tiket itu ke dalam kopernya tepat ketika ia mendengar suara tangis dari sudut ruangan. Isakan tersayat yang begitu perih sampai ke telinga. Lama ia berdiam diri, perasaan ngeri tiba-tiba merayap masuk ke rongga dada saat prasangkanya menyebutkan satu nama.

Tidak. Itu tidak mungkin dia. Sehun hanya terlalu merindukannya dan sedang berhalusinasi. Luhan tidak disini. Ia pasti hidup baik-baik saja bersama Chanyeol.
Setidaknya itu yang ada dalam pikiran Sehun sebelum ia memutuskan untuk melangkah ragu menuju kamarnya. Matanya melebar seketika pada sosok lemah tak berdaya itu disana. Berbaring menyamping dalam keadaan kalut, jemarinya mencengkeram kuat sprai putih kusut dengan wajah tertutup rambut yang menempel karena air mata.

Tapi itu memang dia. Sekuat apapun batin Sehun menolak, itu memang Luhan. Perempuan yang teramat sangat ia rindukan.

Sejak kapan Luhan disana? –adalah pertanyaan terbesar Sehun saat ini.

Terlalu munafik kalau mengatakan Sehun selama ini dalam keadaan baik-baik saja. Tidak. Ia juga menangis –parah, hampir setiap malam sampai penjaga jimjilbang menyuplai hidup pria itu dengan sekotak tisu gratis. Bukan hal mudah juga baginya untuk terus menahan diri ingin menemui Luhan. Mengetahui bagaimana keadaannya. Tapi Sehun mencoba untuk tegar, tak seperti sosok Luhan di matanya sekarang. Rapuh.

Semua tindak tanduk perempuan diatas ranjang itu berhasil memutus tali simpul mati di hati Sehun yang bertekad ingin pergi jauh dari kehidupannya. Luhan-nya, tepat didepan mata, menangisi ranjang kosong yang justru sangat Sehun benci. Tangan kurus dan kedua mata rusanya itu, juga bibir serta suara paraunya dengan telak membuat Sehun terpukul.

Akhirnya, setelah melempar tiket pesawat ke sembarang arah dan meninggalkan kopernya didekat pintu masuk, Sehun melangkah cepat naik ke atas ranjang lalu meraih tubuh Luhan sebelum mendekapnya erat. Ia baru menyadari betapa hangatnya suhu badan Luhan saat itu –melebihi suhu normal. Luhan meraung tangis dibalik suara seraknya.

"Luhan.. Kumohon, jangan seperti ini."

Bahu sempit itu malah berguncang kian hebat.

"Lu..."

Kemudian dengan tangan bergetar, Luhan menggerakan jemarinya ke arah kaos Sehun sebelum berbisik lirih dalam suara serak.

"Jangan pergi lagi, Sehun...jangan pergi...jangan tinggalkan aku..."

Mungkin Tuhan sedang menghukum Sehun dengan menjatuhkannya sebuah karma menyakitkan. Sehun yang merusak Luhan, Sehun yang membuat kehidupan normal gadis ini berantakan, Sehun juga yang menyebarkan racun tak berpenawar. Tapi ia tak menyangka kalau Luhan akan berakhir seperti ini. Menangisi dirinya saat tak satupun makhluk didunia pantas melakukannya.

"Aku tak akan pergi. Tak akan lagi." pria itu berkata final.

Dadanya sakit dan perih jika harus melihat Luhan terus begini.

Dear Future HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang