12

711 128 3
                                    

***

Jiyong berbaring di atas ranjang, begitu juga dengan Lisa yang berbaring di sebelahnya. Jam sudah menunjuk pukul sebelas, namun keduanya belum ingin tidur malam ini. Rasanya, ada banyak hal yang harus mereka bicarakan malam ini. Rasanya mereka harus meluruskan semua kesalahpahaman mereka saat ini juga– sebelum mereka terbangun dari mimpi indah.

"Boleh aku memulainya lebih dulu?" tanya Lisa, masih berbaring, sembari memegangi tangan Jiyong yang berbaring di sebelahnya.

Tidak ada sentuhan lain selain genggaman tangan itu, tapi rasanya, suasana sudah sangat intim malam itu. Thomas dan mungkin orang lain pikir mereka menginginkan seks. Melepas rindu dengan seks, kembali mencintai dengan seks. Tapi ini tidak selalu tentang seks. Mereka membutuhkan keintiman, perasaan tersentuh, diperhatikan, dikagumi, diberi seulas senyum paling tulus, dibuat tertawa. Mereka ingin merasa aman, secara fisik maupun mental. Merasa seperti seseorang yang benar-benar saling memiliki

"Aku yang memulai semua ini," gumam Lisa. "Waktu itu, dua hari setelah oppa pergi keluar negeri, aku tahu kalau aku hamil. Aku ingin memberitahumu, tapi tidak bisa mengatakannya di telepon. Aku hanya memaksamu untuk segera pulang," cerita gadis itu.

"Tapi aku tidak melakukannya. Ku pikir tidak ada hal penting yang perlu kita lakukan, seandainya aku tidak terlalu gila kerja-"

"Hm... Satu minggu setelah kau ada di sana, saat aku menagih janjimu untuk pulang, aku sudah ada di rumah sakit," cerita Lisa, sembari menahan tangisnya. "Usia kandunganku waktu itu hampir tiga bulan-"

"Apa katamu?! Jangan bercanda, kita masih melakukannya dua hari sebelum aku pergi," potong Jiyong, sedikit berteriak karena ia tidak mengetahui itu, sama sekali. Selama ini Jiyong bahkan tidak pernah menduga kalau Lisa sudah hamil selama itu.

Namun saat itu Lisa juga menyerukan hal yang sama. Lisa juga terkejut. Pasalnya selama tiga bulan itu ia tidak merasakan apapun. Lisa tidak merasa sakit, tidak merasa mual dan ia tidak sadar kalau ia tidak datang bulan.

"Reaksiku waktu itu persis sepertimu... perutku memang sedikit berubah, sedikit buncit, tapi ku pikir itu karena aku terlalu banyak makan. Dan aku ke rumah sakit karena aku sembelit. Aku datang ke rumah sakit, hai dokter, aku sembelit. Lalu dokter itu bilang, wah selamat Lisa, kau hamil, dan sudah tiga bulan. Aku masih tidak percaya saat pulang, jadi aku membeli semua testpack dan mencobanya. Lalu meneleponmu, menyuruhmu pulang dan kau bilang akan pulang beberapa hari lagi. Tapi oppa ingkar janji dan aku marah sekali." Lisa bercerita, namun cara bicaranya yang menggebu-gebu langsung jatuh begitu rendah saat Jiyong bertanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi sampai Lisa bisa kehilangan bayi itu. Jiyong bertanya apa Lisa benar-benar sengaja mengugurkan bayi mereka seperti yang ia katakan tempo hari.

"Oppa bilang, oppa akan pulang di hari Minggu. Jadi di hari Sabtu aku pergi berbelanja. Sebenarnya aku mengajak Jisoo eonni, tapi dia tidak bisa pergi. Aku mengajak Dami eonni, dia juga sibuk. Aku ingin mengajak eommamu, tapi aku takut aku salah bicara dan memberitahunya tentang kehamilanku. Aku tidak bisa membayangkan reaksinya. Aku ingin menunggu oppa sebelum memberitahunya. Jadi kalaupun dia marah, oppa yang akan di marahi, bukan aku."

Jiyong menarik bahu Lisa, membuat gadis itu menatapnya. Intro ceritanya terlalu lama, Lisa sengaja memperpanjang ceritanya karena ia belum berani mengungkapkan intinya. Jiyong hafal kebiasaan itu dan ia menatap Lisa untuk meyakinkan gadis itu kalau ia boleh bicara sekarang. Kalau Jiyong tidak akan semarah waktu itu. Kalau Jiyong akan mendengarkan semua cerita Lisa dengan tenang, tanpa kecurigaan apapun. Jiyong sudah menyesal karena dulu ia bersikap sangat egois, terlalu meledak hingga tidak bisa menatap Lisa, namun kini ia sudah berubah. Ia bisa berusaha memahami kekasihnya.

"Saat aku berbelanja, seseorang yang tidak ku kenal meneleponku. Dia bilang aku tidak pantas untukmu. Ku pikir hanya telepon spam seperti biasanya. Aku mengabaikannya. Lalu dia meneleponku lagi. Katanya aku akan mati kalau tidak mengugurkan kandunganku. Padahal saat itu tidak ada orang tahu kalau aku hamil– tentu saja selain dokter dan Jisoo eonni. Agensi pun belum tahu karena aku meminta Jisoo eonni merahasiakannya sampai oppa pulang. Saat itu dia membuatku takut. Aku merasa dia ada di dekatku, jadi aku memutuskan untuk pulang. Di tempat parkir seseorang hampir menabrakku. Benar-benar hampir membunuhku. Mobil itu berhenti sekitar lima sampai sepuluh senti dari tempatku berdiri. Aku semakin takut, nomor itu terus meneleponku dan aku pulang. Harusnya aku melaporkannya, setidaknya pada agensi. Tapi aku tidak ingin membuatmu khawatir jadi aku memutuskan untuk menunggu. Namun di malam harinya seseorang memukul perutku saat aku sedang tidur. Aku tidak tahu siapa dia. Jisoo eonni pun tidak ada di rumah waktu itu."

"Kau sudah melaporkannya?" tanya Jiyong dan di sanalah Lisa menghela nafasnya. Raut menyesal tergambar jelas saat itu.

"Aku terlambat melakukannya," jawab Lisa dengan begitu menyesal. Ia baru melaporkan kejahatan itu di saat polisi menyelidikinya tentang hilangnya Jiyong. "Dokter bilang aku keguguran karena rahimku yang tidak seberapa kuat. Jadi aku ragu, aku benar-benar dipukul atau hanya merasa seperti dipukul. Tidak ada tanda-tanda seseorang menerobos masuk ke rumahku, juga ke rumahmu. Oppa dan bayi kita, menghilang begitu saja. Aku hanya... Hanya bisa menyalahkan diriku sendiri, menyalahkanmu, menyalahkan semua hal karena terlalu marah. Lalu aku kehilangan segalanya," ceritanya dengan suara yang semakin lama semakin pelan, semakin bergetar sebab gadis itu berusaha menahan tangisnya. Ia akan terus menangis setiap kali membicarakan mengenai bayi juga kekasihnya.

Jiyong memeluk kekasihnya. Meredam tangis Lisa yang pecah dalam pelukannya, kemudian mengusap-usap rambutnya. Pria itu mengatakan pada Lisa kalau semuanya akan baik-baik saja, kalau ia menyesal karena tidak mengetahui apapun, menyesal karena tidak pulang lebih cepat, menyesal karena langsung membuat kesimpulan, menyesal karena tidak bisa membuat Lisa merasa lebih tenang.

"Maaf, karena saat itu aku tidak bisa memahami lukamu," bisik Jiyong, masih sembari memeluk kekasihnya yang terisak pelan dalam rengkuhannya.

"Maaf karena tidak memberitahumu segalanya sejak awal... Waktu itu aku... Aku takut membayangkan reaksimu kalau waktu itu oppa tahu yang sebenarnya. Tapi ternyata aku salah dan aku terlambat menyadarinya," ucap Lisa.

Ia jelaskan alasan kenapa ia masih bertahan hidup sekarang, meski semua yang ia miliki sudah lama lenyap– untuk memberitahu Jiyong yang sebenarnya, untuk menghilangkan kebencian Jiyong padanya, untuk mengurai kesalahpahaman mereka.

***

A Place I Can't FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang