Hai kalian akan membaca The Dark!
.
.
"Di The Dark ada seorang penghianat. Penghianat yang main rapi, dengan cara mengkambing hitamkan lo sendiri. Dia orang terdekat lo." —— Arion
.
.
"Gue mau minta maaf." Geon menaikkan sebelah alisnya, menatap pada Arion yang tengah mengulurkan tangannya dengan seolah sungkan.
Arion memang datang pagi-pagi kerumah Geon, bahkan ikut sarapan bersama dengannya dan papanya tadi. Entah kenapa sikap Arion akhir-akhir ini memang begitu cukup aneh baginya. Arion seperti dulu.
"Kenapa minta maaf?" Bukan tidak tau maksudnya, tapi Geon sengaja memancing Arion untuk mengakui tindakannya.
Arion menghela nafasnya panjang. Pemuda dengan rambut yang kini diwarnai pirang itu tersenyum canggung. "Gue tau gue salah. Sikap gue emang kekanak-kanakan selama ini."
"Sikap lo yang mana?"
"Lo tau maksud gue," ucap Arion dingin.
"Yang mana?"
"Gue yang tiba-tiba musuhan sama lo waktu SMP. Padahal waktu itu yang ada masalah papa lo, sama papa gue." jelas Arion. Dahulu sekitar keduanya masih duduk dibangku SMP, kedua perusahaan orangtuanya saling bersaing untuk memenangkan tender, yang berakhir dengan menangnya Hernando, papa Geon. Saat itu keluarga Arion memang tengah krisis ekonomi, sehingga Arion menyimpulkan dari sudut pandangnya bahwa Hernando adalah kesialan bagi orangtuanya. Apalagi waktu itu juga, Arion dan Geon sering dibandingkan oleh guru karena keunggulan keduanya yang sama dalam bidang olahraga, juga hal lainnya.
Geon tak terlalu menanggapi hal itu, berbeda dengan Arion yang mudah ambil hati, berakhir dengan perdebatan keduanya. Arion sering mencari masalah dengan Geon, sampai akhirnya keduanya saling menjauhi. Bukan keduanya, lebih tepatnya Arion dengan sikap kekanak-kanakan yang egois itu menjauhi Geon. Bukan masalah yang terlalu rumit bagi Geon sendiri, namun begitu dibesarkan oleh Arion. Sehingga keduanya saling menjauhi, karena masalah itu.
"Lo kayak anak-anak pemikirannya."
Arion mengangguk setuju. "Gue emang kekanak-kanakan."
"Gue dulu iri aja, lo hampir semuanya unggul beda sama gue. Apalagi waktu itu papa lo juga selalu memang terus. Kesel gue." jelas Arion.
Geon tertawa kecil. "Kalau ada masalah atau ada enggak enaknya sama orang itu ngomong. Jangan kayak bocah, malah marah-marah ngejauh lagi," jelas Geon.
"Iya-iya gue tau, gue salah."
"Apalagi masalah kita waktu SMP juga enggak jelas banget. Lo sih, kayak bocah."
"Enggak usah diungkit juga!" sergah Arion kesal.
Geon mengibaskan tangannya. "Gimana gue enggak ungkit kalau emang begitu."
Keduanya saling menatap, lalu tertawa keras. Seolah sedang membuat kelucuan, yang sebenarnya tak ada. Menertawakan sikap kekanak-kanakan keduanya. Menertawakan semua yang telah terjadi selama ini, dengan sia-sia. Juga menertawakan ego dari masing-masing.
"Sebenarnya nih, gue udah pengen minta maaf sama lo udah dari kelas tiga SMP. Gue mulai paham dari sana. Apalagi mama sama papa gue tau, masalah kita. Tapi ya gitu, gue gengsi, sama malu sama lo." Arion menjelaskan dengan jujur. Ia memang sudah ingin dari dulu meminta maaf, mengakui kesalahannya pada Geon. Tapi dirinya terlalu malu dan gengsi. Apalagi disini sikap Arion terlihat begitu kekanakan dan memalukan.
Kedua orangtuanya Arion, pun memberikan pengertian kepada Arion. Bahkan yang lebih lucunya lagi, Hernando dengan kedua orangtuanya Arion baik-baik saja. Bahkan menjalin hubungan yang baik.
"Gue juga kayak gitu kalau jadi lo, malu sama gengsi. Apalagi lo kayak bocah banget. Tapi yang namanya kesalahan, ya kita harus minta maaf seharusnya." Geon memberikan pendapatnya.
Arion mengangguk setuju, sembari tersenyum. "Benar."
"Pantas aja Allea mutusin lo. Orang lo masih labil," ucap Geon.
Senyuman Arion langsung pudar. "Jangan bawa-bawa hubungan gue sama Allea," ucapnya kesal.
"Kenapa?" tanya Geon. "Allea itu pemikirannya dewasa, baik, pengertian. Beda banget sama lo yang labil, kayak bocah -- " belum sempat Geon menyelesaikan ucapannya, Arion melemparkan bantal tepat ke wajah Geon.
Geon menatap Arion kesal. "Stres ya lo!"
"Dasarnya lo aja. Gue enggak suka Allea di bawa-bawa." Arion merenggut.
Hening. Sampai akhirnya, Geon membuka suara menanyakan hal yang selama ini begitu menjadi tanda tanya besar diotaknya, tentang Arion. "Kenapa lo nyerang gue waktu itu?" tanyanya.
Arion menaikkan sebelah alisnya. "Kapan?"
"Lo nyerang gue pake senjata," jelas Geon. "Ini bekas lukanya!" Geon menunjukkan luka bekas sayatan pisau, yang belum begitu hilang bekasnya.
Arion menatap Geon. "Bukan gue yang nyerang lo."
"Jangan bohong."
"Gue enggak bohong."
"Terus waktu itu, kata Allea lo datang kerumah sakit jenguk gue waktu luka. Lo?" Geon benar-benar tak paham. Tapi satu hal yang jelas Geon tau, bahwa Geon tak percaya bahwa Arion yang melakukannya. Geon sudah lama mengenal Arion, dan Arion tak mungkin melakukan itu.
"Gue kaget waktu denger kabar lo diserang. Gue lihat dari luar aja. Enggak ada maksud lain kok." Arion menjelaskan dengan jujur.
"Terus? Waktu gue pulang dari markas The Dark yang kebakaran, lo yang -- " belum sempat Geon menyelesaikan ucapannya, Arion menyangkalnya.
"Bukan gue. Jelasnya yang lo harus tau, kejadian selama ini yang buat lo sampai-sampai terluka itu bukan gue. Benar-benar bukan gue." jelas Arion, menyangkal semua yang Geon tuduhkan padanya.
"Tapi gue selalu tau tentang hal itu. Tentang lo kecelakaan, tentang lo diserang dan apapun itu. Gue tau. Tapi untuk melakukan itu. Gue enggak." jelas Arion. "Ada yang sengaja ngadu domba kita berdua."
Goen menatap Arion tak mengerti. "Maksudnya?"
"Semuanya kejadian ini, selalu disangkutkan sama gue, kan?" tanya Arion.
Geon menganggukkan kepalanya.
"Gue juga kontekan sama Elang, dan dia bilang, iya. Kalau beberapa kejadian memang disangkutkan sama gue. Padahal aslinya gue enggak."
"Gue udah selidiki ini dari lama. Heran aja gue, tiba-tiba gue disalahkan, apalagi anak-anak The Dark yang kayak musuh bebuyutan sama gue." Arion menatap Geon. "Ada yang sengaja ngadu domba kita, memanfaatkan keadaan dan kesempatan yang ada untuk buat kita makin musuhan."
"Banyak kejadian yang disangkutkan sama gue. Apalagi gue denger dari Albern, kalau gue sering banget buat masalah sama kalian, terutama lo. Padahal itu bukan gue." jelas Arion.
"Jadi maksudnya?"
"Gue ada curiga sama anak-anak The Dark. Ada orang yang gue curigai. Gue udah lama juga menyelidiki ini. Gue mantau The Dark, dan kegiatan-kegiatan kalian. Apalagi sekarang kalian makin menjauh, enggak ada lagi solidaritasnya. Lucunya lagi, papa lo juga tiba-tiba jadi tersangka penyebabnya." Arion menjelaskan apa yang dia ketahui, dan pendapatnya.
Arion menghela nafasnya panjang. "Di The Dark ada seorang penghianat. Penghianat yang main rapi, dengan cara mengkambing hitamkan lo sendiri. Dia orang terdekat lo."
•••
Sampai jumpa di Chapter selanjutnya. Jangan lupa bahagia semuanya!
23maret2022
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DARK [ End ]
Fiksi RemajaThe Dark Revisi start 15 Februari 2022 Finished 15 Mei 2022