Bab 7

5.2K 221 48
                                    

~NATE~

Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku. Sejak bercinta... berhubungan seks lebih tepatnya, dengan Anna sekitar seminggu yang lalu, aku terus merasa bergairah setiap kali melihatnya. Walaupun begitu, aku terus menahan diri dan belum menyentuhnya lagi. Anna adalah budak dan musuhku. Untuk mencium bibirnya saja aku merasa jijik dan enggan. Bagaimana bisa aku malah bergairah seperti ini padanya?

Sebenarnya, saat itu aku hanya berniat memberi pelajaran padanya. Dia telah bersikap layaknya wanita jalang dengan pergi bersama pria lain ketika aku sedang berada di kantor. Oleh karena itu, aku memberinya hukuman yang sesuai untuk wanita jalang seperti dirinya. Namun, ternyata hukuman itu juga berimbas padaku. Sejak saat itu, keinginanku untuk kembali menyentuhnya semakin lama semakin besar. Padahal, seharusnya aku merasa jijik dan bukan bergairah seperti ini padanya.

Sementara aku yang kebingungan menahan gairah, Anna malah bersikap lebih pendiam padaku. Biasanya, dia tersenyum saat menyambutku pulang dari kantor. Dia juga sering menyapa saat aku akan sarapan atau makan malam. Namun, dia tidak melakukan itu dalam seminggu ini. Dia juga jarang berbicara padaku. Dia hanya menanggapi ucapanku saat aku menyuruhnya melakukan sesuatu. Sekarang, dia benar-benar patuh. Sepertinya, hukuman yang kuberikan malam itu benar-benar memberikan efek jera padanya.

Namun, di sisi lain kepatuhan Anna itu justru membuatku merasa resah. Karena terlalu patuh, Anna jadi tidak pernah melakukan kesalahan apapun dalam seminggu ini. Dan oleh sebab itu, aku jadi tidak punya alasan untuk menghukumnya. Padahal, aku sudah sangat ingin kembali menghukum dan menyiksanya.

***

Hari ini adalah akhir pekan. Sekarang, aku sedang bersantai sambil menonton berita di ruang televisi. Sedangkan, Anna sedang sibuk mengepel lantai yang tidak jauh dari tempatku duduk di sofa ruang televisi saat ini. Ketika aku tengah fokus memperhatikan berita, ponselku yang ada di atas meja berdering. Aku meraih ponselku lalu melihat siapa yang menelpon. Ternyata, itu panggilan dari ibuku.

"Halo, Mom.", aku menjawab panggilan dari ibuku.

"Halo, Nate. Kau ada dimana sekarang?", ibuku bertanya padaku.

"Aku ada di rumah. Ada apa, Mom?"

"Apakah Anna juga sedang berada di rumah bersamamu. Tadi, Mommy menelponnya. Tapi, panggilan Mommy tidak terjawab olehnya."

"Anna sedang memasak di dapur.", jawabku berbohong.

Mendengar namanya disebut, Anna menghentikan kegiatannya mengepel lalu menatapku.

"Pantas saja panggilan Mommy tadi tidak terjawab. Oh ya, Nate. Mommy menelpon karena Mommy ingin mengundang kalian makan siang di rumah hari ini."

"Tapi, Mom...", aku hendak menolak tapi ibuku lebih dulu menyela.

"Tidak boleh ada penolakan. Datanglah ke rumah sebelum jam makan siang nanti. Oke?", perintah ibuku.

Aku menghembuskan napas pasrah.

"Baiklah, Mom. Aku dan Anna akan datang ke sana nanti.", kataku mengalah.

"Bagus. Kalau begitu, Mommy akan menutup panggilan ini. Sampai nanti.", kata ibuku lalu menutup panggilan kami.

Setelah selesai menelpon, aku meletakkan ponselku kembali ke atas meja. Kemudian, aku melihat Anna yang masih berdiri sambil menatapku. Dia seperti sedang menungguku memberikan penjelasan mengenai isi pembicaraan dengan ibuku yang membawa-bawa namanya tadi.

"Ibuku ingin kita makan siang di rumahnya nanti. Sekarang, cepat kau selesaikan pekerjaanmu. Setelah itu, kita akan berangkat ke rumah orang tuaku.", aku berkata pada Anna.

Revenge MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang