~ANNA~
Aku dan Nate baru saja sampai rumah setelah sebelumnya berada di rumah orang tua Nate. Saat di rumah orang tuanya, Nate bersikap sangat baik dan manis padaku. Dia bersandiwara dan menunjukkan bahwa dia adalah suami yang baik dan sangat mencintaiku. Aku juga terpaksa harus ikut bersandiwara seperti dirinya. Aku berusaha menyembunyikan semua luka dan kesedihanku di depan orang tua Nate. Aku tidak ingin orang tua Nate menyadari penderitaanku hidup bersama dengan putranya itu. Dan lebih dari itu, aku tidak ingin Nate menghancurkan bisnis orang tuaku jika orang tuanya sampai tahu perbuatan Nate padaku.
Kami berada di rumah orang tua Nate dari siang sampai sore hari. Dan kami baru pulang saat sudah jam lima sore. Sebenarnya, orang tua Nate sudah menawarkan agar kami makan malam dan menginap di sana. Tapi, Nate menolak dengan alasan bahwa dia sedang merasa tidak enak badan dan ingin segera pulang. Padahal, aku sangat yakin bahwa alasan sebenarnya Nate menolak tawaran orang tuanya untuk menginap itu adalah karena dia sudah tidak tahan untuk berpura-pura bersikap baik padaku.
"Cepat buatkan aku makan malam!", Nate langsung memerintahku begitu kami baru masuk ke dalam rumah.
Aku hanya mengangguk menuruti perintahnya. Sekarang, aku tidak lagi banyak berbicara atau membatah ucapannya. Aku masih trauma dan sakit hati atas perlakuannya ketika memperkosaku beberapa waktu yang lalu. Dan aku tidak ingin Nate melakukan hal kejam seperti itu lagi padaku.
***
Sekarang, aku sudah selesai memasak makan malam untuk Nate. Aku memasak spaghetti untuk menu makan malamnya kali ini. Ketika baru selesai menata makanan di atas meja makan, aku melihat Nate berjalan masuk ke ruang makan. Dia berjalan seraya menatap dingin ke arahku. Kemudian, dia duduk di salah satu kursi di ruang makan.
Setelah itu, aku berjalan keluar dari ruang makan ketika tahu bahwa Nate akan segera memulai makan malamnya. Nate tidak pernah mengizinkanku makan satu meja dengannya. Bahkan, dia juga tidak ingin melihatku berada di sekitarnya ketika dia sedang makan. Dia mengatakan bahwa dia tidak berselera makan jika melihatku berada di jarak pandangnya. Ya, aku tahu bahwa Nate memang sejijik itu padaku. Ketika aku berjalan dan sudah mencapai ambang pintu ruang makan, teriakan Nate menghentikan langkahku.
"Apa kau sengaja ingin meracuniku?", Nate berteriak marah padaku.
Aku berbalik menghadapnya dan menatap bingung ke arah Nate. Sedangkan, Nate menatap tajam ke arahku.
"Aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba kau menuduhku seperti itu. Tentu saja aku tidak akan pernah melakukan hal seperti itu padamu, Nate.", aku menyanggah tuduhannya padaku.
"Ya. Kau melakukannya. Kau tahu bahwa aku tidak suka makanan pedas. Tapi, kenapa saus spaghetti yang kau masak ini rasanya sangat pedas? Kau pasti sedang berencana meracuniku dengan makanan ini. Benarkan?", Nate bertanya tajam padaku.
Aku buru-buru menggeleng.
"Saus speghetti yang kumasak itu tidak terlalu pedas, Nate. Tadi, aku sudah mencicipinya. Dan menurutku, rasa pedasnya sudah pas seperti makanan yang biasa kusajikan untukmu selama ini.", kataku membela diri.
Nate meletakkan secara kasar sendok dan garpunya ke atas piring.
"Kau rasakan sendiri makanan ini.", perintahnya padaku.
Aku berjalan mendekat ke arah meja makan. Kemudian, aku mencicipi sedikit saus spaghetti yang sudah kumasak tadi. Dan aku terkejut karena saus spaghetti ini rasanya berbeda, tidak seperti saat baru matang tadi. Rasanya memang menjadi lebih pedas karena saat ini sausnya sudah dingin.
"Aku minta maaf, Nate. Tadi, ketika saus spaghetti ini baru matang, aku sudah mencicipinya. Dan rasanya tidak sepedas ini. Mungkin, karena sekarang sausnya sudah dingin, jadi rasanya sedikit berubah dan lebih pedas.", aku mengakui adanya perubahan rasa pada saus spaghetti ini.
"Kau memang jalang tidak berguna.", Nate berkata marah padaku. Kemudian, dia meraih piring berisi spaghetti di atas meja makan. Lalu, dia menumpahkan spaghetti itu di atas kepalaku.
Aku terkejut dan merasakan perih pada bagian mataku karena sebagian saus spaghetti itu terciprat mengenai mataku. Aku buru-buru berlari ke arah wastafel dapur untuk membilas mata serta rambutku yang terkena tumpahan spaghetti dengan air mengalir. Mataku sampai mengeluarkan air mata karena perih terkena saus spaghetti tadi.
Beberapa saat kemudian, aku merasa lebih baik dan mataku tidak perih lagi. Aku mendongakkan kepalaku yang sebelumnya menunduk di bawah kran wastafel dapur untuk melihat keadaan di sekelilingku. Sekarang, Nate sudah tidak ada di ruang makan. Dia sudah pergi entah kemana. Dan pemandangan lain yang menyedihkan adalah keadaan ruang makan dan dapur yang terlihat sangat berantakan. Aku melihat banyak spaghetti dan sausnya berceceran mulai dari ruang makan tempat dimana Nate menyiramku dengan spaghetti tadi hingga dapur tempat aku berdiri di depan wastafel saat ini. Spaghetti itu berceceran karena tadi aku berlari dengan terburu-buru saat merasakan perih di mataku.
Air mataku kembali menetes ketika melihat pemandangan ruang makan dan dapur yang kacau saat ini. Kali ini, air mataku menetes bukan karena rasa perih akibat saus spaghetti tadi. Melainkan, karena aku teringat pada perlakuan Nate padaku tadi.
Kenapa Nate bertindak sekejam ini padaku? Dia telah menyiksaku secara lahir dan batin. Dan aku tidak tahu apakah aku akan sanggup jika terus diperlakukan seperti ini.
***
Pagi ini, aku sudah selesai menyiapkan sarapan untuk Nate. Dan Nate juga sudah berada di ruang makan bersiap untuk memakan sarapannya. Ketika aku hendak berjalan keluar dari ruang makan, ucapan Nate menghentikanku.
"Hari ini, aku akan berangkat ke San Fransisco.", Nate berbicara padaku.
"Untuk apa?", aku bertanya padanya.
"Bukan urusanmu.", jawabnya ketus. "Aku akan berada di sana selama seminggu.", imbuhnya.
Aku hanya mengangguk mengerti sebagai tanggapan dari ucapannya.
"Apa kau senang karena aku tidak akan berada di rumah selama seminggu ke depan?", Nate bertanya padaku.
Aku buru-buru menggeleng. Walaupun dalam hati, aku mengiyakan pertanyaannya.
"Tidak, Nate.", jawabku berbohong.
Nate tertawa sinis.
"Kau tidak perlu berbohong padaku, Anna. Aku tahu apa yang ada di pikiranmu. Sekarang, kau pasti sedang bersorak dalam hati karena selama seminggu ke depan kau akan bebas dariku. Benarkan?", Nate bertanya dengan tidak percaya padaku.
Aku hanya diam dan tidak menjawab pertanyaannya. Aku takut jika aku menanggapinya, aku akan salah berbicara lalu Nate akan kembali menghukumku.
"Tapi, jangan senang dulu. Selama aku berada di San Fransisco, kau tidak boleh pergi keluar rumah.", pesannya padaku.
"Lalu, bagaimana jika aku membutuhkan sesuatu, seperti berbelanja atau keperluan mendesak yang lain mungkin?", aku bertanya pada Nate berusaha agar dia memberi sedikit kelonggaran padaku.
Nate terlihat sedang menimbang-nimbang pertanyaanku.
"Aku hanya akan mengizinkanmu pergi berbelanja hari ini. Belilah bahan makanan yang cukup untuk seminggu ke depan. Dan mulai besok, kau tidak boleh pergi keluar rumah sama sekali.", ucapnya tajam.
"Baiklah, Nate.", ucapku mengalah. Aku tidak akan protes lagi karena Nate sudah mengizinkanku berbelanja hari ini.
"Bagus. Sekarang, pergilah dari sini. Aku akan mulai memakan sarapanku.", Nate mengusirku.
Aku mengangguk patuh lalu berjalan keluar dari ruang makan seperti apa yang Nate perintakan padaku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge Marriage
RomanceNathan (Nate) Hariss, pengusaha muda yang sangat sukses hingga membuat namanya masuk ke dalam daftar billionaire muda terkaya di Amerika. Lalu, secara tiba-tiba dia memutuskan untuk menikah dengan seorang gadis bernama Annastasia (Anna) Taylor. Buka...