13

665 128 3
                                    

***

Kini giliran Jiyong. Begitu Lisa selesai dengan air matanya, pria itu mulai bercerita. Saat itu Jiyong sangat marah pada Lisa. Sebab Lisa tidak mengatakan yang sebenarnya, sebab Lisa membuat mereka terjebak dalam kesalahpahaman. Beberapa hari Jiyong menahan emosinya. Ia enggan menemui Lisa, karena khawatir ia akan hilang kendali seperti sebelumnya. Ia khawatir, ia akan melukai Lisa.

Malam itu Jiyong baru selesai minum-minum di rumahnya. Pria itu pergi mandi setelah ia menghabiskan beberapa botol wine, berendam di dalam bathtubnya kemudian tidak sadarkan diri. Saat bangun, ia ada di dalam sebuah kamar yang bukan miliknya. Kepalanya masih sangat pening waktu itu, namun jantungnya langsung berdetak sangat kencang saat ia menyadari kalau tangan dan kakinya terikat di ranjang. Tubuhnya terasa kaku, namun samar-samar ia bisa mendengar suara seorang wanita. "Aku akan menikahinya, kau pergi saja," begitu yang Jiyong dengar, namun ia tidak mengatakannya pada Lisa.

Setidaknya beberapa jam, Jiyong terjaga dalam keadaannya saat itu. Ia mencoba melepaskan tangan dan kakinya, namun tidak pernah benar-benar berhasil. Entah apa yang terjadi pada tubuhnya, ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya dengan leluasa. Sampai akhirnya Jiyong kembali tidak sadarkan diri dan begitu ia bangun lagi, ia terikat di atas sebuah kursi. Di depan sebuah meja makan persegi dengan steak dan berbagai makanan mahal lainnya. Di sebrang meja, ia pun menemukan wanita itu.

"Aku tidak tahu siapa namanya," ucap Jiyong, menjelaskan tentang wanita yang duduk di hadapannya itu. "Tapi wajahnya familiar. Rasanya aku sudah beberapa kali melihatnya. Dia juga bertanya padaku, apa aku mengingatnya? Dia bilang kami sering bertemu sebelum aku mulai berkencan denganmu."

Wanita mengerikan itu menyuruh Jiyong makan, namun ia tidak bisa makan dengan tangan yang terikat. Jadi wanita itu melepaskan ikatannya pada Jiyong, sialnya, bahkan setelah ikatan itu dilepas sekalipun Jiyong tetap tidak leluasa bergerak. Orang yang menculik Jiyong, menyuntikan obat aneh ke dalam darah pria itu selama ia tidak sadarkan diri. Obatnya membuat Jiyong merasa kebas, merasa sangat lemah hingga ia tidak bisa menggerakkan tangannya sendiri.

Jiyong kembali tidak sadarkan diri setelah ia menelan sepotong daging yang dijejalkan ke mulutnya. Pria itu jatuh dari kursinya kemudian berbaring di lantai tanpa sempat memberi perlawanan apapun. Tidak lama setelahnya– mungkin keesokan harinya– Jiyong kembali bangun dan kali ini ia memakai tuksedo hitam, berdiri terikat di sebuah pilar ruangan menunggu pengantinnya datang– ya, gadis yang menculik Jiyong itu benar-benar akan menikahi pria itu, dengan atau tanpa persetujuannya.

Secara sepihak, ia ingin menikahi Kwon Jiyong yang saat itu bahkan tidak bisa bicara. Entah obat apa yang mengalir dalam tubuhnya, namun Jiyong merasa begitu tidak berdaya. Ia merasa begitu marah hingga dengan sekuat tenaganya, ia tolak cincin kawin yang akan disematkan di jarinya. Jiyong hanya menggerakan jarinya dengan susah payah lalu membuat cincin kawin itu jatuh ke lantai. Hanya dengan gerakan kecil itu, si penculik marah besar dan setelahnya Jiyong tiba di desa orang mati itu.

"Oppa pasti ketakutan," komentar Lisa, lagi-lagi menangis sebab terlampau kasihan atas cerita itu. Sepintas, beberapa wajah muncul dalam kepalanya. Wanita yang tidak Jiyong ingat wajahnya, namun selalu mengingat pria itu.

"Sangat takut juga marah." Jiyong memakai kedua tangannya untuk menangkup wajah Lisa. Dulu gadis itu punya pipi yang menggemaskan, namun kini wajahnya tirus sekali. "Wanita itu sangat mengerikan. Sangat gila. Aku takut dia melakukan hal yang buruk padamu. Jangan menangis lagi, aku terlalu sering membuatmu menangis," pinta Jiyong, diusapnya pipi Lisa, ia hilangkan beberapa butiran air mata di sana lalu ia cium bibir Lisa dengan begitu lembut.

Malam pertama mereka, setelah dua tahun tidak berjumpa ternyata tidak cukup panjang untuk melakukan lebih banyak lagi hal. Mereka menghabiskan malam itu untuk bercerita, sesekali berciuman namun tidak pernah sampai berhubungan seksual. Keduanya menangis dan tertawa bersama, sampai tidak sadar kalau matahari sudah kembali terbit.

Kini, saat matahari mulai bersinar terang di luar, Lisa justru enggan meninggalkan desa itu. Lisa khawatir begitu ia pergi, Jiyong pun akan menghilang seperti dalam mimpinya. "Kalau begitu jangan pergi," balas Jiyong, yang kini mengeratkan pelukannya pada tubuh kurus kekasihnya. "Tetaplah di sini, bersamaku, aku tidak keberatan menghabiskan waktuku di sini bersamamu," susulnya, membicarakan tentang aktivitas mereka sedari tadi– berbaring di ranjang, mengobrol tanpa melakukan apapun.

Pada akhirnya, Lisa tetap akan pergi. Gadis itu tetap bangkit dari ranjangnya kemudian menatap Jiyong yang berbaring di sebelahnya. Untuk beberapa detik, mereka hanya saling menatap. "Kalau aku pergi dari sini kemudian tempat ini menghilang, oppa pun menghilang lagi. Percaya lah kalau aku akan menemukanmu. Mungkin butuh waktu, tapi aku akan menemukanmu," janji Lisa, membuat Jiyong mengulas sedikit senyumnya. Padahal Lisa tidak berencana pergi lama. Gadis itu hanya ingin mencari handphonenya, kemudian memberitahu polisi tentang apa yang ia lihat, tentang apa yang ia dengar, tentang bagaimana mereka bisa menemukan Jiyong. Lisa masih berfikir, kalau semakin cepat Jiyong ditemukan, maka mereka bisa segera pulang juga. Semakin cepat Jiyong ditemukan, ia akan kembali hidup dan mereka bisa pulang bersama.

"Tidak bisa kah kau tetap di sini? Seperti ini saja?"

"Oppa tidak ingin pergi dari sini?"

"Aku hanya ingin bersamamu. Di mana pun itu, selama kau ada di sana, aku tidak keberatan."

"Bukan hanya aku yang merindukanmu, bukan hanya aku yang membutuhkanmu. Tentu saja, di antara semua orang itu aku yang paling membutuhkanmu. Tapi... Oppa tidak seharusnya ada di sini. Oppa seharusnya pulang dan hidup bahagia denganku, dengan orang-orang yang menunggumu di rumah," pinta Lisa yang kemudian tersenyum lantas melompat turun dari ranjangnya. "Keluarlah, aku harus berganti pakaian sebelum pergi," suruh Lisa, mengulurkan tangannya untuk membantu Jiyong bangun dari ranjang.

Sebenarnya Lisa tidak perlu mengganti pakaian. Pakaiannya akan berganti dengan kemeja lusuh dan celana jeans lagi begitu ia melewati batas, namun gadis itu ingin terlihat cantik. Setidaknya saat ia mampir ke Hawaii cafe untuk berpamitan, ia ingin terlihat mempesona– siapa tahu Jennie ada di sana. Ia ingin menunjukkan versi terbaiknya pada wanita itu.

"Kenapa aku harus keluar? Ganti baju saja-"

"Aku ingin memberimu kejutan. Kemarin aku datang dan mengejutkanmu dengan penampilanku yang buruk. Aku ingin mengganti ingatan di kepalamu. Aku ingin oppa mengingat Lisa yang cantik."

"Jangan pakai pakaian yang terlalu terbuka. Ada luka di punggung dan bahumu. Luka saat kau berlarian di hutan kemarin," ucap Jiyong, mengatakan secara samar kalau ia sudah menelanjangi Lisa dan melihat seluruh tubuh gadis itu sebelumnya. "Aku tidak melecehkanmu. Bagaimana bisa aku melakukannya pada gadisku yang pingsan? Aku bahkan tidak terangsang karena terlalu sedih melihat lukamu," susul Jiyong, di saat kekasihnya menunjukkan ekspresi tidak senangnya. Gadis itu memelototinya dengan tangan yang ia pakai untuk menutupi dadanya sendiri. Jiyong sudah duduk saat kekasihnya bersikap seperti itu.

"Uhm... Kenapa rasanya seperti penghinaan?"

"Boleh aku melakukannya sekarang atau masih harus menunggu?"

***

A Place I Can't FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang