Bab 23

4.8K 198 12
                                    

~NATE~

Aku terbangun saat merasakan silau cahaya menerpa wajahku. Secara perlahan, aku membuka mata lalu memperhatikan keadaan di sekelilingku. Dan aku teringat bahwa semalam Anna datang ke sini lalu menemaniku tidur. Lalu, dimana dia sekarang? Kenapa dia tidak ada di sampingku ketika aku bangun? Apakah semalam dia menyelinap pergi saat aku sedang tidur? Seketika, rasa panik menyerangku. Aku segera bangun dari ranjang untuk mencari Anna.

"Anna...", aku berteriak memanggil namanya.

Tidak ada jawaban.

Ketika aku hendak keluar kamar untuk mencari Anna, tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Lalu, kedua orang tuaku masuk ke kamarku.

"Mom, Dad, dimana Anna?", aku langsung bertanya pada kedua orang tuaku tentang keberadaan Anna.

"Anna sudah pulang, Nate.", ibu yang menjawab.

"Apa? Anna sudah pulang? Kenapa dia pulang? Dan kenapa kalian juga mengizinkannya pulang?", aku bertanya marah pada orang tuaku.

"Anna harus pulang, Nate.", ayah berkata padaku.

"Tidak. Seharusnya, Anna tidak boleh pulang. Aku ingin Anna kembali. Aku hanya ingin Anna kembali sekarang.", aku mulai berteriak frustasi.

"Tenanglah, Nate. Kemarin, Anna sudah menemanimu sampai larut malam.", ibu menenangkanku.

"Aku menginginkan Anna, Mom.", kali ini aku sudah lebih tenang. "Apakah Anna akan kembali lagi? Tolong katakan bahwa dia akan kembali lagi ke sini."

"Ya. Anna memang akan kembali. Tapi, dia hanya akan kembali setelah kau menandatangani surat ini.", kata ibu sambil menyerahkan sebuah map berwarna coklat padaku.

Aku menerima map itu.

"Apa ini?", tanyaku penasaran.

"Itu... surat gugatan cerai.", ibu menjawab dengan sedih.

"Apa? Surat gugatan cerai?", tanyaku tidak percaya. Kemudian, aku membuka map itu lalu melihat isinya. Ternyata, benar. Ini adalah surat gugatan cerai. Bahkan, pada bagian bawah surat ini juga sudah terbubuhkan tanda tangah Anna. Jadi, Anna bersungguh-sungguh ingin bercerai dariku? Seketika, aku merasa frustasi dan marah. Aku tidak ingin bercerai dari Anna. "Aku tidak mau menandatangani surat ini.", teriakku marah dan langsung merobek surat itu menjadi beberapa bagian.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau merobek surat itu?", ayah menegurku dengan marah.

"Aku merobeknya karena aku tidak ingin bercerai dari Anna. Sampai kapan pun, aku tidak ingin bercerai darinya.", kataku bersikeras.

"Jangan egois, Nate! Jangan mempersulit keadaan! Apa kau ingin membuat Anna terus menderita dengan sikapmu yang keras kepala seperti ini?"

Pertanyaan ayah membuatku terdiam. Apakah sikapku ini membuat Anna menderita?

"Aku tidak bermaksud untuk membuat Anna menderita, Dad. Aku juga tidak ingin mempersulit keadaan. Melainkan, aku ingin memperbaikinya. Aku tidak ingin berpisah dari Anna. Dan aku ingin Anna memberiku kesempatan agar aku bisa memperbaiki semua kesalahanku padanya.", kali ini aku berbicara dengan lebih tenang.

"Tapi, Anna ingin berpisah darimu, Nate. Jika kau tidak ingin membuat Anna menderita, maka jangan bersikap keras kepala seperti ini. Kau harus menandatangani surat gugatan cerai yang diberikan oleh Anna padamu.", ibu berkata padaku.

Aku menggeleng.

"Tidak. Sampai kapan pun, aku tidak ingin berpisah dari Anna. Aku ingin Anna kembali. Aku hanya ingin Anna kembali.", aku kembali berteriak dengan panik dan frustasi.

"Nate...", ibu berusaha menenangkanku.

"Sekarang, aku mohon Mommy dan Daddy keluar dari kamarku.", aku berkata pada orang tuaku.

"Tapi...".

"Aku mohon.", putusku.

"Baiklah. Kami akan keluar. Sekarang, kau tenangkan dulu pikiranmu.", kata ayah.

Kemudian, ayah dan ibu berjalan keluar dari kamarku lalu menutup pintu. Dan setelah itu, aku langsung mengunci pintu kamarku dari dalam.

Sekarang, aku sendirian di dalam kamar. Setelah mengunci pintu, aku berjalan ke arah meja yang ada di kamarku lalu membaliknya hingga barang-barang yang ada di atas meja jatuh dan sebagian ada yang pecah. Aku merasa sangat sedih, marah dan frustasi.

"Aku tidak ingin bercerai darimu, Anna. Aku tidak ingin bercerai!", aku berteriak dengan histeris.

Seketika, tubuhku melorot dan aku mulai menangis.

"Aku mohon jangan ceraikan aku, Anna. Tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahanku pada. Tolong jangan ceraikan aku.", kataku seraya menangis semakin keras.

Aku terus menangis dan berbicara seolah-olah Anna sedang berada di hadapanku. Bahkan, sesekali aku juga berteriak dan melemparkan barang-barang yang ada di sekitarku hingga pecah.

Sementara, di luar kamar orang tuaku terus memanggilku dan menggedor-gedor pintu kamarku. Mereka membujukku agar aku membuka pintu kamarku. Namun, aku mengabaikan mereka.

Tidak lama kemudian, tangisku sudah mereda. Setelah itu, aku bangun lalu berjalan ke arah sudut kamar untuk mengambil minuman keras. Saat ini, aku butuh minuman keras untuk menenangkan pikiranku yang sedang kacau dan frustasi.

Selama beberapa saat, aku duduk di lantai sudut kamar sambil minum minuman keras hingga kesadaranku secara perlahan mulai berkurang. Aku memang berniat ingin minum sampai mabuk. Namun, sekarang minuman keras dari botol yang kupegang sudah habis. Aku yang merasa kesal karena kegiatan minumku terganggu, langsung melemparkan botol minuman keras itu ke dinding. Botol itu pecah dan pecahannya menyebar ke mana-mana. Tapi, aku tidak peduli. Lalu, aku mengedarkan pandangan ke sekelilingku untuk mencari botol minuman keras yang lain. Tapi, yang ada hanya botol kosong di sini.

"Aku butuh minuman keras lagi.", kataku dengan meracau.

Kemudian, aku bangun dengan susah payah lalu berjalan terhuyung menuju ke arah pintu. Aku hendak keluar kamar untuk mengambil stok minuman keras yang ada di kabinet dapur. Namun, ketika aku hampir mencapai pintu, tiba-tiba kakiku tertusuk sesuatu.

"Argh...!!", aku merintih kesakitan

Aku tidak dapat melihat sesuatu apa yang menusuk kakiku karena saat ini pandanganku mulai kabur. Kemudian, aku berjalan ke arah lain untuk menghindari benda yang menusuk kakiku tadi. Tapi, sama saja. Kakiku kembali tertusuk sesuatu. Bahkan, tusukannya kali ini terasa lebih dalam hingga aku merasakan darah keluar dari kakiku. Karena sedang dalam keadaan mabuk serta tidak kuat menahan rasa sakit di kaki akibat tusukan tadi, aku langsung ambruk. Dan tidak lama kemudian, semua terasa gelap.

***

Revenge MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang