***
Lisa bisa menahan tangisnya di depan ratusan orang. Gadis itu bisa berakting, seolah hidupnya baik-baik saja di depan semua orang. Namun di depan Jiyong, setidaknya di depan Jiyong, ia ingin menjadi gadis paling jujur, gadis paling mudah dipahami, gadis yang paling jernih seperti sebuah kaca transparan. Lisa tidak ingin melakukan kesalahan yang sama– menyembunyikan perasaannya dari pria itu– kemudian kehilangan kekasihnya sekali lagi. Karenanya, begitu Jiyong mengatakan keinginannya, Lisa menangis. Ia tunjukan bagaimana isi hatinya yang sebenarnya.
Jiyong ingin Lisa menemukannya. Jiyong ingin mengakhiri semua pergulatan sulit diantara mereka. Ia ingin Lisa menyelesaikan segalanya kemudian melanjutkan hidupnya. Namun Lisa tidak menginginkannya. Lisa ingin menghabiskan waktunya, hidupnya bersama Jiyong.
"Kalau usiamu sudah lebih dari enam puluh, kalau kau sakit keras dan waktumu tidak lama lagi, aku bisa menerimamu di sini. Kau bisa menghabiskan sisa hidupmu denganku di sini. Tapi usiamu baru tiga puluh. Kau bisa hidup setidaknya tiga puluh tahun lagi, waktumu masih sangat panjang sementara milikku sudah tidak lagi bergerak. Aku tidak ingin kau menyia-nyiakan milikmu hanya untukku, aku tidak ingin Lisa yang masih sangat luar biasa ini menghabiskan waktunya di desa seperti ini."
"Lalu bagaimana denganku? Bagaimana dengan keinginanku?" balas Lisa. Sekeras apapun ia berusaha menerima penjelasan Jiyong, keinginannya untuk tetap hidup bersama pria itu masih sangat besar.
Jiyong terdiam, hingga di dalam rumahnya hanya suara isak tangis Lisa yang terdengar. Dua tahun ini gadis itu menangis lebih banyak dibanding belasan tahun hidupnya yang sebelumnya. Mungkin benar kata orang– mati lebih mudah dibanding hilang. Mati karena sakit, atau mungkin karena kecelakaan, karena memang sudah waktunya, dengan begitu wajar, terlihat seperti sebuah akhir yang indah. Memang membawa tangis. Namun keadaannya tidak akan seironis hari ini.
"Kau sudah berjanji akan menemukanku," bisik Jiyong, merengkuh Lisa untuk masuk ke dalam pelukannya. Pelukannya tidak seberapa erat, namun cukup untuk meredam getaran tangis dari tubuh gadis itu.
"Aku bisa datang kesini setiap hari, aku bisa menyetir kesini setiap hari, menemuimu setiap hari, setiap kali aku selesai bekerja aku bisa menemuimu disini. Kalau tidak ada yang menemukan tubuhmu, kalau tidak ada yang menemukan oppa, kita bisa hidup seperti itu. Perjalanan kesini tidak sulit, aku bisa menyetir setiap-"
"Jangan," potong Jiyong. Ia tidak ingin menjadi beban untuk kekasihnya. Ia tidak ingin menjadi rantai yang mengikat kekasihnya. Kalau ia tetap di sana, Lisa akan terus datang untuknya. Ia akan dianggap gila dan kehilangan semua orang disekitarnya kalau terus pergi ke gunung tanpa bisa menjelaskan alasannya datang. "Oppa, ingin Lisa menemukan-"
"Lalu bagaimana denganku?" ulang Lisa. "Aku ingin tetap bersamamu. Aku bisa hidup sendirian, di gunung atau dimana pun itu, tapi aku benci hidup tanpamu. Aku ingin terus bersamamu, oppa... Bahkan saat orang-orang membenciku, oppa tidak pernah menyerah padaku. Oppa tidak pernah goyah, oppa- apa yang harus ku lakukan dengan masa depanku kalau oppa tidak ada di sana?"
Di dalam rumah yang Jiyong rindukan itu, mereka hampir menangis bersama. Jiyong terus mendorong Lisa, meminta gadis itu untuk tetap mencarinya, menemukan tubuhnya kemudian membiarkannya pergi ke akhirat. Namun Lisa masih belum bisa merelakannya. Lisa tidak ingin Jiyong pergi, bahkan walaupun ia bukan lagi manusia, Lisa tidak keberatan berhubungan dengan hantu, arwah atau iblis sekalipun. Sebab ia masih mencintai Jiyong, meski pria itu sekarang menjadi iblis sekalipun, Lisa tidak keberatan memakai pakaian serba hitam untuk menyamainya.
"Lisa, dengarkan aku," bujuk Jiyong, yang sekarang turun dari sofa untuk berlutut di depan Lisa. Ia pegang kedua tangan Lisa, menggenggamnya di atas lutut gadis itu kemudian memaksa untuk saling bertukar tatap. Dengan lembut, Jiyong lantas berucap, "selama ini, aku selalu merasa kesepian. Bahkan dengan semua orang yang mengelilingiku, aku merasa sendirian. Setiap kali aku selesai merilis lagu baruku, aku kesepian. Semua orang selalu fokus pada angka dalam lagu ini, mereka sibuk mengecek berapa angka yang sudah melihat laguku, berapa yang membeli albumku, berapa keuntungan kami, bahkan fansku menyalakan lima komputer untuk melihat lagu yang sama berulang-ulang, menambah viewers laguku, semua orang sibuk setiap kali aku selesai dengan laguku. Tapi aku? Begitu selesai merilis laguku, itu adalah waktu paling sepi dalam hidupku. Sudah bertahun-tahun aku merasakannya, sangat kesepian. Tapi malam itu kau datang menemuiku, kau sudah selesai merilis albummu, kau tidak sibuk kan? Tolong bantu aku. Aku harus memainkan gitar untuk filmku, tapi aku tidak bisa melakukannya. Ah! Aku aktris, kalau kau tidak mengenalku. Malam itu kau membuatku sangat senang, kau memang murid yang menyebalkan, tapi aku senang karena untuk pertama kalinya, aku tidak merasa kesepian setelah merilis album baru."
Lisa mengigit bibirnya. Ia tidak ingat kalau ia pernah melakukan hal seperti itu. Tentu ia ingat kalau G Dragon pernah membantunya belajar bermain gitar, mereka pernah bertengkar semalaman karena jari-jarinya tidak pernah berhasil menekan senar gitar dengan benar. Lisa mengingatnya, ia hanya tidak ingat kalau mereka melakukan itu di malam yang sangat sepi– setidaknya bagi Jiyong. Lisa pun tidak tahu kalau selama ini Jiyong selalu mengingat malam itu, mereka tidak pernah lagi membicarakan masalah pertemuan pertama mereka– sejak terakhir kali Jiyong lulus dari sekolah menengah dan tidak pernah lagi muncul di depan Lisa.
"Selama ini, kau selalu ada di sisiku. Saat aku kesepian, saat aku berulah, saat aku membuatmu kesal, bahkan saat orang-orang yang menyukaiku menentang hubungan kita, kau selalu ada di sisiku," lanjut Jiyong, mengungkapkan betapa bersyukurnya ia atas kehadiran Lisa dalam hidupnya. "Kau selalu mengancamku, kalau aku menduakanmu, kau akan menggoda Minjoon hyung dan merusak pernikahan Dami noona. Sebenarnya semua itu tidak membuatku takut. Aku tidak pernah berencana menduakanmu bukan karena khawatir kau akan merusak pernikahan noonaku. Aku melakukannya karena aku takut merasa kesepian lagi. Aku takut kau pergi dan hidupku jadi sangat sepi lagi."
"Karena itu," bujuk Lisa. "Aku tidak akan pergi. Aku akan ada di sisimu, aku tidak akan membuatmu kesepian, jadi oppa pun tidak perlu pergi. Tetaplah di sini. Kalau oppa pergi seperti ini, ini tidak adil-"
"Karenamu aku merasa begitu bahagia. Aku pun tahu kalau ini tidak adil," potong Jiyong, berusaha keras menemukan kata yang tepat untuk menjelaskan keinginannya tanpa melukai gadis di depannya. "Ini sangat tidak adil untukku. Aku terjebak disini karena seseorang yang bahkan tidak ku kenali. Karena itu, aku tidak ingin kau melupakanku dengan mudah. Jadi, temukan aku, berduka untukku, lalu setelah itu... Setelah itu, lupakan segalanya, berbahagia-" Jiyong tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ucapannya membuat Lisa menangis semakin keras, dan itu membuat dadanya luar biasa sesak. Karenanya, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan saat itu, hanya memeluk Lisa. Sembari berharap kalau pelukannya bisa mengantarkan isi hatinya pada gadis itu.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
A Place I Can't Find
FanfictionK-Drama "Missing: The Other Side" fanfic version. Kemana kamu pergi? Kenapa tidak ada kabar apapun darimu? Dengan hati yang sesak, aku mencoba meneleponmu. Tak lagi terhitung, berapa banyak yang ku tulis kemarin. Walau tulisanku terlihat jelek, ak...