d u a

2.7K 298 113
                                    

[NEW VERSION]
02. SKALA OVER MODUS & POSESIF.

Skala melajukan motor Sadega dengan kecepatan tinggi, tidak memperdulikan keadaan wajahnya yang terluka. Dinginnya angin malam dan rintik air juga tidak ia pedulikan, motornya terus melesat dijalanan. Tujuannya sekarang adalah rumah Garisa, sesuai perkataan perempuan siang itu kan, jadi dengan senang hati Skala akan datang.

Di kamarnya, Garisa baru selesai mengemasi buku pelajaran serta tugasnya. Perempuan itu bersiap untuk tidur karena jam sudah menunjukkan pukul 10.00 malam. Merenggangkan otot tubuhnya sejenak sebelum akhirnya menghempaskan tubuh mungilnya ke atas permukaan kasur empuk. Garisa merubah posisinya menjadi telentang, kakinya mengusak-ngusak dibawah sana sebentar, lalu menarik selimut hingga sebatas dada, perlahan matanya memejam dengan deru napas teratur.

Tok tok tok

Tiga ketukan, Garisa abaikan karena rasa kantuknya yang menyerang. Jika itu Bi Ida akan sangat tahu jam segini dirinya sudah pulas tertidur. Sayangnya ini tidak. Semakin dibiarkan dan semakin lama ketukannya menjadi mengganggu, terlalu berisik. Garisa membuka matanya melirik kearah pintu kamar, suaranya menghilang perempuan itu menghembuskan napas kasar kembali memejamkan mata.

Tok tok tok

“Aaa. Bi Ida. Aku ngantuk, besok aja ya kalo mau nyampein sesuatu.” Teriak Garisa tanpa beranjak dari kasurnya. Tapi, setelah didengar dengan baik lagi, suara ketukannya bukan berasal dari balik pintu kamar, tapi dari pintu kaca balkon disampingnya. Garisa terduduk, memastikan suaranya benar-benar dari sana.

Tok tok tok

Garisa melotot, perlahan kakinya menapaki lantai kamar berjalan tanpa suara kearah balkon, jantungnya berdegup kencang, Garisa mengedarkan pandangan mengambil tongkat baseball disudut kamar untuk jaga-jaga. Satu tangannya sudah memegang gorden, kemudian menyibak dalam sekali gerakan.

Garisa membulatkan mulutnya, melihat yang mengganggunya adalah Skala dengan luka-luka diwajahnya. Buru-buru perempuan itu menyuruh Skala masuk dan menutup kembali pintu balkonnya. “Ya ampun, kok bisa gini. Bentar ambil obat dulu.” Garisa menyuruh Skala duduk dipinggiran kasur.

Lima menit kemudian Garisa kembali datang bersama Bi Ida, membawa kotak P3K, satu baskom berisi air hangat juga kain pengompres, serta susu hangat. “Makasih, Bi.” Ucap Garisa, Bi Ida pamit keluar usai membantunya.

“Sini lukanya dibersihin dulu.” Garisa menarik pelan wajah Skala agar menghadapnya. Pelan-pelan tangannya membersihkan luka diwajah Skala dengan kapas basah. Skala meringis menahan perih.

“Ini kamu abis adu jotos kayak waktu itu, atau berantem doang? Lukanya lumayan parah nih, mau periksa ke dokter aja nggak?”

Skala menggeleng, tangganya sudah bertengger manis dipinggang Garisa. “Nggak usah, obatin aja.” Tolaknya.

Garisa menghela napas, “Deketan, aku mau oba—eh.” Garisa menjauhkan wajahnya ketika Skala terlalu mepet padanya, apalagi wajah laki-laki itu tersodor sempurna didepannya. “Ini kedekatan, jauhan dikit.” Skala menurut setiap ucapan Garisa tanpa banyak bicara.

“Sakit.” Rintih Skala, perempuan dihadapannya spontan memberhentikan kegiatan.

“Mana yang sakit?” raut wajah khawatir Garisa tidak bisa dihindarkan. Pelan-pelan memberikan kompres pada luka Skala sebelum diberikan obat.

SKALA (ACHILLEAS) [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang