Bab 29

4.3K 199 8
                                    

~NATE~

Pagi ini, aku kembali bangun dalam keadaan sendirian di ranjang. Padahal, aku masih ingat betul bahwa semalam aku tidur dengan Anna di ranjang ini. Lalu, dimana Anna sekarang? Apakah dia diam-diam menyelinap pergi lagi dari rumah ini saat aku masih tidur tadi? Seketika, pemikiran itu membuatku kalut. Aku takut jika Anna pergi lagi dariku. Kemudian, aku segera bangun dari ranjang untuk mencari Anna.

"Anna...", aku berteriak memanggilnya.

Tidak ada sahutan.

Pertama, aku mencari Anna di kamar mandi dan ruang penyimpanan baju. Tapi, Anna tidak ada di sana. Kemudian, aku memutuskan untuk mencarinya di luar kamar dengan harapan bahwa Anna masih berada di rumah ini. Aku segera keluar kamar lalu berlari menuruni tangga. Dan tempat pertama yang kutuju adalah dapur.

Begitu sampai di ambang pintu ruang makan yang menyatu dengan dapur, aku melihat Anna sedang mengambil sesuatu dari dalam kulkas dengan posisi berdiri membelakangiku. Seketika, aku mendesah lega saat menemukan Anna-ku masih berada di sini.

"Anna...", aku sedikit berteriak memanggilnya karena merasa senang sekaligus lega saat menemukannya.

Namun, teriakanku tadi malah membuat Anna terkejut hingga menyebabkan dia menjatuhkan sesuatu yang sebelumnya dia pegang. Anna segera membalikkan tubuhnya menghadapku.

"N...Nate...", Anna tampak sangat terkejut saat melihatku yang berjalan mendekat ke arahnya. Selain itu, dia juga terlihat ketakutan. "Nate, aku minta maaf. Aku tidak sengaja menjatuhkan telur ini. Aku tidak bermaksud membuat kekacauan di dapurmu. Aku sungguh minta maaf...", Anna berkata dengan takut dan buru-buru mengambil beberapa lembar tissue dapur.

Dia seakan takut bahwa aku akan kembali marah lalu menghukumnya karena dia baru saja menjatuhkan telur yang tadi dipegangnya. Ketika dia hendak berjongkok untuk membersihkan pecahan telur di lantai, aku lebih dulu menariknya ke dalam pelukanku.

"Syukurlah kau masih berada di sini, Anna. Aku sangat takut karena tidak menemukanmu di kamar saat aku bangun tidur.", ucapku dengan memeluknya erat.

Anna tidak langsung membalas pelukanku. Mungkin, dia masih terkejut dan tidak percaya bahwa ternyata aku tidak memarahinya, melainkan memeluknya. Dan setelah beberapa saat, Anna baru membalas pelukanku. Dia juga mengelus punggungku secara perlahan naik turun bermaksud menenangkanku.

"Aku di sini, Nate.", balasnya lembut.

Aku semakin mengeratkan pelukanku padanya.

"Aku sangat ketakutan, Anna. Aku takut jika kau pergi diam-diam lagi dariku saat aku sedang tidur. Aku sangat takut."

"Aku tidak pergi kemana-mana, Nate. Aku hanya sedang memasak di dapur.", kata Anna yang masih berusaha menenangkanku.

Kemudian, aku melepas pelukanku padanya. Aku menangkupkan kedua telapak tanganku pada kedua sisi wajahnya. Lalu, aku menatap wajahnya. Anna juga balas menatapku. Dia tersenyum padaku. Dan senyumannya itu langsung mampu membuatku merasa lebih tenang.

"Aku mohon, Anna. Lain kali, jika kau hendak pergi ke mana pun, tolong bangunkan aku. Karena aku sangat takut dan panik jika tidak menemukanmu saat aku bangun tidur. Tidak peduli apakah aku baru tidur selama beberapa jam atau beberapa menit sekalipun, kau harus tetap membangunkanku. Tolong...", pintaku padanya.

Anna mengangguk.

"Ya. Aku akan membangunkanmu.", balasnya seraya tersenyum. Namun, beberapa detik kemudian ekspresinya berubah kembali menjadi takut ketika pandangannya teralih pada pecahan telur di lantai dekat kami berdiri. "Hmm... Nate, aku minta maaf karena tidak sengaja telah menjatuhkan telur di lantai dapurmu. Aku..."

"Tidak, Anna. Tidak apa-apa. Jangan meminta maaf. Kau tidak melakukan kesalahan apapun.", kataku meyakinkannya.

Kemudian, aku mengambil alih tissue yang dia pegang lalu menggunakan tissue itu untuk membersihkan pecahan telur di lantai. Setelah itu, aku membuang tissue yang kotor bekas telur tadi ke tempat sampah.

"Aku akan mengepel lantainya.", ucap Anna dengan buru-buru.

Namun, aku mencegahnya.

"Tidak, Anna. Kau tidak perlu mengepel. Nanti, aku akan menyuruh asisten rumah tangga untuk mengepel lantai dapur.", kataku.

Anna tampak terkejut.

"Kau mempekerjakan asisten rumah tangga?"

Aku mengangguk dan tersenyum.

"Ya. Aku kembali mempekerjakan seorang asisten rumah tangga sejak beberapa hari yang lalu. Jadi, mulai sekarang kau tidak perlu lagi melakukan pekerjaan rumah apapun. Karena sudah ada asisten rumah tangga yang akan mengerjakannya."

Anna mengangguk mengerti.

"Tapi, setidaknya aku harus mengepel lantai bekas pecahan telur ini sekarang, Nate. Jika tidak, lantai dapur akan beraroma amis.", Anna bersikeras.

"Oh, aku punya ide.", kataku berusaha mencegah Anna mengepel. Kemudian, aku berjalan ke arah rak dekat wastafel untuk mengambil serbet lalu membasahinya dengan air dari kran. Setelah itu, aku menggunakan serbet yang sudah basah itu untuk mengelap lantai tepat dimana pecahan telur tadi mengenainya. "Masalah terselesaikan. Sekarang, lantainya tidak akan berbau amis sampai asisten rumah tangga datang untuk mengepelnya nanti.", kataku pada Anna.

Anna tertawa. Dan aku juga ikut tertawa bersamanya.

"Baiklah. Kalau begitu, aku akan lanjut memasak.", katanya.

"Dan aku akan membantumu.", tawarku padanya.

Anna mengerutkan dahi.

"Kau bisa memasak?", dia bertanya tidak percaya padaku.

"Kau meremehkanku?", aku balik bertanya dengan nada bergurau padanya.

Anna tertawa.

"Tidak. Aku hanya tidak menyangka bahwa ternyata kau bisa memasak.", balasnya.

"Baiklah. Aku akan membuktikan padamu agar kau percaya bahwa aku bisa memasak. Kali ini, aku yang akan memasak makanan untuk sarapan kita.", kataku pada Anna. Kemudian, aku membimbingnya ke arah ruang makan lalu mendudukkannya di salah satu kursi. "Jadi, sekarang duduklah di sini dan perhatikan bagaimana cara suamimu ini memasak, Mrs. Hariss.", ucapku seraya mengerling padanya.

Anna kembali tertawa dan mengangguk.

"Aku jadi tidak sabar melihat kau memasak lalu mencicipi makanan buatanmu.", ucapnya berpura-pura menantangku.

Aku juga berpura-pura membalasnya dengan senyuman sombong.

"Bersiap-siaplah, Anna. Setelah melihatku memasak, kau pasti akan semakin terpesona padaku.", balasku yang lagi-lagi mampu membuat kami berdua tertawa.

Setelah itu, aku berjalan kembali ke dapur dan mulai memasak sarapan untukku dan Anna.

***

Revenge MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang