11

721 126 2
                                    

***

Tidak sampai sepuluh menit, Jiyong sudah kembali ke Hawaii cafe. Pria itu berlari untuk kembali ke cafe sebab ia tidak ingin kekasihnya menunggu terlalu lama. Dengan terengah-engah pria itu masuk dan menghampiri Lisa. Tanpa sadar ia memeluk Lisa, sebab beberapa detik lalu ia khawatir gadis itu akan menghilang. Marah lalu pergi atau benar-benar menghilang seolah tidak pernah muncul. Melihat Lisa di sana, masih terasa seperti mimpi bagi Jiyong.

"Cepat sekali," komentar Lisa, tepat sebelum Jiyong sempat meminta maaf karena membuatnya menunggu. "Lihat kan? Aku tidak bisa mempercayaimu Thomas, tapi aku bisa mempercayainya. Apapun yang ada di kepalanya, rasanya seperti aku bisa melihat semuanya. Jadi kalau ternyata semua ini hanya penipuan, kau berhasil menipu kami sekaligus."

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Jiyong kemudian. Ia kemudian duduk di sebelah Lisa, di depan meja bar, berhadapan dengan Thomas.

"Kekasihmu tidak mempercayaiku, tapi dia mempercayaimu. Dia seperti bagaimana kau menceritakannya, sangat tenang saat masih waras. Tapi siang tadi kurasa dia tidak seberapa waras?" balas Thomas, meledek Lisa dan kegilaannya tadi siang– saat ia menyeret Jiyong demi menemukan jalan keluar.

"Bagaimana bisa aku tetap waras setelah semua yang kulalui? Aku hampir di perkosa tiga orang, aku hampir mati, lalu tiba-tiba aku bisa melihat hantu dan yang paling menakutkan kekasihku menjadi salah satu bagian dari mereka. Kalau orang lain yang mengalaminya, ia akan gila berhari-hari," ucap Lisa, membuat Thomas langsung menyetujuinya. Tuan Jang dan Wook butuh waktu berhari-hari untuk bisa menerima pengelihatan mereka. Namun Thomas dan Jiyong tetap berharap kalau Lisa tidak perlu melihat mereka-mereka yang kemudian menghilang, melebur bersama udara.

"Jadi dimana aku bisa menemui partner penipuanmu?" tanya Lisa kemudian. "Dimana aku bisa menemui Tuan Jang dan Wook? Lalu detektif Shin juga?" susulnya membuat Thomas berjalan mendekati papan buletinnya.

Di sana Thomas mengambil selembar kertas. Bukan kertas foto, melainkan selembar kertas putih dengan gambar seorang pria di atasnya. "Aku tidak tahu dimana kau bisa menemukan mereka. Tapi ini wajah Detektif Shin, Yuna yang menggambarnya dan aku tidak sengaja menemukannya," susul Thomas membuat Lisa kemudian bertanya-tanya bagaimana ia bisa membawa gambar itu keluar kalau pakaiannya saja berubah saat ia melewati batasnya tadi. "Kau harus menggambarnya di luar perbatasan," ucap Thomas, membuat Jiyong dan Lisa tertawa hampir bersamaan– Lisa tidak bisa menggambar. Apalagi menggambar wajah seseorang seperti yang Yuna lakukan.

"Aku akan mencari Detektif Shin Junho yang berkencan dengan Choi Yuna saja. Asumsikan saja hanya ada satu pasangan Shin Junho dan Choi Yuna." Lisa memutuskan. "Tapi oppa, aku kehilangan handphoneku di tebing kemarin... Kurasa handphoneku jatuh bersama Kim Taehyung. Padahal-"

"Minta eommaku membelikanmu handphone baru, minta dia membelikanmu pakaian baru, pergilah ke salon bersamanya, periksa kesehatanmu bersamanya, berbelanja lah dengannya, lakukan semua yang biasa kau lakukan bersamanya, minta dia membayar semuanya. Bagaimana bisa seorang aktris berpenampilan sepertimu kemarin? Jaga citramu," omel Jiyong, yang justru membuat Thomas menaikan alisnya karena kebingungan.

Thomas pikir, Jiyong menyukai Lisa apa adanya. Thomas pikir, Jiyong tidak akan memaksa Lisa untuk berpenampilan sempurna seperti pria-pria kebanyakan. Thomas pikir, Jiyong tidak peduli dengan fisik serta penampilan kekasihnya dan tetap mencintainya bagaimana pun bentuk wanita itu. Namun sepertinya Thomas salah– Jiyong si bintang tetap menginginkan gadis cantik, bersih dan sempurna sebagai kekasihnya.

"Augh... Jangan mengomel. Oppa tidak merindukanku? Ayo pulang saja," ajak Lisa namun Thomas langsung berseru– ia bertanya apa Lisa akan menginap di rumah Jiyong lagi dan tentu saja Jiyong mengiyakannya.

"Tapi kalian belum menikah, bagaimana bisa kalian tinggal bersama? Bagaimana kalau kalian menginap di penginapanku saja? Di lantai dua ada dua kamar," tawar Thomas, membuat Lisa sedikit canggung karenanya. Thomas sudah berusia hampir dua ratus tahun, mungkin ia masih hidup dulu, menginap bersama kekasih adalah hal tabu– walau sekarang pun masih dianggap begitu.

"Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan dengannya, kami akan ke rumahku." Jiyong bicara dengan lembut, menyembunyikan sedikit rasa canggung yang juga ia rasakan. Rasanya seperti sedang bicara pada kakeknya kalau ia tidak akan bersetubuh dengan kekasihnya di kamar masa kecilnya. "Ada banyak hal yang harus aku tunjukkan padanya, di rumah, ada banyak hal yang harus kami bicarakan... Aku tidak akan melakukan apa yang kau bayangkan itu," tambah Jiyong sebelum Thomas memberi pendapat lain. 

Akhirnya mereka berjalan keluar dari Hawaii cafe, melangkah satu demi satu, dengan sangat santai menuju rumah yang Jiyong tempati. Sembari berjalan, Jiyong memberitahu Lisa kesehariannya. Sesekali ia tidur sore di taman, membayangkan apa yang sedang Lisa lakukan sembari mengingat-ingat kenangan mereka. Sesekali juga, Jiyong melukis di tengah padang chamomile. Terkadang anak-anak datang, mengganggunya, mengajaknya bermain atau sekedar penasaran dengan gambar yang sedang Jiyong buat. Bahkan di desa itu, Jiyong sudah menggambar banyak hal dan semua gambar itu ia berikan ke rumah-rumah lain.

"Aku menjadi guru menggambar untuk anak-anak di sini. Kami mewarnai batu, daun, kertas, sepatu, apapun yang bisa di gambar sampai Yuri noona kesal karena aku memakai piring kesayangannya sebagai tempat cat. Aku tidak tahu kalau itu piringnya, ku pikir itu milikmu, jadi aku menukar piring milikmu dengan miliknya," cerita Jiyong sembari mereka melangkah.

"Piringku?" tanya Lisa, sedikit bingung dengan cerita Jiyong. Bagaimana bisa piringnya ada di tempat ini?

Jiyong kemudian membuka pintu rumahnya dan baru saat itulah Lisa menyadari kalau rumah tempat Jiyong tinggal adalah rumahnya. "Saat pertama kali datang, Thomas mengatakan kalau ini rumahku. Kami masuk, lalu perlahan-lahan ruangan kosong ini berubah jadi rumahmu. Aku mengatakan padanya kalau ini bukan rumahku, tapi dia bilang ini rumah yang ku bayangkan."

"Wah... Saat itu oppa membayangkan rumahku? Kau sangat ingin datang ke rumahku?" tanya Lisa, yang setelahnya menganggap hal itu sebagai sebuah kehormatan. "Oppa pasti sangat mencintaiku," yakin Lisa dengan senyum di wajahnya. Senyum yang membuat Jiyong justru merasa begitu sedih. Sebab ia tidak lagi setara dengan gadis hebat itu.

"Menurutmu bagaimana perasaanku setiap kali melihat foto itu? Aku hanya bisa melihatnya lalu membayangkan kau muncul di depanku, tersenyum padaku, bicara padaku. Tapi sering kali bayangan itu pun mengkhianatiku. Bahkan dalam bayanganku, kau sering sekali tiba-tiba menghilang." Jiyong bercerita, sembari menunjuk foto sebesar jendela di dinding rumah Lisa.

Foto itu adalah hasil pemotretan Lisa beberapa tahun lalu, yang sengaja di cetak untuk ia jadikan pajangan di rumahnya. Namun hari ini, foto itu tidak lagi ada di rumah Lisa. Lisa sudah menjualnya tahun lalu. Sesaat Lisa menyadari, kalau mereka mendapat dua hukuman yang berbeda. Jiyong terperangkap dalam desa kecil itu, sedang Lisa terlantar di jalanan yang sangat luas. Lisa kehilangan segalanya begitu Jiyong menghilang dan Jiyong pun kehilangan segalanya setelah menghilang.

***

A Place I Can't FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang