16

603 122 1
                                    

***

Jiyong menghela nafasnya berkali-kali selama ia berjalan mengantar Jennie pulang. Ia ingin berjalan lebih cepat, namun kaki-kaki Jennie sepertinya melemah. Gadis itu sangat lamban malam ini, tidak seperti biasanya. Dalam perjalanan itu, Jennie meminta maaf pada Jiyong. "Ku rasa, aku membuat kalian bertengkar. Maafkan aku oppa, seharusnya aku tidak datang malam ini, aku tidak tahu kalau kekasihmu akan datang," ucap Jennie. "Aku tahu oppa tidak menyukaiku, oppa hanya kasihan padaku, tapi aku benar-benar tidak tahu lagi harus bercerita pada siapa. Dua tahun ini aku hanya bercerita padamu. Aku seperti kehilangan seorang teman kalau oppa tidak mau lagi mendengarkan ceritaku," susul gadis itu membuat Jiyong menganggukan kepalanya.

Jiyong memahami situasi Jennie. Tidak ada banyak orang di desa itu. Hampir setiap minggu juga ada orang-orang yang menghilang. Tidak mudah mencari teman bicara yang cocok, dan kebetulan pembicaraan mereka cocok. Jiyong memahami itu, tapi ia pun memahami reaksi Lisa. Gadis mana yang senang melihat kekasihnya berada di rumah, berdua dengan seorang wanita yang menyukainya malam-malam? Jiyong paham betul perasaan Lisa sekarang dan ia menyesal karenanya.

"Aku mengerti bagaimana perasaanmu, Jennie," ucap Jiyong tepat setelah mereka tiba di rumah gadis itu. "Tapi aku juga punya hidup yang harus ku jaga. Jadi, lain kali, kalau kau punya sesuatu yang perlu di bicarakan, kita bisa bicara di tempat Thomas atau di taman, saat siang hari. Aku tidak bisa membuat Lisa terus salah paham seperti ini." Jiyong harap Jennie bisa memahami situasinya. Jiyong harap Jennie tidak bercanda untuk membuat Lisa lebih salah paham lagi. Jiyong harap hubungannya dengan Lisa tidak akan goyah hanya karena Jennie dan kehadirannya. Selama perjalanannya pulang– sembari sedikit berlari– Jiyong mengharapkan semua itu.

Setibanya Jiyong di rumah, gadis yang sebelumnya datang dengan begitu cantik kini sudah mengganti pakaiannya. Sebelumnya, Lisa ingin mengejutkan kekasihnya. Di mobil yang ia parkir di padang chamomile, gadis itu sengaja berdandan, berganti pakaian dan memastikan dirinya akan terlihat sempurna di depan Jiyong. Ia ingin mengikat Jiyong lagi dengan penampilannya. Ia ingin menunjukkan pada Jiyong kalau dirinya tetap seindah dua tahun lalu saat mereka masih bersama. Namun kini gadis itu marah, jadi ia melupakan semua rencananya, melupakan semua hal yang sudah ia siapkan dan mengganti pakaiannya. Lisa memakai sepasang baju olahraga berwarna abu, menghapus riasannya dan mengikat asal rambut yang sore tadi ia tata di salon. Untuk apa tampil menawan kalau kini suasana hatinya bahkan lebih buruk daripada sebelumnya?

Lisa tengah memakan semangkuk mie instan ketika Jiyong datang. Gadis itu mengabaikan Jiyong, juga semua makanan yang telah Jiyong– atau mungkin Jennie– siapkan untuknya. Hanya karena kehadiran Jennie, rencana Jiyong maupun Lisa untuk memukau satu sama lain, hancur berantakan malam ini. Jiyong bahkan tidak berkesempatan untuk menjelaskan pada Lisa kalau ia yang menyiapkan semua makanan itu. Jennie hanya membantunya menata meja di saat-saat terakhir tadi, beberapa menit sebelum Lisa datang. Malam ini Jiyong tidak berkesempatan untuk memamerkan kemampuan barunya– memasak.

"Kalau kau sudah siap mendengarkan penjelasanku, beritahu aku. Aku akan menunggu," ucap Jiyong, sembari membuang semua usahanya ke tempat sampah. Sama seperti Lisa membuang semua usahanya dengan kapas-kapas pembersih tadi.

"Sebelum menjelaskan situasimu padaku, apa kau tahu bagaimana perasaanku sekarang?" balas Lisa, masih sembari mengisi perutnya dengan semangkuk mie yang ia buat sendiri.

Tanpa menunggu mangkuk mienya kosong, ia berjalan mendekati kopernya. Ia gulingkan koper itu kemudian ia buka isinya. Ia keluarkan sebuah kotak makan dari sana. Kotak makan yang tidak cukup besar namun mampu menampung beberapa potong keju juga buah yang sudah di kupas, buah yang siap di makan. Lantas, dari tas gitar yang selama perjalan tadi ia gendong, ia keluarkan dua botol wine kesukaan Jiyong– wine mahal yang membuat Lisa harus memakai semua uang tabungannya untuk membeli dua botol minuman itu.

"Jangan terlalu kesal karena aku membuatmu harus membuang semua kerja kerasmu. Karena kalau aku punya banyak uang sekarang, aku juga ingin membuang semua ini dan membuat oppa semakin merasa bersalah," ucapnya sembari menunjukan winenya.

"Kau membawa semua ini dari mobilmu kesini? Sendirian?" tanya Jiyong kemudian. Awalnya Jiyong pikir isi koper itu adalah barang-barang Lisa, mungkin pakaian atau sepatu baru wanita itu. Tapi nyatanya, koper itu justru berisi semua peralatan bermusik milik Jiyong. Peralatan yang tidak bisa Jiyong dapatkan di desa itu.

Saat Lisa ditinggalkan berdua dengan Thomas di cafe, pria itu bilang kalau Jiyong ingin punya alat musik. Thomas pernah mencoba membuatkan sebuah gitar untuk Jiyong. Tapi hasilnya tidak begitu bagus. Thomas bukan seorang musisi atau orang yang bisa bermain musik, jadi wajar saja. Namun karena cerita pria itu, Lisa berencana untuk memberikan semua yang ia bisa. Jiyong bahkan tidak pernah berfikir untuk meminta Lisa membawakannya barang-barang dari dunia manusia. Kehadiran Lisa saja sudah sangat cukup bagi Jiyong. Tapi gadis itu ingin memberi lebih. Tapi gadis itu memikirkan keadaannya di desa itu.

"Ya," angguk Lisa. "Sementara kekasihku mengantarkan gadis lain pulang, aku berjalan dari padang chamomile sana, ke sini, dengan semua barang berat ini, sendirian. Tapi tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, aku senang membawa semua ini ke sini. Saking senangnya karena bisa membawakan semua ini untukmu, aku bahkan berencana menaruh semuanya di depan pintu rumahmu, lalu kembali ke mobil untuk mengambilkan keyboardmu. Saking bahagianya karena bisa melakukan sesuatu untukmu, aku merasa bisa berlari ke mobil dan kembali ke sini dengan keyboard di punggungku. Tapi wajah terkejutmu saat melihatku datang membuatku sangat marah. Oppa seperti baru saja tertangkap basah. Kau tahu aku akan kesal melihat Jennie di rumah ini, tapi tetap mempersilahkannya masuk bahkan mengantarkannya pulang. Apa itu masuk akal?"

"Aku pantas di hukum... Aku minta maaf," jawab Jiyong, memilih untuk tidak memberi alasan apapun, memilih untuk tidak berdebat dan mencari pembenaran atas sikapnya yang jelas-jelas melukai Lisa dan harga dirinya. Jelas-jelas membuat gadis itu tersinggung. "Apa yang harus ku lakukan agar kau memaafkanku? Aku benar-benar menyesal, aku minta maaf."

"Bekerja lah, bersihkan semuanya, mie ku juga. Aku lelah, aku mau tidur saja," jawab Lisa, yang akhirnya bangkit untuk melangkah ke kamar tidurnya. Gadis itu sempat mengeluh karena kakinya yang sakit setelah berjalan dengan sepatu hak tinggi di jalan setapak yang kering dan keras. Seharusnya Lisa memakai sepatu kets saja tadi, ia terlalu bersemangat hingga memaksakan dirinya memakai sepatu hak tinggi– lima senti– saat menarik kopernya tadi.

Tanpa di minta, Jiyong meraih tubuh Lisa. Memeluknya sebentar kemudian mengangkatnya. Jiyong jadi lebih kuat, setelah tinggal di desa itu. Tidak ada kegiatan lain yang bisa ia lakukan selain kegiatan fisik di sana. Ia harus terus berjalan kemana-mana, bermain dan mengasuh anak-anak sampai sesekali menebang pohon untuk mencari kayu dan membuat sesuatu. "Akan ku pijat supaya kau bisa tidur lebih nyenyak, ya?" tawar Jiyong sembari meletakan tubuh kekasihnya di atas ranjang.

"Bersih-"

"Akan ku lakukan setelah kau tidur. Tolong terima penebusan dosaku," potong Jiyong yang kini duduk di tepian ranjang dan mulai memijat kaki Lisa. "Kakimu kaku sekali. Sudah berapa lama kau tidak memakai sepatu hak tinggi? Dua tahun? Tidak kan?"

"Sesekali masih memakainya. Sebulan sekali atau dua kali kalau ingin menemui keluargamu, atau orangtuaku. Hanya mereka yang bisa ku temui tanpa perlu mendengarkan omelan-omelan dan cerita motivasi yang sama sekali tidak memotivasi," cerita Lisa sembari menikmati pijatan Jiyong di kakinya. Pria itu masih ingat bagaimana caranya memijat kaki Lisa– jangan menekan terlalu keras kalau tidak ingin ditendang.

"Kau pergi ke salon kuku hari ini?" susul Jiyong, memulai obrolan ringan sembari pelan-pelan mengabaikan pertengkaran mereka tadi.

Jiyong tidak boleh menyinggung Jennie kalau ia tidak ingin Lisa jadi semakin marah. Setelah Lisa mengatakan semua yang menahan dadanya, Jiyong hanya perlu membicarakan tentang mereka, tentang hidup Lisa, tentang hidupnya, tanpa perlu menyinggung alasan pertengkaran mereka. Dengan begitu mereka bisa berbaikan tanpa perlu drama dugaan perselingkuhan yang berlebihan.

"Menata rambutmu juga? Lalu apa lagi yang kau lakukan? Selain pergi ke rumahku mengambil semua barang-barang tadi? Bagaimana keadaan rumahku? Baik-baik saja? Eommaku menyuruh seseorang membersihkannya kan? Rumahku tidak berubah jadi rumah hantu kan?" pada akhirnya, Lisa tetap tidak bisa tidur karena Jiyong terus mengajaknya bicara.

***

A Place I Can't FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang