[Sebelum baca, biasakan untuk memberikan vote dan comment di setiap paragraph supaya author makin semangat melanjutkan ceritanya]
Sekarang anak-anak The Alastor tengah berkumpul di Warung abah, yang biasa mereka sebut markas mini. Bukan hanya anggota inti tapi anggota pelengkap juga hadir. Mereka yang berkumpul biasanya membutuhkan kebersamaan selain bersama keluarga, merasakan hangatnya perkumpulan dalam sebuah kata solidaritas.
Mereka bukan anak-anak broken home hanya saja orang tua mereka terlalu sibuk bekerja dan mementingkan lembaran demi lembaran kertas dibanding anaknya sendiri, mereka juga tidak bisa menyangkal bahwa mereka membutuhkan uang. Dan bukan menuntut agar mereka bisa membagi waktu lebih bersama anak hanya saja mereka harus lebih peka terhadap keadaan. Derita jadi anak orang kaya ya gini.Kalo kata Lintang "gapapa ditinggal sendiri yang penting rekening keisi"
Suasana hening menyelimuti keadaan markas saat ini, berbagi aktivitas dilakukan tanpa ada nya percakapan.
Bukannya antis--anti sosial hanya saja mereka tengah menikmati kenikmatan saat bersantap Mie kuah rasa soto dengan satu telor setengah matang diatasnya. Ketika makan harus kusyuk supaya kenikmatannya terasa.
Meong meong meong...
Seekor kucing memasuki markas dengan santainya dan duduk dengan satu tangan menggosok kepalanya. Membuat satu orang disana dilanda gemetar dan keringat dingin yang kini bercucuran.
"Jauhin tuh kucing, anjenk!" sentaknya, ketika melihat Lintang menggendong kucing itu di dekapan dadanya. Membuat yang lain langsung menajamkan pandangannya ke arahnya. Masa bodo lah suruh siapa lagi makan bawa kucing masuk, nanti kalo bulu kucing masuk kuat Mie soto gimana.
Lintang menoleh sekilas saat bokong sudah mendarat disopa. "Ngomong yang bener, ini kucing bukan anjing," katanya.
Canda berdecak malas, yang jelas dia harus segera menjauh. "Serah gue ngab, gece jauhin!" suruhnya.
"Lo kenapa sih can?" tanya Pandu mulai terganggu dengan teriakan temannya yang tidak santai itu. Acara makannya kan jadi tidak nikmat kembali.
Lintang menatap Canda, matanya memicing tajam. "Jangan bilang lo takut kuc..."
"HUWAAAAA MAMMAAAAA!" Jerit Canda saat Lintang mendekatkan kucing itu tepat ke hadapannya.
Canda beranjak menaiki meja yang digunakan untuk makan para anggota itu, membuat beberapa diantaranya mengumpat kasar karna meja yang terus bergoyang akibat langkah Canda diatas sana. "Demi sempak nya Dekan yang suka dicolong Barka gue benci kucing gue engga suka buang jauh jauh wehh!!" ucapnya heboh.
"Turun!" titah Sadega menatapnya jengah.
"Jauhin dulu kucingnya, Skala jangan ketawa engga lucu," pintanya pada Skala yang kini malah menahan tawanya. Skala berdehem memberhentikan tawanya, juga menetralkan mimik wajahnya, datar.
"Lebay lo bang, kucing doang juga," sindir Barka yang kini mengambil alih kucing yang tadi bersama Lintang.
Mata Canda sontak melotot lebar, menggeleng sebelum dia menghardik Barka. "Heh kodok amazon!! tau apa lo sama orang yang engga suka kucing,"
"Sempak, bener nih anak satu. Pengen gue timpuk pake bata deh,"
"Si bangsat, engga usah maju,"
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA (ACHILLEAS) [TERBIT]
Teen Fiction(𝐭𝐨𝐥𝐨𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐭𝐚𝐩 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐦𝐞𝐬𝐤𝐢 𝐛𝐞𝐛𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚 𝐩𝐚𝐫𝐭 𝐬𝐞𝐧𝐠𝐚𝐣𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐥𝐞𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩𝐢) Awalnya, semua berjalan normal. Seperti biasanya. Namun saat itu, Skala tiba-tiba mendapat sebuah pesan dengan cara memuakkan...