37. Kau Milikku

67 5 15
                                    

🎶 Ghea Indrawari - Jiwa Yang Bersedih

Stefano Yunarta dan Honey Joana duduk bersandar di dinding gedung tua, hanya ditemani cahaya redup dari senter HP Stefano. Mereka terdiam, membiarkan keheningan berbicara. Sesekali, terdengar isak tangis Honey yang perlahan mulai reda. Stefano melirik ke arah Honey yang duduk di sampingnya.

Honey menyeka air matanya, berusaha menghentikan kesedihannya. Huft! Ia membuang nafas berat yang membebani hidupnya dan berkata, "Topeng, kebohongan, kemunafikan, dan kebencian," suara datarnya memecah keheningan di antara mereka. "Semua itu adalah lingkaran kehidupanku," lanjutnya dengan senyum getir. "Begitu rumit dan berbahaya," ucapnya lagi, matanya menerawang jauh ke depan.

Stefano mengikuti arah pandangan Honey yang lurus ke depan. Ia menatap dengan kosong, mendengarkan setiap ucapan Honey tanpa memberi respon apapun. Ini pertama kalinya Honey seolah-olah sedang mengungkapkan unek-unek yang telah lama berkecamuk di dalam hatinya kepadanya.

"Hidup tenang, nyaman, dan bahagia... seolah sukar untuk menghampiriku," lanjut Honey, disertai tawa kecil yang terdengar hambar. "Tapi aku jadi penasaran, orang-orang yang memakai topeng itu, apa hidup mereka benar-benar damai, nyaman, dan bahagia?" tanyanya, suaranya menyimpan getir.

Akhirnya, Stefano membuka suara dan berkata, "Tak peduli dengan mereka yang memakai topeng atau seberapa besar penderitaanmu, kau tetap berhak untuk bahagia, selama kau bisa menciptakan kebahagiaan itu dalam kehidupan sehari-harimu." Ia menoleh ke arah Honey yang kini sedang menatapnya.

Honey menatap Stefano dengan dalam dan lekat. "Arta, dulu kau pasti menderita karena pemikiranmu tentang ayahku. Kini, aku merasakan hal yang sama seperti yang kau rasakan dulu!" ujarnya, suaranya terdengar getir.

"Ya! Tapi sejak melewati hari bersamamu, sedikit demi sedikit tangis dalam hati berubah jadi tawa," kata Stefano sambil menatap mata Honey dengan intens.

Tuk beberapa detik mata mereka saling bertaut, penuh kehangatan dan kelembutan yang sulit diabaikan. Namun, sesaat kemudian, Honey tersadar dari tatapan yang terasa seperti candu. Ia pun buru-buru berdiri dari duduknya, menghindari perasaan yang mulai menguasainya.

"Sudah saatnya aku pulang," ucap Honey, berusaha mengalihkan situasi canggung sambil membersihkan pasir yang menempel di pakaiannya akibat duduk di lantai.

Stefano tersenyum sumringah dan ikut berdiri di samping Honey, membersihkan pakaian dari pasir yang menempel pada dirinya juga.

"Jalanlah," seru Stefano kepada Honey, yang segera melangkah lebih dulu menuruni anak tangga.

Stefano mengikuti langkah Honey dari belakang, memberikan penerangan di setiap langkah Honey dengan senter HP-nya.

"Kenapa kau menyenter langkahku?" tanya Honey sambil terus menuruni anak tangga yang disinari cahaya senter Stefano.

"Aku akan mengikuti dan memberikan penerangan di setiap langkahmu dalam kegelapan," jelas Stefano sambil mengikuti langkah Honey.

Honey terperangah mendengar ucapan Stefano, dan langkahnya terhenti di tengah-tengah tangga. Ucapan Stefano itu menggetarkan hatinya.

Stefano ikut berhenti di belakangnya dan berkata, "Teruslah melangkah keluar dari kegelapan dan temukan cahaya sejati,"

Honey tersenyum bahagia mendengar ucapan penyemangat dari Stefano. "Ya," jawabnya penuh semangat, lalu kembali melangkah hingga mereka keluar dari gedung tua.

Dangerous BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang