Bab 30

4.7K 192 5
                                    

~ANNA~

Aku dan Nate baru saja selesai sarapan. Sekarang, kami sudah berada di kamar. Nate bersiap akan mandi. Sedangkan, aku tengah membereskan ranjang.

"Anna, bisakah kau membantuku?", Nate bertanya padaku.

Aku yang sedang merapikan selimut kini menoleh ke arahnya.

"Tentu. Apa yang bisa kubantu, Nate?"

Nate tersenyum lalu meraih lenganku. Kemudian, dia mengajakku berjalan ke arah kamar mandi. Aku mengikutinya. Begitu sampai di dalam kamar mandi, Nate langsung melepas kaosnya. Aku mengernyit heran dan bertanya-tanya tentang apa yang akan dia lakukan. Kemudian, sebuah hal terlintas di pikiranku. Apakah dia akan...? Lalu, kenapa dia memintaku untuk membantunya? Jangan-jangan, dia memintaku untuk...?

Oh tidak! Aku belum siap. Aku belum siap jika Nate memintaku melakukan itu. Sungguh, membayangkan hal itu saja sudah membuat wajahku memanas. Bagaimana ini?

Ketika aku merasa gelisah memikirkan tentang kemungkinan hal apa yang akan dilakukan oleh Nate padaku, Nate justru tertawa.

"Apa yang sedang kau pikirkan, Anna? Kenapa tiba-tiba wajahmu memerah?", tanyanya dengan masih tertawa.

Aku buru-buru menggeleng karena merasa malu bahwa Nate menyadari perubahan ekspresiku. Kemudian, aku berdehem untuk membersihkan tenggorokanku dan mencoba bersikap biasa saja.

"Apa yang bisa kubantu, Nate?", tanyaku mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

Nate tersenyum. Namun, kilat geli masih terpancar jelas di sorot matanya.

"Aku ingin kau membantuku bercukur.", jawabnya.

"Bercukur?"

"Ya, bercukur. Bukankah semalam kau yang memintaku agar segera bercukur?"

"Aku tidak bisa mencukur rambutmu, Nate."

"Kau tidak perlu mencukur rambutku. Aku akan pergi ke barbershop untuk mencukur rambutku nanti siang. Sekarang, kau hanya perlu mencukur kumis dan jambangku."

"Tapi, aku juga belum pernah melakukan hal itu sebelumnya."

"Maka dari itu, aku akan membuatmu melakukannya sekarang.", ucap Nate seraya tersenyum lembut padaku.

Nate mengambil sebuah kotak yang berisi peralatan cukur yang ada di depan cermin wastafel lalu menarikku ke arah jacuzzi yang ada di dalam kamar mandi. Nate duduk di pinggiran jacuzzi lebih dulu. Setelah itu, dia menarikku agar duduk di atas pangkuannya.

"Nate...", seruku memekik terkejut.

"Aku ingin kau yang membantuku bercukur, Anna. Please...", ucapnya sambil menyerahkan kotak berisi alat cukurnya padaku.

Aku menatapnya ragu selama beberapa saat. Namun, kemudian aku mengangguk dan menerima kotak itu.

Pertama, aku mengeluarkan krim cukur lalu mengoleskannya di sekitar pipi dan rahangnya. Selama aku sedang mengoleskan krim, Nate menatapku dengan sangat lekat. Apalagi, jarak wajah kami sangat dekat. Dan tatapannya itu membuatku merasa malu.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?", tanyaku lirih dengan masih mengoleskan krim cukur pada rahangnya sebelah kanan.

"Aku sedang memperhatikan wajahmu.", jawabnya ringan.

"Ada apa dengan wajahku?"

"Cantik. Wajahmu sangat cantik.", ucap Nate seraya tersenyum manis padaku.

Seketika, wajahku memanas mendengar pujian yang dilontarkan  oleh Nate padaku. Aku hanya tersenyum malu menanggapi pujiannya sambil terus melanjutkan kegiatanku mengoleskan krim cukur di sekitar rahangnya.

Sekarang, aku sudah selesai mengoleskan krim pada rahangnya bagian kanan.

"Sudah berapa lama kau tidak bercukur?", aku bertanya saat pindah mengoleskan krim cukur pada rahangnya bagian kiri.

"Hampir dua bulan.", jawabnya.

Seketika, aku menghentikan kegiatanku mengoleskan krim.

"Dua bulan?!", tanyaku terkejut.

Nate mengangguk.

"Ya. Dua bulan."

"Berarti, selama hampir dua bulan itu kau juga berangkat ke kantor dengan penampilan yang berantakan seperti ini?", tanyaku tidak percaya. Sungguh, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan dipikirkan oleh para karyawan di perusahaan Nate jika melihat penampilan bosnya yang sangat berantakan seperti ini.

"Tidak juga. Selama hampir dua bulan itu, aku sangat jarang berangkat ke kantor. Bahkan, sejak aku dirawat di rumah sakit setelah kehujanan di rumahmu beberapa minggu yang lalu, aku belum berangkat ke kantor lagi."

"Apa? Kenapa?"

Nate berubah menatapku dengan tatapan sendu.

"Karena sejak saat itu aku terus memikirkan dirimu. Aku tidak lagi peduli dengan urusan kantor atau urusan apapun. Satu-satunya hal yang kuinginkan saat itu adalah kau, Anna. Aku hanya ingin kau memaafkanku dan bersedia menerimaku kembali ", Nate berkata sambil menangkupkan sebelah telapak tangannya pada sisi wajahku.

"Nate...", aku merasa terenyuh saat mengetahui fakta bahwa ternyata saat itu Nate juga menderita.

Tapi, Nate segera mengubah ekspresinya menjadi tersenyum.

"Tapi, tidak apa-apa. Aku pantas mendapatkan itu semua. Karena yang terpenting bagiku sekarang adalah kau sudah memaafkanku serta bersedia menerimaku kembali. Aku sangat bersyukur akan hal itu. Terimakasih, Anna. Terimakasih karena kau sudah memberikan kesempatan ini padaku. Dan aku berjanji, aku tidak akan pernah mengecewakanmu kali ini.", katanya bersungguh-sungguh.

Aku merasa terharu melihat kesungguhan Nate. Lalu, aku tersenyum dan mengangguk menanggapi ucapannya.

Setelah itu, aku kembali melanjutkan kegiatanku mengoleskan krim pada rahangnya bagian kiri. Beberapa menit kemudian, aku sudah selesai mengoleskan krim pada rahangnya. Selanjutnya, aku mengambil alat pencukur dari dalam kotak.

"Nate, aku akan mencukur jambangmu sekarang.", kataku padanya.

Nate mengangguk dan tersenyum.

Kemudian, aku mulai mencukur jambangnya dengan hati-hati. Aku tidak ingin melukainya. Dan selama aku mencukur, Nate terus saja menatap dan memperhatikanku dengan lekat. Walaupun aku merasa malu karena ditatap seperti itu, tapi aku tetap berusaha fokus mencukur jambangnya.

Hingga beberapa menit kemudian, aku sudah selesai mencukur jambang di bagian rahang dan dagunya. Namun, aku masih menyisakan bagian yang sulit seperti kumis dan jambang yang tumbuh di daerah lekukan antara rahang dan lehernya. Aku sengaja tidak menyelesaikan bagian itu karena takut akan melukainya.

"Ini... Kau saja yang menyelesaikannya. Aku takut melukaimu jika aku mencukur bagian yang sulit itu.", kataku sambil menyerahkan alat pencukur itu pada Nate.

Nate tertawa dan menerima alat pencukur itu.

Kemudian, aku berdiri dari pangkuan Nate lalu berjalan lagi ke arah wastafel untuk mencuci tangan. Nate juga mengikutiku. Namun, dia ke wastafel untuk melanjutkan kegiatannya bercukur di depan cermin.

"Aku akan kembali ke kamar.", kataku pada Nate setelah selesai mencuci tangan.

Nate mengangguk.

"Ya. Terimakasih, Anna.", ucap Nate seraya tersenyum padaku.

Aku balas tersenyum padanya lalu berjalan keluar dari kamar mandi.

***

Revenge MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang