Bab 19

5.3K 213 13
                                    

~NATE~

Aku hanya bisa menatap nanar ke arah Anna yang sedang berjalan menjauh dariku. Anna belum bisa memaafkanku. Serta, dia juga tetap bersikeras ingin bercerai dariku.

Kemudian, dari arah lain aku melihat orang tua Anna berjalan menghampiriku di ruang tamu.

"Mr. dan Mrs. Taylor...", aku berdiri dari posisi dudukku dan menyapa mereka

Mereka berdua tersenyum lalu duduk di sofa seberangku. Lalu, aku juga ikut duduk kembali.

"Jangan memanggil kami seperti itu, Nate. Kau dan Anna masih terikat dalam status pernikahan. Jadi, kami ini masih mertuamu.", Mrs. Taylor berkata padaku.

Aku hanya bisa tersenyum malu pada mereka.

"Saya mohon maaf, Mr. dan Mrs. Taylor. Itu karena saya merasa sangat malu pada kalian. Selama ini, saya sudah banyak berbuat salah pada kalian, terutama pada putri kalian.", kataku lirih.

"Kami mengerti, Nate. Semua itu berawal dari perbuatan saudaraku yang sudah sangat jahat yang menyebabkan kau dan keluargamu menderita selama bertahun-tahun yang lalu. Kau boleh memiliki perasaan marah pada keluarga kami.", kata Mr. Taylor.

"Walau begitu, tidak seharusnya saya menyimpan dendam pada saudara ataupun keluarga Anda, Mr. Taylor. Apalagi, selama ini saya telah salah menduga keluarga Anda. Saya sudah bersikap sangat kejam dan tidak adil pada Anna. Sekarang, saya sadar bahwa apa yang sudah saya lalukan adalah perbuatan yang salah. Saya sangat menyesal atas perbuatan saya tersebut. Jadi, saya mohon maaf atas semua kesalahan saya pada keluarga Anda, Mr. Taylor.", ucapku bersungguh-sungguh.

"Ya, Nate. Kami memaafkanmu. Kau bisa menjadikan hal ini sebagai pelajaran. Dan kami harap, kau tidak lagi menyimpan dendam pada saudara ataupun keluarga kami setelah kejadian ini. Kami juga tidak akan menyimpan dendam padamu walaupun kau sudah bersikap buruk pada putri kami.", balas Mr. Taylor.

"Sekali lagi, maaf dan terimakasih, Mr. dan Mrs. Taylor. Saya janji, setelah ini saya tidak akan lagi menyimpan dendam pada keluarga kalian atau siapapun. Saya sudah membayar mahal atas segala sikap buruk saya tersebut. Dan yang paling saya sesali adalah saya juga yang telah menyebabkan Anna mengalami keguguran sehingga kami kehilangan calon anak. Saya sangat menyesal.", ucapku bersungguh-sungguh. "Tapi, sepertinya Anna tidak akan pernah bisa memaafkan saya. Perbuatan saya padanya sudah sangat buruk dan jahat. Dia pasti sangat membenci saya.", kataku sedih jika mengingat bagaimana Anna menolak permintaan maaf dariku tadi.

"Tidak, Nate. Anna akan mau memaafkanmu. Secepatnya, dia pasti akan memaafkanku. Aku sangat mengenal putriku. Dia adalah orang yang pemaaf. Dan dia juga bukan tipe orang yang bisa membenci orang lain. Sekarang, dia hanya sedang diselimuti oleh amarah. Dia belum bisa menerima semua kenyataan yang terjadi. Setelah merasa cukup baik dan tidak marah lagi, aku yakin bahwa Anna pasti akan memaafkanmu. Bersabarlah.", imbuh Mr. Taylor.

Aku mengangguk dan tersenyum tipis pada Mr. dan Mrs. Taylor.

"Terimakasih.", ucapku tulus pada mereka. "Baiklah. Kalau begitu, sekarang saya permisi dulu. Dan besok, saya akan kembali lagi ke sini. Selamat malam, Mr. dan Mrs. Taylor.", aku berkata pada mereka.

"Ya, Nate. Berhati-hatilah saat mengemudi.", pesan Mrs. Taylor.

Aku tersenyum kemudian berdiri dari sofa lalu berjalan keluar menuju pintu rumah mereka.

***

Malam ini, aku datang lagi ke rumah Anna. Aku berencana akan terus datang hingga Anna mau memaafkanku dan dia berubah pikiran dengan membatalkan rencana perceraian kami. Sekarang, aku sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Aku menekan bel pada pintu rumahnya sebanyak tiga kali. Dan tidak lama kemudian, pintu rumahnya terbuka. Ternyata, Anna yang membuka pintu. Dan dia langsung terkejut saat melihatku sedang berdiri di depan pintu rumahnya.

"Nate, apa yang kau lakukan di sini?", Anna bertanya padaku. Seketika, ekspresinya langsung berubah menjadi tidak senang saat melihat kehadiranku.

"Hai, Anna. Aku datang lagi.", kataku seraya tersenyum canggung. "Bisakah kita berbicara sebentar, Anna?", tanyaku menyampaikan maksud kedatanganku.

Aku menatapku dengan tatapan yang sangat dingin.

"Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Sebaiknya, sekarang kau pulang. Aku tidak mengizinkanmu masuk ke dalam rumahku.", balasnya ketus.

"Baiklah. Tidak apa-apa jika kau tidak mengizinkanku masuk. Tapi, setidaknya izinkan aku berbicara denganmu. Sebentar saja. Tolong dengarkan aku.", aku berusaha membujuknya.

"Tidak. Aku tidak mau mendengarmu. Sekarang, pergilah dari rumahku.", katanya mengusirku. Kemudian, dia menutup pintu lalu menguncinya dari dalam.

"Anna, aku mohon dengarkan aku. Tolong dengarkan aku sebentar saja. Aku mohon, Anna.", aku berteriak sambil sedikit menggedor pintunya beberapa kali.

Tapi, Anna tidak menghiraukanku.

"Jika kau tidak mau membuka pintu untukku, maka aku akan menunggu dan berdiri di depan rumahmu. Aku akan terus menunggu di sini sampai kau mau berbicara denganku, Anna.", kataku berteriak agar Anna dapat mendengarku di dalam sana.

Aku berjalan dari depan pintu menuju ke mobilku yang terparkir tepat di depan rumah Anna. Lalu, aku berdiri dan bersandar di depan hood mobil. Beberapa menit kemudian, aku mendongak dan menatap ke arah jendela kamar yang ada di lantai atas. Jendela itu adalah jendela kamar Anna. Aku tahu karena Anna pernah membawaku masuk ke dalam kamar itu saat kami baru menikah sekitar dua bulan yang lalu.

Ketika aku tengah menatap ke arah jendela, tiba-tiba gorden jendela itu terbuka sedikit dan Anna terlihat sedang mengintip di baliknya. Namun, begitu pandangan kami bersitatap, Anna langsung menutup kembali gorden jendela kamarnya.

Aku tersenyum miris.

Sepertinya, Anna benar-benar marah dan benci padaku. Buktinya, dia sampai enggan melihatku. Dan aku belum pernah melihat Anna marah dan bersikap dingin seperti ini sebelumnya. Dulu, saat aku sedang berpura-pura mendekatinya, Anna selalu bersikap baik, manis dan ceria di depanku. Dia sangat percaya dan mencintaiku. Namun, dengan bodohnya aku bersikap jahat dan kejam sehingga menghancurkan kepercayaannya itu padaku. Aku memang pria yang sangat bodoh. Dan aku sangat menyesal atas perbuatanku pada Anna selama ini. Sekarang, aku sangat yakin bahwa rasa cinta Anna padaku pasti sudah pupus dan digantikan oleh rasa benci yang teramat dalam.

Aku sudah berdiri dan menunggu di depan rumah Anna selama berjam-jam. Dan sampai sekarang tidak ada tanda-tanda bahwa Anna akan turun untuk menemuiku. Lalu, tiba-tiba hujan turun dan langsung deras. Namun, aku tidak berpindah dari posisiku. Aku tetap menunggu dan berdiri di depan mobil. Aku tidak peduli jika aku basah kuyup karena kehujanan. Aku akan terus menunggu hingga Anna datang dan mau berbicara denganku.

***

Revenge MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang