4

910 142 1
                                    

***

Setelah tiga minggu Jiyong depresi bersama keranjang-keranjang piknik yang Thomas antarkan setiap hari, Jiyong keluar dari rumahnya. Hari ini pria itu menyapa matahari siang yang tidak seberapa terik dengan kaos putih juga celana pendek hitam miliknya. Pria itu memakai sebuah sepatu pantofel ketika datang. Tubuhnya dibalut kemeja putih dengan celana hitam, tanpa dasi, juga tanpa jas. Ia bahkan tidak memiliki dompetnya saat datang ke tempat itu.

Jiyong salah membayangkan tempat tinggal. Ia seharusnya membayangkan rumahnya sendiri waktu itu. Kini, karena ia terlanjur membayangkan rumah orang lain, semua perabot di dalam rumah itu pun milik orang lain– milik Lisa. Ia terkejut saat membuka lemari pakaian di sana, sebab sebagian besar isinya bukan miliknya. Melihat pakaian-pakaian itu tentu saja membuat Jiyong semakin merindukan kekasihnya. Namun ia tidak punya pilihan lain selain menunggu seseorang menemukan tubuhnya. Ia tidak punya pilihan lain selain berharap kekasihnya akan selalu baik-baik saja, bahkan tanpanya.

Dengan dua tangan yang penuh karena keranjang piknik, Jiyong mendorong pintu Hawaii cafe. Semua mata tertuju padanya ketika ia datang, Thomas di balik meja barnya, seorang wanita dengan gaun biru, seorang ibu dengan celana jeans, kaos dan kemeja tipis, lalu seorang pria dengan jubah tidur berwarna maroon yang kelihatan mahal. Jiyong canggung menerima tatapan hantu-hantu itu. Ia tahu penampilannya luar biasa buruk setelah menangis dan depresi berhari-hari. Namun kemudian si ibu dengan kemeja itu berjalan menghampiri Jiyong, meraih keranjang piknik yang pria itu bawa dan tersenyum.

"Akhirnya kau keluar juga," ucap wanita paruh baya itu. "Namaku Yuri, Lee Yuri," susulnya memperkenalkan diri. "Itu Jennie dan Eun Jiwon," tambahnya memperkenalkan gadis dan pria yang terlihat kaya itu.

Thomas tersenyum untuk menyapa. Setelahnya, pria itu berseru, berterimakasih, sebab Jiyong mengisi dua keranjang piknik yang ia bawa dengan makanan juga wine yang bisa ditemukannya di dalam rumah Lisa– atau rumahnya sekarang. Hari ini, Jiyong bergabung bersama empat orang dalam cafe. Jiyong tidak benar-benar ingin bergaul. Jiyong tidak benar-benar ingin melanjutkan hidupnya– dalam artian berhenti menangis dan menyesali segalanya. Ia hanya sungkan, sebab selama tiga bulan depresinya ini, Thomas selalu datang, selalu memperhatikannya walau hanya dengan menekan bel dan meletakan keranjang piknik berisi makanan di depan pintunya.

Dalam obrolan itu, Jiyong tahu kalau Thomas adalah orang yang paling tua di sana. Usianya hampir dua ratus tahun. Ia tiba di sana saat masih berusia dua puluh tahun dan tubuhnya tidak pernah ditemukan. Bahkan tulangnya belum pernah muncul di hadapan siapapun. Sedang Lee Yuri, ia sudah berada di sana sejak lima belas tahun lalu. Ibu mertuanya yang keji membunuh dan melempar tubuhnya ke laut. Membuat ia hampir mustahil untuk ditemukan.

Teman baru Jiyong yang lainnya adalah Jennie. Ia seorang pekerja di rumah bordil. Wanita cantik itu tewas karena seorang pelanggan kasar, lalu tubuhnya disembunyikan entah dimana. "Tapi aku berharap tubuhku tidak akan pernah ditemukan," ucap Jennie ditengah-tengah obrolan mereka. "Seumur hidupku, aku tidak pernah diperlakukan seperti manusia. Aku punya banyak sekali kenangan buruk dengan manusia. Aku tidak punya keluarga sebelumnya. Lalu... Saat aku tiba disini, mereka semua memperlakukanku dengan baik. Aku meras seperti punya keluarga di sini," tuturnya, sembari merangkul lengan Yuri. Menunjukan betapa sayangnya ia pada wanita paruh baya itu.

Sementara Eun Jiwon, ia baru berada di sana selama enam tahun. Wanita yang ia nikahi membunuhnya. Mereka sudah menikah selama dua tahun tanpa sempat melahirkan seorang pun anak. Sampai akhirnya, sang pengusaha mendapati istrinya berselingkuh. Mereka bertengkar dan wanita itu membunuhnya. Sang istri kemudian menyembunyikan tubuh suaminya dibantu oleh kekasihnya. Penghianatan itu tidak pernah bisa Jiwon lupakan. Selama enam tahun, setiap harinya ia membunuh wanita itu dalam kepalanya– sebab ia tidak bisa meninggalkan desa.

"Waktu itu kau yang berdiri di depan rumahku, iya kan?" tanya Jiyong, menatap Jennie yang kemudian menganggukan kepalanya.

"Aku penasaran siapa Kwon Jiyong yang baru saja datang. Lalu saat melihatmu menutup pintu... Ah... Dia Kwon Jiyong yang ku kenal," jawab Jennie, mengakui kalau tiga minggu lalu ia menonton Jiyong yang baru tiba di rumahnya.

"Kalian saling kenal?" tanya Yuri kemudian.

"Tidak, hanya aku yang mengenalnya. Dia G Dragon, dia sering muncul di TV, di majalah, di berita, lagunya dimana-dimana. Kekasihnya juga aktris, uhm... Siapa namanya? Kim Lisa? Iya kan? Atau sudah bukan lagi? Aku tiba disini tahun lalu, saat berita sedang ramai membicarakan tentang kalian yang akan main drama bersama."

"Aku tidak yakin," gumam Jiyong. "Kami bertengkar hebat beberapa waktu sebelum aku sampai di sini," ucap Jiyong, membuat Jiwon menebak-nebak kalau Jiyong juga bernasib sama sepertinya. Tapi sama seperti tadi, Jiyong tidak yakin ia bernasib sama dengan Jiwon atau tidak. Jiyong tidak tahu siapa yang membunuhnya. Satu hal yang ia tahu, Lisa telah membunuh anaknya– walau ia tidak mengatakan itu pada teman-teman barunya.

Kalau tahu ia akan mati secepat ini, ia tentu tidak akan melukai kekasihnya– yakin Jiyong. Melihat Jiyong yang murung, Yuri lantas bangkit dari duduknya. Wanita itu berdiri kemudian menawarkan diri untuk mengajak Jiyong berkeliling desa itu. Mengajak Jiyong untuk sedikit melupakan kesedihannya. Mereka berjalan, Jiyong mengenali tempat baru itu dengan bantuan nyonya Lee yang lembut. Jiyong penasaran, kenapa semua orang di sana terlihat begitu lembut, begitu tenang seolah mereka adalah orang-orang paling bijak di dunia. Memang tidak benar-benar semua orang, tapi Thomas dan Yuri terlihat begitu di mata Jiyong. Menenangkan tapi juga menakutkan.

"Tidak, aku tidak sebahagia itu di sini," ucap Yuri, menjawab pertanyaan Jiyong– apa semua orang di sini bahagia?

"Kita semua mati dan terjebak di sini sampai suatu saat nanti ada orang yang menemukan tubuh kita. Seseorang yang tewas dan tubuhnya hilang, tidak mungkin mati dalam kebahagiaan, dengan tenang dan dikelilingi orang-orang tersayangnya. Setiap orang di sini punya kenangan buruk, tentang kematian mereka, tentang hidup mereka. Tapi tidak ada pilihan lain-"

"Aku punya pilihan lain waktu itu," potong Jiyong, mengingat siang dimana ia begitu marah pada kekasihnya. "Kalau waktu itu aku pulang lebih awal... Aku tidak akan kehilangan mereka berdua. Kalau aku ada di sisinya saat itu, ia tidak akan berubah jadi wanita yang sangat kejam. Kalau aku terus menemaninya, dia tetap akan jadi wanita yang ku kenal."

"Kekasihmu yang membuatmu sampai ke sini?" tanya Yuri, membayangkan ada satu lagi Eun Jiwon yang kecewa atas hubungannya di sana.

"Ya," angguk Jiyong. "Rasanya seperti dijatuhi hukuman mati saat tahu dia menggugurkan anak kami tanpa sepengetahuanku. Dia hamil dan mengugurkan bayi kami tanpa memberitahuku."

***

A Place I Can't FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang